"Sudah jelas," ucap Hawks sembari menjentikkan dari.
Dorothea dan Todoroki serentak menoleh ke arahnya.
Si manusia bersayap mengangkat bahu dengan santai.
"Perpustakaan."
Otak Pro Hero nomor dua bukan main.
"Where wisdom lies and knowledge stand tall..." gumam Todoroki. Tangan mengelus dagu.
Dorothea mengangguk. "Benar, itu sebabnya yang kali ini scholar, bukan traveler."
Hawks ikut berdehum. "Tapi aku tidak yakin dengan bagian keduanya—A one-legged man who fight a whale at sea?"
"Aku punya teori untuk itu," ungkap Dorothea.
"Tapi, pertama-tama, ayo pergi." Dia memasukkan kunci emas yang ditemukan ke tas. Lalu melangkah ke pintu keluar.
"Tempat ini mulai memberiku claustrophobia."
***
Mereka langsung berderap ke perpustakaan. Terletak di lantai dua Manor. Anak tangganya sama banyak dengan basement. Akan tetapi, langkah Dorothea cepat. Dia yang pertama kali sampai. Gadis itu memang selalu bersemangat soal buku.
Pintu ruangan itu besar dan mewah. Dorothea sendiri sampai terperangah melihatnya. Berwarna emas dan diukir dengan adegan-adegan kisah dongeng. Dorothea bisa melihat Putri Tidur dan Si Tudung Merah. Tampak juga Cinderella dan Rumplestilskin. Lengkap dengan kastil, hutan, bahkan kereta labu.
"Tutup mulutmu Dorothea," kata Eins geli. "Jangan sampai lalat masuk."
Dorothea tersadar. Kemudian terkikik kecil. Dia meletakkan telapak ke pintu itu. Hendak mendorongnya terbuka. Namun, tidak ada yang bergerak.
Terkunci.
Dengan cepat, gadis berambut merah itu membuka tasnya. Mengeluarkan kunci ukir yang bermodel sesuai dengan pintu itu.
"The moment of truth."
Dia memasukkan kunci ke lubangnya. Lalu memutar.
Click
Dan pintu besar itu bergeser terbuka. Seakan terdorong secara otomatis. Mulut Dorothea kembali melongo.
Jika pintu itu sudah impresif, isi perpustakaannya lebih menakjubkan lagi.
Tempat itu luas. Hampir setiap ujung dindingnya terlapis oleh rak penuh buku. Ada jendela stained glass dengan gambar wanita yang Dorothea tebak adalah Athena. Dewi kebijaksanaan. Di tengah ruangan, ada globe besar yang berwarna kekuningan. Seperti kertas perkamen kuno.
"Woah," gumam Dorothea. Kehabisan kata-kata.
Dia berputar. Melihat ke sekitar seperti anak kecil dalam toko permen. Matanya berkilat terpana.
"Lihat judul-judul ini," bisik Dorothea. Jemari mengelus punggung buku yang tertata rapi. "Beberapa bahkan lebih tua dari milik Tanaka dan Nikky!"
"Oh, coba saja Tanaka ada di sini," canda Eins.
Dorothea terkekeh. "Otak Tanaka akan meledak, Eins."
"Siapa Eins?"
Gadis itu terlonjak. Dia berbalik. Lupa kalau Todoroki dan Hawks mengikutinya. Hawks—yang tadi bicara—hanya menggeleng-geleng. Tangannya bersedekap.
"Walaupun aku senang melihat wajah antusiasmu, kita harus fokus."
Todoroki mengangguk. "Tapi serius, wajahmu cerah sekali tadi. Kau suka buku, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; The Manuscripts
Fanfiction! ATTENTION ! Buku ini berisi kumpulan spin-off dari ceritaku yang lain berjudul 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Sebaiknya membaca yang itu dulu sebelum kalian membaca ini. Karena banyak hal di sini yang mungkin sulit dipahami tanpa membaca itu dulu...