Manuscript 3 : Valiant 3

138 23 5
                                    

"Hey, little one. Untuk ulang tahun kesepuluh, kau mau minta apa?"

Pertanyaan itu membuat Tenko mengangkat kepala dari halaman James and the Giant Peach. Dia dan Nikky sedang duduk di sofa ruang tengah. Tenko sibuk dengan buku cerita lama yang dia temukan di toko. Nikky sendiri menyulam di sampingnya.

Tenko terhenyak memikirkan pertanyaan barusan. Tanpa terasa, sudah lima tahun dia menjadi seorang Smithborn. Waktu sangat cepat berlalu.

Kehidupan rasanya berjalan semakin baik.

Tenko duduk di sekolah dasar sekarang. Masih di Mandaroa. Sekolah itu memiliki kelas sampai SMA. Jadi, Nikky tidak perlu repot mencari sekolah baru.

Putranya akhirnya bisa tumbuh di lingkungan yang lebih positif.

"Err, Kaa-san, bukannya hadiah harusnya kejutan?"

Nikky tertawa. Tangannya mengacak-acak rambut putranya. Tenko memekik. Hampir menjatuhkan buku yang dia baca.

"Kaa-san!"

Ibunya hanya tertawa. Kemudian merangkul Tenko.

"Oh, kau sudah besar sekarang! Aku mungkin tidak bisa memanggilmu little one lagi!"

Tenko tergelak. "Kaa-san sangat dramatis!"

"Ya, ya. Mungkin aku tertular Monika," canda Nikky geli. "Sekarang saatnya tidur! Besok kau sekolah!"

Anaknya mengangguk. Dia menutup buku lalu melompat turun dari sofa. Dia berlari kecil menuju area toko. Hendak mengembalikan buku cerita ke rak.

Sampai suara berdebum terdengar.

Suara itu berasal dari luar. Tenko berzig-zag diantara barang-barang untuk mengintip ke jendela. Langit sudah gelap. Tidak ada siapapun di pintu.

Terdengar suara lagi dari samping. Kali ini seperti kaleng yang dipukul.

Seperti ada sesuatu yang menabrak kumpulang tong sampah yang ada di gang sebelah toko.

"Tenko? Suara apa itu?"

Langkah kaki Nikky terdengar memasuki toko. Alisnya terangkat. Apapun itu, cukup keras hingga Nikky bisa mendengarnya. Tenko menggeleng.

"Sepertinya dari gang," gumam anak itu.

Nikky berdehum. Dia bergerak melewati Tenko menuju ke pintu depan. Menepuk rambut putihnya pelan.

"Kau tunggu di sini, aku akan mengeceknya."

Sebelum dia jauh, tangan kecil menarik lengan bajunya. Nikky menunduk. Melihat Tenko yang menggigit bibir.

"Kaa-san, hati-hati."

***

Nikky percaya pada instingnya.

Hal itu sudah menyelamatkannya dari banyak situasi buruk. Instingnya yang memberi dia aba-aba untuk menghindari cakaran bahamut. Atau membuatnya awas dari serangan clancker.

Sekarang, instingnya menjerit agar memeriksa apapun yang ada di luar itu.

Dia tidak tahu itu baik atau buruk.

Nikky berjalan dengan hati-hati. Memperhatikan setiap langkah. Mata terfokus pada keadaan sekitar.

Dia mendengar rintihan.

Mata Nikky membulat.

Seakan semua logika di otaknya mengabur, dia berlari memasuki gang.

Yang dia lihat di sana lebih mengejutkan.

Normal ; The ManuscriptsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang