#18

479 69 3
                                    

I am back finally....

Don't forget to hit the star, leave a comment or comments and follow me :)

Without any further do, let's get started!!



Jaemin sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya setelah kurang lebih lima hari menginap di rumah sakit. Operasinya berjalan lancar dan beruntungnya cedera patah tulangnya tak begitu parah, meski faktanya cedera itu sangat dan sangat mengganggu aktivitasnya.

Pasalnya anak manis itu mengalami patah tulang lengan bawah sebelah kanan. Tahu sendiri, tangan kanannya sangat dominan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Disinilah Jaemin harus belajar menggunakan tangan kirinya karena tak ingin selalu merepotkan buna. Walaupun memang buna juga tak pernah keberatan ketika Jaemin meminta bantuannya.

Duduk bersandar pada kepala ranjang, Jaemin nampak fokus menekuni sebuah buku yang ada  ditangannya. Mata fokusnya bergerak lincah seiring dengan jajaran kata yang sambung menyambung menjadi sebuah kalimat, lalu berubah menjadi paragraf. Kalau difikir-fikir tumben sekali anak ini mau membaca buku.

Terlihat pula anak itu membolak-balikkan halaman demi halaman dengan satu tangannya, tangan kirinya. Sebagai akibat tangan kanan yang masih diistirahatkan didalam arm sling yang akhir-akhir ini memang sangat akrab dengan dirinya. 

"Iya masuk aja," lalu atensinya beralih dengan segera ketika mendengar pintu kamar diketuk.

Tak lama kemudian yang ada dibalik pintu segera menerjang pintu dengan tak sabaran dan berhambur menghampiri dan memeluk Jaemin. Anak manis itu sampai dibuat kewalahan dan posisinya semakin tenggelam diantara kasurnya. Berkat dorongan yang lumayan kuat, namun tak sampai mengenai tangannyan yang patah kok. Tenang saja.

Jaemin senang-senang saja diperlakukan seperti itu

"Kangen."

"Ih apa sih Chan lebay banget, kemarin juga abis ketemu kan lo," Renjun mencoba menjauhkan tubuh Haechan yang lumayan menempel pada tubuh Jaemin. Takut kalau-kalau anak itu kebablasan dan lengan Jaemin yang jadi korban.

"Ya suka-suka gue lah," jawaban Haechan galak membuat semua orang geleng-geleng kepala.

"Kalian cuma berempat?" Ketika bertanya, Jaemin menyempatkan diri untuk melirik kearah pintu kamarnya. Siapa tahu ada satu orang lagi yang akan menyusul masuk. Tapi agaknya harapannya pupus.

"Iya Jaem," Jisung menjawab sambil sedikit meringis canggung karena mengerti siapa orang yang diharapkan Jaemin untuk datang. Dan orang itu tidak akan datang.

"Junseok udah ngga masuk sekitar  seminggu sih, denger-denger pindah tuh bocah sableng. Ngga tau lah gue, bocah sedeng kaya gitu gimana pikirannya." 

 Chenle juga diam-diam menyayangkan keputusan Junseok untuk pindah. Si sultan nampaknya sudah mulai menyayangi sahabat barunya, tapi malah begini balasannya. Chenle juga menyayangkan keputusan Junseok untuk meninggalkan sekolah elit nan favorit seantero Seoul itu. Jarang-jarang orang seperti Junseok itu bisa masuk kesana, persaingan ketat. Memang sekolah itu akhir-akhir ini bermasalah, akan tetapi perlu diingat bahwa sekolah itu sudah banyak berkontribusi untuk negara dengan mencetak lulusan yang benar-benar luar biasa.

"Udahlah kita hargai aja keputusannya Junseok." Huang Renjun.

Sudut bibir Jemin dipaksakan untuk naik mengikuti suasana. Satu hal yang tak bisa ditampik, kedua matanya memanas menahan marah dan sedih. Junseok benar-benar tidak main-main dengan ucapannya.

Sejak hari dimana Junseok berpamitan, anak berkaca mata itu bak hilang ditelan bumi. Tak ada satupun kabar darinya. Padahal Jaemin berharap anak itu akan menghubunginya, memberitahukan kabarnya mungkin. Sampai-sampai Jaemin pernah tak rela tidur malam demi menunggu pesan dari Junseok. Namun nyatanya semua itu nihil.

My Missing Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang