Namjoon tak mengejar Seokjin setelah pria itu meninggalkannya di rumah makan. Ia sadar bahwa dirinya melakukan kesalahan dan perlu memberikan Seokjin kesempatan untuk berjauhan dengannya. Ia merasa marah sebab selama ini ia sudah merasa kebal ketika ingatan akan mantan tunangannya itu datang. Atau, setidaknya itu yang ia yakini.
"Apakah aku perlu mendekati Moonbyul lagi agar yakin dengan perasaanku?" tanya Namjoon pada Taehyung lewat telepon setelah ia sampai di apartemennya.
"Tidak tidak tidak! Tidak akan aku biarkan." Taehyung menolak mentah-mentah ide tersebut. "Kau tahu ada sesuatu dari diri Jin Hyung yang menarikmu, Hyung. Kau tahu kesalahanmu. Jadi, minta maaflah padanya dan dekati dirinya dengan benar."
"Bagaimana caranya meminta maaf kalau dia saja tidak mau melihatku? Hah...kepalaku sakit memikirkannya."
Taehyung tertawa. "Aku senang mendengarnya. Artinya Jin Hyung sudah punya tempat di kepala dan hatimu."
"Sejak kapan adikku jadi lebih fasih memberi nasihat tentang percintaan ha? Pasti pengaruh Min Yoongi."
Namjoon mendengar Taehyung tertawa pelan. "Mungkin benar. Kau tahu, Hyung, dia menolakku lagi hari ini."
"Berarti yang keenam?"
"Sebenarnya penolakan kedelapan." Taehyung menghela nafas. "Seperti kaset rusak, dia selalu bilang bahwa dia terlalu tua untukku."
"Atau kau yang tidak terlihat serius di matanya."
"Entahlah. Aku tidak mendekati atau mengencani siapa-siapa sejak aku melihat Dr.Min pertama kali. Aku menghentikan kebiasaan buruk itu. Tapi, lagi-lagi ditolak."
"Kita senasib."
"Tentu saja tidak. Nasibmu yang lebih jelek hahaha!"
---
Namjoon tak menyambangi rumah Seokjin pada akhir minggunya. Ia memberi waktu bagi dirinya untuk menyusun strategi cara meminta maaf kepadanya. Namjoon bahkan berselancar di internet untuk mencari kiat-kiat jitu meminta maaf kepada orang yang disukai. Namun, setelah beberapa menit, ia menyadari bahwa idenya harus asli dari kepalanya. Tidak dari orang lain.
"Sial, kepalaku sakit sekarang."
Namjoon memutuskan istirahat sejenak dan barangkali berjalan-jalan di luar dapat memberinya inspirasi. Ia pun meraih ponsel dan kunci mobilnya lalu keluar dari apartemen.
"Hai, Namjoon. Mau ke mana?"
Namjoon menoleh. Itu tetangganya, Kim Junmyeon.
"Hai, Hyung. Mau mencari angin segar. Hyung mau ke mana?"
"Menjemput anakku di rumah ibunya. Ibunya cuti dua minggu. Sekarang cuti ibunya sudah habis dan harus mulai terbang ke luar negeri."
Namjoon mengangguk. Walaupun mereka tidak dekat, mereka pernah satu kali minum bersama dan Junmyeon bercerita bahwa ia adalah seorang duda cerai beranak satu bernama Kim Jiwon yang tinggal dengannya. Mantan istrinya bekerja sebagai pramugari sehingga Junmyeon mendapatkan hak asuh anaknya saat mereka berpisah.
"Kau mau jalan-jalan ke mana?"
"Tidak tahu. Mungkin ke supermarket karena aku perlu belanja."
"Mau ikut aku? Rencananya aku dan Jiwon mau makan pizza bersama setelah ini. Kau boleh ikut."
"Kalau kalian tidak keberatan."
Junmyeon menepuk pundak Namjoon pelan. "Tentu saja tidak."
---
Namjoon menikmati waktu makan siang dengan Junmyeon dan Jiwon. Jiwon yang sudah duduk di kelas lima tersebut adalah anak yang periang dan cerdas. Gadis kecil itu sangat suka bertanya tentang pekerjaan Namjoon.
"Aku ingin menjadi dokter juga kalau sudah besar nanti," ucapnya setelah menghabiskan satu potong pizza.
"Untuk itu, Jiwonie harus belajar dengan rajin ya."
"Aku selalu rajin, Samcheon. Tanya saja pada Appa. Ya kan, Appa?"
"Benar sekali," jawab Junmyeon sambil mengusak rambut anaknya.
"Hebat! Terus begitu ya. Samcheon yakin, kamu bisa jadi apa saja yang kamu mau."
Jiwon berteriak senang.
"Tidak perlu berteriak, Sayang. Jangan sampai ganggu orang lain."
"Ups. Maaf, Appa. Aku lupa hehe!"
Namjoon tersenyum melihat keimutan Jiwon.
Kring!
Lonceng di atas pintu masuk berbunyi menandakan kedatangan seseorang. Namjoon menoleh ke arah pintu masuk yang berjarak empat meja darinya. Alisnya terangkat saat sosok tak terduga masuk ke dalam restoran pizza tersebut.
"Kim Seokjin."
---
Seokjin mendapat jatah sebagai dokter jaga sore hari ini. Ia tak keberatan. Toh, itu sudah menjadi kewajibannya.
Ia memutuskan untuk berangkat lebih awal dan mampir membeli beberapa kotak pizza di restoran Italia rekomendasi Jungkook.
"Semoga pizzanya enak di sini."
Ia membuka pintu kaca dan mendengar suara bel di atas kepalanya. Seorang pelayan yang ramah membawanya ke arah meja kosong dan memberinya buku menu. Seokjin membaca satu per satu aneka pizza yang tersedia sambil mengerucutkan bibirnya.
"Yang mana ya? Kelihatannya enak semua."
"Aku sarankan kau pesan pizza dengan pesto basil buatan mereka. Enak sekali."
Seokjin mengangkat wajahnya namun segera berpura-pura tak melihat pria yang berdiri di hadapannya itu.
"Kau suka pizza ternyata."
"Aku sudah bilang kan kalau kamu nggak boleh dekat-dekat aku."
"Tidak. Kau bilang bahwa kau harap aku akan menjauhimu. Sayangnya, harapanku tidak begitu."
"Terserah!"
Seokjin memanggil pelayan restoran dan menyebutkan pesanannya.
"Ada acara khusus sampai kau pesan pizza sebanyak itu?"
"Kalaupun iya, kamu nggak akan diundang."
"Hmm...sudah kuduga. Dengar, Kim Seokjin, aku tahu kau tidak ingin mendengarkanku tapi kumohon kali ini saja."
Seokjin meletakkan ponselnya di atas meja.
"Oke. Tiga menit."
"Aku minta maaf. Aku bersalah dengan semua yang sudah aku lakukan padamu. Aku menyakitimu dan aku bisa mengerti itu membuatmu marah dan sakit hati. Tapi, aku jujur saat bilang bahwa masa laluku tiba-tiba muncul di kepala saat kita sedang berdua. Aku kira aku sudah melupakannya tetapi kelihatannya belum sepenuhnya."
Seokjin tak menunjukkan tanda-tanda akan memotong ucapannya, maka Namjoon pun melanjutkan.
"Dia menghianatiku. Delapan tahun lalu, dia memutuskan pertunangan hanya seminggu sebelum pernikahan kami. Sesudahnya aku tidak ingin berhubungan dengan siapapun. Sampai aku bertemu denganmu."
Jantung Seokjin berdegup tak beraturan.
"Kalau kau membolehkan, izinkan aku mendekatimu, Seokjin." Namjoon menatap lurus ke dalam mata Seokjin. "Dan, kali ini, aku akan melakukannya dengan cara yang benar."
- Bersambung -
YOU ARE READING
Namjoon's Proposal
RomanceKim Namjoon, seorang dokter bedah muda yang disegani oleh para dokter serta perawat lain di RSU Kota Jeju. Tak pernah tersenyum sejak mantan tunangannya meninggalkan dirinya begitu saja demi lelaki lain. Ia menganggap cinta serta perasaan orang lain...