Menemani

2.4K 238 44
                                    

"Maksudnya Dr.Kim Namjoon yang membawaku ke sini?" tanya Seokjin tak percaya.

"Iya," jawab Kim Jaehwan. "Sini, aku cek dulu ya. Harusnya sih udah mendingan."

Suhu tubuh serta jalur pernafasan Seokjin diperiksa. Seperti dugaan Jaehwan, Seokjin sudah membaik.

"Istirahat sebentar lagi di sini terus kalau infusnya habis, boleh pulang. Kamu dehidrasi karena demam jadi harus minum air yang banyak ya. Oke?"

"Oke. Makasih ya, Jaehwan-ssi."

"Halah, formal banget. Kita kan seumur."

"Oke. Makasih ya, Jae."

"Sama-sama, Jinnie."

Seokjin merebahkan diri kembali dan mulai mengantuk kembali. Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, ia melihat lelaki berkacamata dan berjas dokter mendekati dan menyentuh keningnya. Sayup-sayup Seokjin mendengarnya mengucapkan satu kata.

"Tidurlah."

---

"Aku kan cuma demam! Aku bisa mengatasinya sendiri, tahu?" Seokjin menyilangkan lengan di depan dada. Ia sedang kesal. Saat ini, ia duduk di ruang tamunya dengan seseorang yang tak ia sukai.

"Kondisimu bisa lebih buruk seandainya tidak ada orang yang menemukanmu tadi pagi. Paham? Aku yakin seorang dokter sadar betul resikonya jika keadaanmu terlambat ditangani."

"Tapi kan aku sudah membaik. Aku bisa menelepon ambulans kalau aku merasa tidak enak badan."

"Kalau aku bilang tidak, ya tidak. Paham?"

Seokjin memandang penuh amarah ke arah Kim Namjoon yang dengan santainya duduk di seberangnya sambil membaca majalah. Dokter bedah sombong bin keras kepala tersebut sudah menjatuhkan ultimatum bahwa ia akan menginap di rumah Seokjin sampai ia benar-benar sembuh.

Seokjin akhirnya mengalah. Ia tahu bahwa tak mungkin menang melawan Namjoon.

"Terserah!"

Ia menuju kamar tidurnya lalu memutuskan membersihkan diri. Namjoon hanya meliriknya sekilas sebelum melanjutkan kegiatannya membaca majalah.

---

Namjoon mengamati sekeliling ruangan yang menjadi kamar sementaranya. Dindingnya bercat krem dengan lantai kayu yang memancarkan warna aslinya. Penataan serta rancangannya sederhana dan sejujurnya cukup nyaman baginya.

Ia mendekat ke arah jendela dan melihat ke luar ke arah sepetak tanah yang ditumbuhi beberapa bunga mawar aneka warna.

"Dia suka berkebun rupanya."

Namjoon lalu melirik jam tangannya. Pukul 20.30. Belum jam tidurnya. Ia pun memutuskan keluar dari kamar untuk menyeduh minuman hangat dan mungkin makan sedikit cemilan, jika ada.

Saat melewati pintu kamar Seokjin yang berada di samping kamarnya, Namjoon mendengar nyanyian Seokjin. Ia menempelkan telinga di pintu kayu yang menjaga privasi Seokjin lalu mengangguk singkat.

"Bisa nyanyi juga dia."

Ceklek! Brak!

Pintu yang dibuka mendadak dari dalam membuat Namjoon terjerembab dan mendarat tepat di ujung sandal rumah Seokjin.

"Ngapain kamu? Mau ngintip ya?"

Namjoon segera berdiri dan berpura-pura membersihkan debu di lengan bajunya. Ia mengangkat kepala dan menatap lurus ke arah Seokjin.

"Tadi kukira ada monyet yang dicekik di dalam sini," ujar Namjoon sebelum melangkah santai menuju dapur.

Mulut Seokjin menganga lebar mendengar jawaban Namjoon.

"Yak! Kim Namjoon kurang ajaaaaaaarrrr!"

---

"Ya habis...." keluh Seokjin saat credit title film yang ia tonton muncul di layar televisi.

"Kau kira film diputar 24 jam nonstop?"

"Diem aja, nggak usah komentar!"

Namjoon mengangkat bahu masa bodoh dan menyesap tehnya yang sudah mendingin. Ia meletakkan cangkir dan tatakannya kembali ke meja dan seolah-olah mereka tak pernah berdebat, ia bertanya, "Rumah ini kapan dibangun?"

"Kata Nenekku, dua tahun sebelum ayahku lahir. Jadi, kira-kira tahun 60-an. Kenapa?"

"Hanya ingin tahu. Kau tinggal sendiri?"

"Nggak. Dengan banyak orang lain cuma beda rumah dan aku nggak kenal semuanya."

Namjoon melirik sinis sedangkan Seokjin hanya menjulurkan lidah.

"Umurmu sudah tua, kan? Kelakuan masih seperti anak kecil."

"Biarin! Kalau begini, aku awet muda. Nggak kayak kamu yang suka marah-marah dan beneran tua!"

"Hei, berapa umurmu memangnya?"

"Hai hei hai hei. Aku ada nama, tahu?"

"Sudah tidak usah cerewet. Bilang saja berapa umurmu."

"32. Kenapa tanya-tanya? Sensus?"

"Masih kecil."

Namjoon bangkit dan membawa cangkirnya ke dapur untuk dicuci. Setelahnya, ia berencana kembali ke kamar namun panggilan Seokjin mencegahnya.

"Apa?"

"Nih!"

Seokjin menyodorkan sebuah kunci kepada Namjoon yang tak mengerti maksudnya.

"Ini kunci serep pintu depan biar aku nggak repot-repot bukain pintu buat kamu. Udah aku mau tidur."

Namjoon mengantongi kunci pemberian Seokjin dan melanjutkan langkahnya. "Pipis, cuci kaki, cuci tangan, cuci muka, minum obat dulu baru tidur ya, Nak!"

"Aku bukan anak kecil, Kim Namjoon!"

- Bersambung -

Namjoon's ProposalWhere stories live. Discover now