#24

377 60 2
                                    

"No kamu kemana aja sih? Aku khawatir," meski Jaemin berhasil meraih salah satu lengan Jeno, faktanya anak tampan itu segera meleaskan diri.

Setelah berhasil memarkirkan sepeda di garasi, Jeno lalu melenggang masuk rumah melewati Jaemin tanpa memperhitungkan keberadaannya. Dibawah lampu garasi yang sengaja dibuat temaram, Jaemin berdiri dan mungkin hanya dianggap patung.

Disinilah senyuman tulus Jaemin ketika mendapati Jeno telah pulang seketika luntur. Bibirnya melengkung ke bawah, kecewa. Bukan kecewa pada Jeno, melainkan pada dirinya sendiri yang tidak bisa bersikap baik pada Jeno tadi. Padahal kalaupun Jaemin beralasan dengan tepat dan halus pasti bisa diterima dengan baik. Tak perlu pakai otot atau nada tinggi.

Kini penyesalan terasa sesak memenuhi rongga dadanya. Jeno benar-benar marah padanya dan membuat Jemin bersedih hati ditelan penyesalan yang selalu terlambat datangnya.

"No?!" Jaemin memaklumi kalau Jeno marah padanya, yang bisa dilakukan Jaemin hanya mengekori Jeno ketika anak itu mulai masuk ke rumah. Melewati setiap ruangan rumah lalu akhirnya sampai juga di kamar. Anak itu langsung menuju kamar mandi dan Jaemin tak luput untuk selalu mengikuti tapi hanya sebatas walking closet

Ya maksudnya masa Jaemin ikut masuk? Mungkin saja Jeno mau bersih-bersih diri, kan?

Dengan kesabaran ekstra, Jaemin menunggui Jeno diluar kamar mandi. Saking lamanya Jeno berada didalam sana, Jaemin jadi mengantuk, anak manis itu menguap terus-terusan, matanya juga mulai memerah. 

Maksudnya, Jeno tumben sekali sangat lama didalam kamar mandi. Biasanya tidak begini, biasanya kalau mandi pun Jeno tak selama dirinya. Mau tak mau Jaemin mulai berfikir yang aneh-aneh.

Apakah Jeno baik-baik saja?

Huwek... huwekkk...

Kejanggalan mulai terjawab ketika suara itu menyapa gendang telinga Jaemin. Membuat anak itu bereaksi, menerobos masuk kamar mandi yang ternyata tidak terkunci dan akhirnya mendapati Jeno yang berjongkok didepan kloset. Anak itu muntah-muntah, wajahnya pucat, badan menggigil. Sudah pasti anak itu demam.

"Jeno?!" Spontan Jaemin memijat daerah tengkuk Jeno dan anak itu berusaha untuk membalasnya dengan senyuman meski Jaemin tahu mencoba tersenyum sambil menahan sakit itu sulit.

Dipapahlah tubuh Jeno lalu dibaringkannya di sofa. Sengaja karena Jeno pasti akan kesulitan kalau ditidurkan diatas. Mengingat kondisi anak itu yang Jaemin bisa tebak akan sering keluar masuk kamar mandi.

"Jeno istirahat dulu ya, aku mau ambil kompresan sama bikin bubur sama ambil obat dulu."

Tak sampai Jeno menjawab anak itu sudah berlari ke dapur dengan kecepatan cahaya mengambil segala apa yang dibutuhkan. Bolak-balik dari dapur ke kamar, dari kamar ke dapur dengan gesit memeriksa bubur karena belum matang dan memgompres dahi Jeno secara bergantian. Jeno bisa menebak Jaemin pasti sangat lelah. Makanya didalam hati Jeno merasa bersalah dan berulang kali minta maaf.

"No makan dulu terus minum obat terus istirahat ya? Aku suapin, ayo!"

Jeno menurut, Jaemin mulai menyuapinya dengan telaten seperti ibu-ibu yang menyuapi anak bayinya dengan penuh kasih. Tak berhenti disitu, sebelah tangan Jaemin digunakan untuk memijat tubuh Jeno. Masih terasa sangat panas, belum ada tanda-tanda turun demamnya.

My Missing Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang