#7

521 82 6
                                    

"Lo harusnya paham ya, gue risih sama lo."

"Jun aku cuma pengen bantu kamu aja dan aku pengen jadi teman kamu. Pengen bisa lebih dekat lagi sama kamu."

"Gue ngga butuh bantuan dan teman. Apalagi punya teman kaya lo! Gue tuh benci banget sama lo tau ngga!"

Sudut bibir Jaemin turun secara otomatis atas penolakan keras Junseok. Sorot mata sedihnya mengikuti pergerakan Junseok yang mulai melenggang jauh meninggalkan dirinya sendiri.

Tapi,

Jangan sebut dia Lee Jaemin jika hanya pasrah. Hey gadis, kata 'pasrah' tak ada didalam kamus hidupnya. Bahkan mungkin kata 'pasrah' baru saja Jaemin dengar. Entah, yang jelas kini Jaemin sudah berada didepan sebuah kafe. Duduk sendirian.

Tapi ini bukan kafe yang dikunjungi Jaemin bersama buna beberapa waktu yang lalu. Kafe yang ini sedikit lebih kecil. Meskipun begitu suasananya tak kalah hangat.

Jadi Jaemin menguntit Junseok secara diam-diam. Mengkayuh sepedanya dengan kencang karena Junseok sudah lumayan jauh tadi. Untungnya masih bisa terkejar meski dijalan sempat diteriaki orang-orang karena Jaemin menaiki sepeda seperti orang kesurupan.

Sekarang ini pukul enam sore. Kafe terlihat sudah mulai dipadati pengunjung tapi Jaemin masih saja duduk setia dikursi panjang dekat kafe. Kedua netranya secara bergantian menatap jalanan yang lumayan ramai beserta orang-orang yang berlalu-lalang.

Jaemin memainkan gelang dengan liontin berbentuk puzzle yang ia pakai. Anak ini jelas merasa kesepian disana. Kasihan sekali, ia hanya duduk sendirian di pinggir jalan. Mirip seperti anak yang ditinggal ibunya.

Tapi disaat yang bersamaan ia terlihat lucu. Terutama gerakan kepalanya yang menoleh cepat menatap orang-orang yang silih berganti. Jaemin jadi seperti kucing yang gampang tertarik dengan benda-benda bergerak.

Sesekali Jaemin juga menatap bagian dalam kafe dari balik jendela kaca. Rasanya seperti de javu ketika Jaemin mendapati sosok Junseok yang sedang bermain gitar dengan serius dan tulus. Alunan suara gitar samar terdengar dari tempat dimana Jaemin duduk. Indah sekali. Jaemin sangat suka.

Sekarang masih pukul delapan malam tapi Jaemin berkali-kali menguap. Anak laki-laki manis itu mengantuk. Mungkin efek lelah karena bekerja seharian. Kakinya juga mulai terasa nyeri. Kalau yang ini sih bukan hanya karena efek dari bekerja seharian, tapi juga imbas dari dirinya yang mengkayuh sepeda dengan bar-bar.

Sambil menunggu Junseok selesai bekerja, Jaemin sesekali memberikan pijatan kecil di kakinya. Meski tidak mungkin bisa langsung menghilangkan rasa nyeri, tak apalah setidaknya bisa berkurang.

Namun gerakan tangan Jaemin terhenti ketika mendapati warna biru keunguan mulai timbul di kedua kakinya. Itu efek lelah tentu saja. Ah, Jaemin jadi kepikiran jika nanti bunanya tau dia harus jawab apa?

Tak mungkin Jaemin jujur karena dia tadi bilang pada Yoona mau main seharian dengan empat sahabatnya. Tentu saja Yoona mengizinkan dengan mudah.

Ngomong-ngomong tentang empat sahabat Jaemin, tadi Jaemin juga membohongi mereka dengan bilang.

"Nanti aku ngga bisa ikut. Buna minta waktuku seharian ini."

Jaemin berbohong kepada banyak orang hari ini. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai ketahuan.

"Loh Junseok kok...?"

Ekspresi kaget Jaemin muncul ketika mendapati Junseok yang sudah menghilang dari tempatnya. Dirinya clingak-clinguk ke segala arah, memandangi setiap sudut lekat-lekat. Namun Junseok masih enggan muncul dikedua bola matanya.

My Missing Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang