Part 21

586 32 5
                                    

Happy Reading❤

***

Setelah panggilan terputus Revan segera membuka ig dan mencari story mamahnya. Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat story itu, isinya adalah video disaat ia bertukar cincin dengan Lia diacara lamaran.

Kedua tangan Revan mengepal kuat tanda dia benar-benar marah. Dia tak bisa membayangkan bagaimana kondisi Bella saat ini, pasti sangat hancur. Revan segera kembali ketempat berkumpul orang tuanya dan Lia.

Lia VOP
Acara lamaran hari ini berjalan lancar, walaupun sebenarnya bukan Revan lah yang meminta ku agar mau menerima lamarannya.

Semua terasa mimpi. Bagiku hari ini adalah hari yang terburuk, dimana aku harus berbohong kepada banyak orang, terutama Ayah dan kedua orang tua Revan, juga menghianati Bella. Rasanya dosaku semakin menumpuk, banyak sekali kebohongan yang kuperbuat akhir-akhir ini. Namun aku tak berdaya, mungkin ini adalah takdir yang harus kujalani.

Tak tak tak...
Suara sepatu Revan yang mahal terdengar disaat dia berjalan diatas keramik rumah ku, dan itu sukses membuat lamunan ku terhenti dan reflek aku menengok kearahnya.

Disaat aku menengok kearahnya, kulihat ada kilatan kemarahan dimatanya. Saat acara lamaran tadi dia tidak terlihat seperti itu, walaupun matanya tak menampakkan kebahagiaan sedikit pun, tapi tidak ada kilatan amarah dimatanya. Aku yakin ada hal yang membuatnya sangat marah.

"Mah ayo kita pulang!" Revan berucap dengan muka datarnya.

"Ayo, Pak Bu kami pulang dulu ya. Soalnya suami dan anak saya masih ada pekerjaan." Rini  dengan sopan lalu berdiri dari duduknya.

"Ah iya bu, maaf jika ada kekurangan disaat lamaran tadi." Alan ikut berdiri dari duduknya.

"Tidak apa-apa pa, namanya aja mendadak jadi wajar aja kalo ada kekurangan. Lia ayo kita pulang sayang," Rini ingin menarik tangan Lia agar ia ikut berdiri dan segera pulang. Karena ia menangkap aura kemarahan dari raut wajah Revan, dia sangat tau bagaimana anaknya itu. Walau mukanya datar ada pancaran kemarahan dari matanya.

"Emm mah, Lia disini dulu ya. Lia masih kangen sama Ayah," Lia tersenyum ke Rini dan juga Ayahnya.

"Baiklah, kami pulang duluan ya." Rini melepas tangan Lia lalu bercepika cepiki dengan Lia. Setelahnya bersalaman dengan Ayah dan juga Bibi Lia.

"Hati-hati dijalan ya mah," Lia tersenyum dan dibalas anggukan serta senyum dari Rini.

"Kami pulang dulu ya Pa Bu," Ivan juga ikut berdiri dari duduknya lalu bersalaman dengan Ayah dan Bibi Lia.

Sedang Revan dia hanya diam saja, dia tidak sabar segera pulang dan bertemu dengan kekasihnya yang pasti sedang menangis sendirian, kebiasaan kekasihnya itu adalah tidak membagi rasa sakitnya kepada orang lain ia lebih memilih merasakan sakitnya sendiri.

Tapi kedipan mata mamahnya memaksanya untuk bersalaman dengan Ayah dan Bibi Lia, agar ia terlihat seperti menantu idaman.

Lia mengantar Revan beserta orang tuanya sampai depan pintu. Setelahnya ia masuk kembali kedalam rumah dan menidurkan dirinya dikamar yang sangat dirindukannya.

***

Keesokan harinya Lia ingin berziarah ketempat Ibunya. Dia sangat merindukan Ibunya, dulu Ibunya adalah tempat bersandar terbaik bagi Lia. Dimana ia sering berkeluh kesah tentang apa yang terjadi dihidupnya, lalu setelah ia berkeluh kesah Ibunya akan menyemangati dan memberikan saran agar putrinya tak salah dalam melangkah. Tapi sosok itu sekarang sudah tidak ada lagi, dia sangat merindukan sosok seorang Ibu dalam hidup nya.

"Ayah Lia ingin kemakam Ibu dulu ya." Lia duduk disamping Ayahnya.

"Perlu Ayah temani?"

"Tidak perlu Ayah, Lia sudah besar dan sudah bisa bepergian kesana kemari tanpa didampingi Ayah," Lia terkekeh pelan.

"Putri Ayah sekarang sudah sangat besar, sudah tidak manja lagi seperti dulu" Alan ikut terkekeh sambil mengelus lembut rambut Lia.

"Ah Ayah jangan mengingat kemanjaan Lia waktu dulu" kalau diingat-ingat ternyata dulu Lia sangatlah manja, baik dengan Ayah ataupun Ibunya karena ia adalah anak tunggal. Jadi Ayah dan Ibunya sangat menyayangi dan memanjakannya.

"Iya iya" Alan tersenyum dengan lebar, karena mengingat momen-momen bersama putri dan mendiang istrinya, dia sangat merindukan momen itu. Tapi apalah daya istrinya sudah meninggalkan ia dan putrinya.

"Yasudah Lia berangkat dulu ya Yah," Lia berdiri dari duduknya lalu menyalimi Ayahnya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumus salaam."

***

Karena jarak makam yang tidak terlalu jauh, Lia memutuskan untuk jalan kaki saja. Sekalian ingin melihat bagaimana keadaan kampungnya setelah ia tinggalkan.

Diperjalanan Lia banyak disapa maupun ia yang menyapa orang lain. Dia juga bertemu sahabat waktu SMA nya selain Nadia, namanya Nisa.

"Nisa" teriak Lia sambil berlari menghampiri Nisa.

Nisa terkejut ketika ada yang memanggilnya, reflek ia menoleh dan ternyata orang yang berteriak itu adalah sahabatnya waktu SMA, mereka emang jarang bertukar kabar karena mereka sama-sama sibuk.

"Lia" Nisa tersenyum dan merentangkan tangannya.

Ketika sudah dekat dengan Nisa, Lia juga merentangkan tangannya dan langsung memeluk dengan erat sahabatnya itu.

"Lama sekali kita tidak bertemu." Lia berucap sambil memeluk Nisa.

"Iya sangat lama, bagaimana kabamu sekarang?" Nisa melepas pelukan mereka karena merasa nafasnya akan habis karena Lia memeluknya terlalu erat.

"Ka____"

Nisa memotong pembicaraan Lia "Nanti aja jawabnya, sambil jalan. Kamu mau kemakam kan?"

"Eh ko kamu tau? "

"Kan ini jalan kemakam, kemana lagi kamu selain kesana."

"Oh iya ya, ayo kita duduk dulu sambil melepas rindu." ajak Lia saat melihat ada warung kecil dijalan.

"Aku tidak bisa Lia, aku harus bekerja. Nanti aku terlambat, makanya itu kita bicaranya sambil jalan aja, soalnya makam sama tempat kerjaku searah." tolak Nisa halus. Nisa menolak bukan tanpa alasan, ia harus bekerja untuk menghidupi kehidupannya. Ia tak punya cukup uang untuk berkuliah dan juga ia tak mau menyusahkan orang tuanya, karena itulah ia lebih memilih bekerja untuk meringankan beban orang tuanya.

***

TBC
Hai readers, karna malam ini aku free jadi aku up.
JANGAN LUPA VOTE&COMMENT🤗

Cold CEO Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang