Siang itu matahari bersinar terik. Langit biru dengan awan yang berarak tenang. Angin menghembuskan bau harum bunga musim semi yang baru mekar.
Sungguh hari sempurna untuk piknik.
"Himiko! Jangan cepat-cepat! Tunggu kami!"
"Ayo Kaa-san! Aku lihat ada tempat yang pas sekali untuk duduk!"
Nikky, Tenko, Dabi, dan Himiko sudah lama menunggu hari seperti ini. Hari dimana akhirnya jadwal libur mereka jatuh di tanggal yang sama dan bisa dipakai untuk aktivitas Keluarga Smithborn.
Tenko hanya menggelengkan kepala melihat adiknya yang bersemangat itu. Walaupun Himiko berumur 17 tahun, kadang dia masih terlihat kekanakan. Akan tetapi, Tenko tidak menyalahkannya. Memang rasanya sudah agak lama sejak mereka bisa keluar bersama-sama begini.
"Hmm." Nikky tiba-tiba berhenti. Wajahnya mengerut. "Sepertinya aku meninggalkan sesuatu di mobil."
"Eh?"
"Tenang, biar aku ambil sebentar."
"Tapi parkiran jauh, Kaa-san. Biar aku—"
"Tidak perlu, Ten. Aku tidak setua itu, kalau hanya berlari aku bisa!" ucap Nikky sembari tertawa. "Kau bantulah saudaramu menatap tempat. Aku segera kembali."
Tenko tersenyum dan mengangguk. Sebelum berpaling pada Dabi dan Himiko yang sudah memilih tempat di bawah pohon yang rindang. Gadis dengan rambut bun itu melambaikan tangan.
"Tenko-nii! Ayo bantu!"
Senyuman kecil merekah di bibir Tenko.
"Iya, iya. Aku ke sana."
Dabi membantu Tenko menggelar karpet lebar yang mereka bawa. Sementara Himiko membuka keranjang piknik dan mengintip isinya.
"Ah! Kaa-san membuatkan roti isi! Ada bento dan onigiri juga!"
Mereka menaruh makanan di atas karpet. Juga beberapa botol minuman ringan yang tadi mereka beli di jalan dalam perjalanan.
Sekarang, tinggal menunggu Nikky.
Dabi dan Himiko langsung berdiskusi soal inisiasi Himiko yang sudah dekat. Suara mereka lebih mirip bertengkar, tetapi saudara mereka yang lain tahu bahwa mereka hanya sangat bersemangat untuk itu.
Tenko membuang napas. Mendongak untuk menatap kanopi daun yang menaungi mereka. Obrolan kakak dan adiknya masih terdengar. Bibir menampilkan senyum kecil.
"Apa kalian pernah berpikir, apa jadinya kalau kita tidak di sini?"
Pertanyaan itu membuat Himiko dan Dabi berhenti bicara. Menoleh ke laki-laki berambut putih itu dengan heran.
"Apa maksudmu, Ten?"
"Yah, kalau misalnya Kaa-san tidak menemukanku. Atau tidak menolong kalian di samping toko malam itu—"
Dia melirik ke dua saudaranya. Mata merah mengerling penasaran.
"—Menurutmu, bagaimana takdir kita?"
"Aku akan menjadi Penjahat."
Jawaban Dabi itu membuat kedua adiknya tersentak kaget. Nada suaranya sangat kasual. Tidak ada bumbu canda sama sekali.
"Err, kau yakin?"
"Yep," jawab anak berambut hitam itu dengan santai. Dia merebahkan diri di karpet. Tangan terlipat di belakang kepala.
"Coba bayangkan? Aku kabur dari rumah karena ayahku. Dan saat itu aku sangat marah. Jika aku tidak punya tujuan lain seperti sekarang, pasti aku hanya peduli soal balas dendam."
"Woah, Dabi-nii," bisik Tenko. "Kalau kau butuh bantuan soal ayahmu—"
"Well, walaupun itu sangat menggiurkan, kita tidak bisa membunuh Pahlawan No. 2."
"Not with that attitude, you can't."
Ketiga saudara itu tertawa kecil mendengar celetukkan Himiko. Sebelum sang gadis membuka mulut lagi.
"Kalau aku... mungkin akan kesulitan mengendalikan bloodlust-ku," gumam Himiko. "Entahlah. Aku tidak mau tahu apa yang terjadi setelah itu."
"Kau mungkin jadi pembunuh berantai," canda Dabi. "Hei! Mungkin kita bisa jadi duo Penjahat!"
Mereka tertawa lagi. Sebelum Himiko mengalihkan pandangannya ke Tenko.
"Tenko-nii sendiri? Bagaimana menurutmu."
"Entahlah." Tenko memainkan ujung rambutny. "Aku mungkin mati di jalan atau semacamnya?"
"Pfft, dengan quirk seperti itu?" Dabi angkat bicara. "Kau mungkin yang jadi ketua sindikat penjahat kita!"
Tenko terkekeh. Himiko menutupi tawa dengan tangannya. Sementara Dabi hanya tersenyum kecil.
"Mungkin begitu di dimensi lain," gumam Himiko. Mendongak melihat langit dari sela daun pohon.
"Tapi, tidak di sini, kan?"
Kakaknya sama-sama tersenyum. Ya, benar. Tidak di sini. Mereka aman sekarang.
Seaman yang mereka bisa, jika pekerjaanmu memburu demon.
Mungkin di dimensi lain, mereka tidak punya hidup tenang. Mungkin mereka hidup dalam lingkungan berbahaya dimana yang kuat yang selamat. Mungkin mereka tidak sedekat ini dengan satu sama lain. Atau malah berusaha saling bunuh di pertemuan pertama.
Mungkin. Bagaimana jika.
What if.
Sungguh kata-kata yang kuat.
Tetapi, di dimensi ini, mereka aman.
Mereka Tenko Smithborn, Dabi Smithborn, dan Himiko Smithborn.
Mereka keluarga.
Dan mereka beruntung karena Nikky menemukan mereka semua.
***
.
.
.
Manuscript 13 :
IRREALITYThe End
***
.
.
.
.
.
.
.A.N. :
Okay, lemme rant for a bit.I ADORE League of Villain.
Menurutku, penjahat adalah salah satu karakter yang menarik. Dan semua penjahat dalam LOV ditulis dengan sangat baik. Mereka semua mempunyai backstory yang masuk akal. Walaupun aku tidak setuju dengan cara mereka, tetapi aku akui masuk akal jika mereka melakukan itu semua. Dan itu membuat mereka sangat menarik bagiku.
Karena, LOV dalam cerita itu juga manusia. Punya keingin dan tujuan. Tidak seperti penjahat yang jahat karena mereka penjahat. Mereka punya motivasi. Dan itulah yang membuat aku menyukai karakter mereka. Kudos to Horikoshi for making them.
Nah lalu, kenapa ada Smithborn Family AU? Karena aku suka karakter Penjahat. Dan ingin membayangkan situasi dimana mereka 'baik'. Dengan hanya mengubah backstory, aku bisa menempatkan mereka di skenario lain yang lebih light-hearted. Dan alhasil membuat dinamika karakter baru.
Oh, and I'm a sucker for Found Family tropes.
Dan seperti Interweave, Smithborn Family lama-lama membentuk plot sendiri. Otakku bahkan punya rencana untuk (mungkin) memasukkan Spinner, Twice, Mr. Compress dan Kurogiri.
Tapi aku belum berniat menjadikannya buku sendiri. Aku masih fokus ke Interweave.
So yeah, drabble kali ini hanya untuk coping mechanism karena Chapter BNHA yang baru.
Sorry for the long rant :"c
See you in the next Manuscript, or new chapter of Normal ; Interweave.
Thank u for reading! Cy'a!
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; The Manuscripts
Fanfiction! ATTENTION ! Buku ini berisi kumpulan spin-off dari ceritaku yang lain berjudul 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Sebaiknya membaca yang itu dulu sebelum kalian membaca ini. Karena banyak hal di sini yang mungkin sulit dipahami tanpa membaca itu dulu...