Part 22

601 34 2
                                    

Happy Reading❤

***

Disisi lain Revan sedang memeluk erat Bella yang tengah menangis sesenggukan, sungguh hatinya terasa sakit dan teriris melihat orang yang sangat disayangi nya menderita.

Sebenarnya Revan ingin menemui Bella setelah pulang dari kampung Lia, namun karena jalanan yang macet Revan dan kedua orang tuanya sampai ketika malam hari. Membuat mamah Revan melarang Revan untuk keluar rumah, agar Revan bisa beristirahat. Awalnya Revan bersikeras untuk pergi keluar sebentar, namun papah Revan juga ikut melarang membuat Revan tidak bisa membantah.

"Revan apa aku memang tidak pantas untukmu, hiks. Apa aku tidak pantas bahagia Revan, mengapa takdir sangat jahat kepadaku. Jika kamu pergi lebih baik aku mati saja Revan, a_aku sudah tidak memiliki siapapun lagi." tangis Bella semakin kencang. Bella juga memukul dada Revan pelan, jujur saja tenaga Bella sudah terkuras habis karena sudah menangis dari semalam.

"Bella aku janji pernikahan ini tidak akan pernah terjadi, dan ingat aku akan selalu ada disisimu. Satu hal lagi Bella kamu tidak boleh meninggalkan ku dan yang lainnya, kamu masih punya Ibumu yang harus kamu rawat hingga sembuh." dengan sabar Revan mengelus rambut Bella lembut.

"Revan aku bukan butuh janji, aku butuh pembuktian. Aku sudah lelah dengan semua janjimu, semua ini karna permainan konyolmu Revan. Lihat akhirnya kamu malah terjebak dengan permainanmu sendiri, hiks hiks." Bella tidak henti-hentinya menangis dan Revan tidak henti-hentinya mengelus rambut Bella.

"Iya Bella aku memang salah dan aku minta maaf, aku akan segera mencari jalan keluarnya." jawab Revan yang tidak direspon Bella sama sekali.

Satu jam sudah Bella menangis dipelukan Revan, itu membuat Bella lelah dan akhirnya mengantuk. Pelan-pelan Bella menutup kelopak matanya karna sangat mengantuk. Dia tidak bisa tidur sejak malam tadi, pelukan Revan sangat hangat dan nyaman, dia bisa merasa sedikit tenang sehingga bisa tertidur dengan sendirinya.

Revan yang menyadari Bella tertidur mengangkat Bella perlahan untuk kekamar Bella. Setelah sampai dikamar Revan meletakkan Bella diatas kasur dengan sangat hati-hati takut membangunkan Bella yang sedang tertidur.

"Bel kamu adalah wanita pertama yang berani masuk kedalam hatiku dan kehidupanku, kamu adalah wanita terspesial setelah mamah, aku tidak akan membiarkanmu terluka Bella. Siapapun orang yang menyakitimu akan kuhabisi dia. Itu janjiku padamu Bella," Revan mengelus rambut Bella dengan lembut.

Setelah itu Revan memutuskan untuk pulang kemansionnya untuk mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Apa yang diucapkan Bella tadi terus berputar diotaknya, bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari permainan yang dibuatnya sendiri. Semua yang ada dipikirannya membuat ia lelah. Revan mulai mengantuk dan memejamkan matanya diatas kasur empuknya.

***

Sementara itu karena asik berbincang-bincang dengan Nisa membuat Lia tidak sadar telah berada didepan pintu gerbang pemakaman umum. Nisa berpamitan kepada Lia karena dia harus melanjutkan perjalanan ketempat kerjanya.

"Lia maaf ya aku tidak bisa menemanimu,"

"Tidak apa-apa Nisa, nanti kita bincang-bincang lagi ya." Lia tersenyum pada Nisa, dalam hatinya dia bersyukur Nisa tidak bisa menemaninya, karna ia hanya ingin sendiri kemakam Ibunya.

"Baiklah, sampai ketemu lagi Lia. Bye" Nisa melambaikan tangannya yang dibalas Lia dengan lambaian tangan juga. Setelah itu Nisa melanjutkan perjalanannya.

Sebelum masuk kearea pemakaman, Lia tidak lupa membeli bunga dan air untuk dimakam Ibunya.

Air mata tiba-tiba mengalir indah dipipi mulus Lia. Dia baru saja sampai didepan makam Ibunya, makam Ibunya terlihat sangat bersih, tidak ada rumput liar disekitar makam. Mungkin karna Ayahnya yang rutin membersihkan makam Ibunya.

"Assalamu'alaikum Bu" Lia berjongkok didepan makam Ibunya sambil mengusap nisan sang Ibu, lalu menaburkan bunga yang sudah dibelinya didepan pemakaman.

"Bu, Lia sangat merindukan Ibu. Maafin Lia ya Bu baru bisa ngunjungin Ibu. Ibu tau, Lia sekarang sudah bekerja. Dan sebentar lagi Lia akan menikah, tapi jika itu terjadi sih Bu," Lia terkekeh pelan disela tangisnya mengingat pernikahan itu tidak mungkin terjadi.

"Bu do'akan Lia semoga semuanya berjalan lancar, Lia bingung harus curhat sama siapa Bu. Semua yang Lia jalani begitu rumit, lebih rumit dari matematika. Rasanya Lia tidak sanggup menceritakan semuanya kepada Ayah, karena Lia yakin Ayah akan menyalahkan dirinya sendiri karena tak mampu membayar hutang pada rentenir jahat itu. Bu, Lia harap Ibu tidak menyalahkan diri Ibu atas apa yang terjadi kepada Lia. Semua ini bukanlah salah Ibu atau siapapun, semua ini adalah takdir yang harus Lia jalani dengan ikhlas. Andai Ibu masih ada disamping Lia, Lia yakin Lia akan lebih kuat menghadapi semuanya. Bu Lia ga bisa lama-lama, Lia janji bakal kesini lagi secepatnya. Semoga Ibu tenang disana dan ditempatkan ditempat yang terbaik. Lia pulang ya Bu, Lia sayang Ibu. Assalamu'alaikum" Lia mengelus makam Ibunya untuk terakhir kalinya sebelum ia pulang, bibirnya mengembangkan senyum tetapi air matanya tetap tak berhenti keluar.

Sebelum Lia berdiri seseorang menghampiri Lia, orang itu serasa ragu untuk menyapa Lia, takut Lia masih berbicara kepada makam Ibunya. Tapi dengan tekat yang kuat dia menghembuskan nafasnya sebelum memanggil Lia.

"Rara" panggil orang itu yang ternyata seorang lelaki.

***


TBC
Hai readers gimana nih kabarnya?, maaf ya baru bisa lanjut soalnya baru selesai UAS. Ada ga sih yang masih nunggu lanjutan cerita ini, kalo ada makasih ya karna udah nungguin kelanjutannya. Setelah ini author bakal up terus ko, soalnya lagi libur juga. Hihi

JANGAN LUPA VOTE&COMMENT NYA 🤗

Cold CEO Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang