Kim Namjoon melepaskan sarung tangan serta masker operasi dan memasukkannya ke tempat khusus sampah medis. Ia bernafas lega setelah operasi Nona Bae berjalan dengan baik. Saat ini, ia dan timnya tinggal memonitor perkembangan Nona Bae. Semoga saja setelahnya sel kankernya tak akan muncul lagi.
Ia membersihkan diri dan mengenakan pakaian bersih yang ia simpan di ruangannya. Ia mengambil jam tangannya dan melihat waktu yang hampir menunjukkan pukul 16.58. Jam kerja Seokjin akan berakhir sesaat lagi yang artinya ia perlu bergegas untuk menghadangnya.
"Kim Seokjin," panggil Namjoon saat melihat Seokjin berdiri di depan lift.
"Ya?"
"Kau mau pulang sekarang?"
"Mungkin. Kenapa memangnya?"
"Operasi Nona Bae berjalan lancar. Makan malamlah denganku."
"Kan sudah kujawab tidak mau."
"Baiklah kalau begitu. Jadi, aku akan ke rumahmu besok dan menculikmu seharian."
Seokjin mencebik. "Kamu itu sebenarnya keras kepala atau tuli sih? Aku tidak mau, Kim Namjooooooonnnn!"
Namjoon tersenyum geli melihat kesewotan Seokjin.
"Wah wah wah, ada yang lagi pendekatan ya?"
Namjoon dan Seokjin menoleh ke sumber suara. Namjoon tersenyum sedangkan Seokjin menaikkan alisnya ke arah sosok yang tak dikenalnya itu.
"Ini Kim Taehyung, adikku."
"Oh, halo. Aku Kim Seokjin."
"Halo, Kim Seokjin Hyung."
"Panggil saja Jin."
"Halo, Jin Hyung. Kau bisa panggil aku Tae." Seokjin dan Taehyung bertukar senyum.
"Aku boleh memanggilmu Jin juga?" sela Namjoon.
"Tidak," tegas Seokjin.
---
"Berhenti mengikutiku, Kim Namjoon. Pulang sana!"
"Kalau kau lupa, mobilku juga diparkir di lantai ini," Namjoon berhenti sebentar sebelum menambahkan, "tapi aku memang menunggu jawabanmu. Kalau sudah dijawab baru aku pulang."
Seokjin memutar bola matanya tak mempedulikan penjelasan Namjoon.
"Sudah kubilang aku tidak mau."
"Kenapa?" Namjoon menyejajarkan langkah dengan Seokjin. "Masih marah?"
"Menurutmu?"
Taehyung mengulas senyum di belakang kedua orang yang asyik beradu argumen tersebut. Ia menyukai sosok Kim Seokjin yang nampaknya berhasil menarik perhatian kakaknya tetapi tak mudah didapatkan.
Dari sudut matanya, Taehyung melihat seseorang melambaikan tangan ke arahnya. Senyumnya terkembang. Ah, itu dia yang dia tunggu-tunggu.
"Hyung, aku duluan ya. Mobilku di situ."
"Oke. Hati-hati ya."
"Oke. Sampai jumpa, Jin Hyung."
"Sampai jumpa, Tae." Seokjin melambaikan tangan dengan penuh semangat.
"Mengapa kau ramah sekali pada adikku? Kau menyukainya? Dia sudah menyukai orang lain, asal kau tahu."
"Kim Namjoon."
"Apa?"
"Kamu bawel sekali."
"Hei, tunggu aku." Namjoon menahan siku Seokjin dan menariknya menuju kendaraannya.
"Eh eh! Lepasin! Aku mau pulang."
"Iya, nanti aku antar pulang."
"Kim Namjoooonnn!" Seokjin memukuli pundak dan punggung pria tersebut namun tak berhasil membuatnya melepaskan sikunya. "Ah, sudahlah. Terserah!"
"Nah, seharusnya kau menurut sejak tadi."
Namjoon membukakan Seokjin pintu penumpang dan menutupnya sebelum memutar ke arah kursi pengemudi. Ia menyalakan mobil dan meninggalkan tempat parkir tanpa menyadari tatapan Moonbyul yang berada di dalam mobil yang terparkir di seberang mobil mewah Namjoon.
"Apa-apaan itu tadi? Adik sialannya itu tidak pernah seramah itu padaku dulu!"
---
"Mau pesan apa?" tanya Namjoon sambil menatap menu di tangannya.
"Kamu yang bayar ya. Gaji spesialis kan lebih besar daripada dokter umum dan lihat harganya! Waaahhh mahal sekali."
"Seokjin, pelankan suaramu."
"Ya ampun, sesudah diseret ke sini sekarang aku juga tidak boleh bersuara? Wah, benar-benar diktator kamu!"
Namjoon menatapnya dari kursi di seberang Seokjin yang menggelengkan kepalanya dramatis.
"Oke, kalau begitu. Sebagai balasan, aku akan memesan makanan termahal di sini. Kukuras habis dompetmu, Kim Namjoon!"
Namjoon mendengus geli.
"Sesukamu saja."
---
Namjoon memperhatikan Seokjin yang belum berhenti mengunyah beberapa jenis makanan sejak setengah jam yang lalu. Pipinya menggembung seperti tupai dan matanya akan membola setiap kali merasakan sesuatu yang enak di lidahnya.
"Apa lihat-lihat?"
"Kau selalu bertanya hal yang sama. 'Apa lihat-lihat?'," ucap Namjoon.
"Jangan lihat aku kalau kamu nggak mau ditanyain itu. Gitu aja nggak tahu!" balas Seokjin di sela-sela kegiatan makannnya.
"Pelan-pelan. Dikunyah dan ditelan dulu sebelum bicara."
"Uhuk! Uhuk!"
"Apa kubilang?"
Namjoon menyodorkan segelas air yang langsung diterima Seokjin. Ia menggeser kursinya hingga sangat dekat dengan Seokjin dan menepuk punggungnya pelan.
"Sudah lebih enak?"
Seokjin mengangguk. Ia mengusap jejak air di sekitar bibirnya dengan punggung tangan namun beberapa tetes yang berhasil menuruni dagu dan lehernya menyita perhatian Namjoon. Pria tersebut mengeringkannya dengan mengusapkan ibu jarinya di permukaan kulit Seokjin.
Seokjin tersentak dan memandang Namjoon.
"Aku suka menyentuh kulitmu."
Hati Seokjin memanas mendengarnya. Ia kembali teringat saat Namjoon meninggalkannya begitu saja.
"Hentikan, Namjoon." Seokjin menatap Namjoon dengan mata berkilat marah. "Kalau niatmu hanya bermain-main denganku, hentikan sekarang juga."
"Seokjin, maafkan aku. Malam itu, tiba-tiba seseorang dari masa lalu melintas di kepalaku dan mengacaukan pikiranku."
"Karena itu kamu lampiaskan semuanya ke aku yang polos dan bodoh ini."
"Aku tidak pernah menganggapmu begitu."
"Tidak perlu kamu ucapkan. Sikapmu sudah menunjukkan semuanya." Seokjin memasukkan ponselnya ke dalam tas kerjanya. "Terima kasih untuk makan malamnya. Aku harap setelah ini, kamu akan menjauhi aku. Selamat malam, Kim Namjoon."
- Bersambung -
YOU ARE READING
Namjoon's Proposal
RomanceKim Namjoon, seorang dokter bedah muda yang disegani oleh para dokter serta perawat lain di RSU Kota Jeju. Tak pernah tersenyum sejak mantan tunangannya meninggalkan dirinya begitu saja demi lelaki lain. Ia menganggap cinta serta perasaan orang lain...