Manuscript 3 : Valiant 2

153 24 5
                                    

"Shimura Tenko, dia memang hilang beberapa hari lalu."

Suara Polisi di depannya terdengar... aneh. Ada sedikit nada takut. Seakan dia berbicara soal hantu. Bukan anak kecil.

"Uh, Smithborn-san, aku benci mengatakan ini, tetapi quirk anak itu sangat berbahaya."

Nikky mengangkat alis. Tangannya bersedekap. "Oh?"

"Ya, quirknya bisa menghancurkan apapun yang dia sentuh. Ada kecelakaan terjadi ke keluarganya—"

Quirk yang menghancurkan apapun yang dia sentuh.

Kecelakaan.

Keluarga.

Kenapa dia takut memegangku.

Petunjuk-petunjuk itu berlarian di kepalanya. Berputar. Merangkai sebuah cerita yang utuh.

Mata Nikky membulat. Tangannya menutupi mulut yang terperangah. "Astaga..."

"Ya," desah polisi itu. "Itu sangat... tragis."

Nikky mengangguk. Lalu melemparkan pandangan. Tenko terlihat bergetar di kursi tunggu tempatnya duduk. Sesekali berjengit ketika mendengar suara yang terlalu keras di dekatnya.

"Apa yang akan terjadi padanya?" bisik Nikky.

Polisi itu membuka lembaran kertas yang ada di atas meja. Kemudian kembali menatap Nikky. "Kemungkinan besar dia akan masuk ke sistem asuh."

Nikky menatap Polisi itu tidak percaya.

Dia melihat merah.

Foster system?

Apa kau tidak tahu bagaimana anak dengan quirk seperti itu diperlakukan?

Mereka tidak akan peduli!

Sekali lagi, wanita itu memandang Tenko. Sepasang manik merah tampak tidak fokus. Menatap ke segala arah. Seakan menunggu siapapun—apapun—untuk menerjang.

Tidak. Nikky tidak bisa membiarkannya.

"Apa yang harus kulakukan untuk mengadopsinya?"

Si Polisi terperanjat. "Uh, Ma'am, kau yakin? Quirk anak itu—"

BRAKK

Suara gebrakan meja itu cukup untuk membungkam mulut polisi.

Orang-orang disekitar mereka berhenti. Memandang dan berbisik. Nikky tidak peduli. Tangannya yang di meja menggenggam. Buku-buku jari memutih.

Mata hijau-biru tampak mengancam.

"Jangan buat aku mengulang kata-kataku."

"B-baik, biar aku lakukan s-sesuatu..."

***

"Tenko-kun?"

Suara itu menganggetkan Tenko dari renungannya. Dia menoleh. Mata hijau biru yang hangat menatap balik.

"Kau baik-baik saja?"

Pertanyaan itu sering keluar dari mulut Nikky. Dia tahu bahwa perempuan di depannya hanya khawatir akan keadaannya. Akan tetapi, dia sendiri tidak tahu jawaban untuk pertanyaan itu.

Apa aku baik-baik saja?

"A-apa yang terjadi sekarang?" bisiknya lirih. Bibirnya terasa kering.

"Uhm, soal itu—"

Nikky menunduk. Tangannya mulai memainkan rambut hitam yang tergerai.

"Kau bisa tinggal denganku."

Normal ; The ManuscriptsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang