27. Senja dan Kenangannya

50 26 87
                                    

Apa seperti ini, rasanya merindukan seseorang tanpa bisa melakukan apa-apa.
.
.
🌼🌼🌼

Hanya do'a yang dapat Aland panjatkan untuk kesembuhan Sisi dan berharap dia bisa bertahan setidaknya untuk Aland. Rasa takut masih memenuhi pikirannya, bagaimana jika Sisi tidak kembali, apa yang akan ia lakukan jika Sisi pergi. Sekalipun dia berusaha berfikir positif tapi rasa takut selalu mempengaruhinya.

Aland memperhatikan Sisi dari luar ruangannya, entahlah dia hanya tidak kuat saat melihat tubuh Sisi yang seakan tersiksa. Sungguh itu juga menyakitinya, hari sudah mulai sore dan sejak pulang sekolah Aland berada di rumah sakit bahkan seragamnya masih melekat di tubuhnya.

Seseorang menepuk pundaknya, Reyhan salah satu sahabatnya itu masih setia menemani Aland. Ia memilih menemani Aland agar sahabatnya itu tidak merasa kesepian.

"Pulang, udah sore." Ujarnya pada Aland.

Ardi, Bagas dan Dewi juga sudah pulang sedari tadi karena memang sudah menjelang magrib.

"Dia masih belum sadar, ini semua salah gue 'kan Rey?" Ujar Aland dengan nada lirih.

"Bukan," jawab Reyhan.

"Salah gue Rey, ini semua salah gue kalo-"

"Stop salahin diri lo sendiri terus." Ujar Reyhan memotong ucapan Aland.

"Tapi emang salah gue, kalo aja gue samperin Sisi langsung waktu itu. Mungkin sekarang dia masih bisa ketawa tanpa harus tersiksa dengan alat-alat rumah sakit itu." Sarkas Aland.

Reyhan hanya bisa menghela napas menghadapi sahabatnya yang keras kepala ini, ia hanya tidak mau Aland terus menyalahkan dirinya sendiri.

"Lo gak tau 'kan gimana rasanya liat orang yang lo sayang, yang lo cinta celaka di depan mata lo tanpa lo bisa lakuin apapun. Saat gue bilang penyesalan ini, mereka bilang itu sudah takdir, itu nasibnya akhh bangsatt." Ujar Aland yang entah sejak kapan kehilangan kendalinya.

Melihat Sisi tidak ada perkembangan apapun membuat ia tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

"Jangan salahin diri lo lagi, semua udah digariskan oleh Tuhan. Kita gak bisa melawan kehendak-Nya Land."

"Pulang, pasti nyokap lo khawatir!" Ujar Reyhan mengingatkan lagi.

Akhirnya Aland memutuskan pulang atas paksaan Sarah dan Reyhan. Setiap hari memang seperti itu, jika tidak dipaksa Aland pasti sudah menginap di rumah sakit dan pulang saat pagi.

"Hati-hari dan langsung pulang." Pesan Reyhan saat akan menaiki motornya.

Tidak, Aland tidak ingin langsung pulang ada tempat yang harus dia kunjungi. Motornya membelah jalanan dengan kecepatan sedang.

••••

Kini seorang remaja tengah memperhatikan hamparan senja dari atas sebuah gedung. Senja dengan kenangannya, senja yang menjadi saksi kebersamaan serta kenangan yang sangat berkesan baginya. Ya, dia Aland.

"Seperti senja yang setia menanti matahari menepi, seperti itulah aku menantimu kembali." Batin Aland.

"Kapan bangun, gue rindu." Ujar Aland entah pada siapa dengan pandangan masih ke langit jingga.

Happiness SeekersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang