Bab 14

6.8K 553 46
                                    

Darrel menahan senyum, lalu perlahan senyuman itu kembali lenyap dengan sendirinya yang kemudian berganti dengan wajah dingin. Akhir-akhir ini dia merasa dirinya sedikit aneh, seingatnya sudah begitu lama dia tidak lagi banyak bicara seperti ini. Dia bahkan tidak tahu kapan terakhir kalinya ia tersenyum, tapi bersama gadis itu-gadis yang seharusnya ia sakiti-tanpa sadar dirinya malah banyak tersenyum, meski itu hanya sebuah seringai yang selalu membuat Kinara merasa sebal. Tapi Darrel merasa ada yang berubah dengan dirinya, entah apa itu?

##

Praaang..

Suara itu menggema di setiap sudut kamar, sebuah baki yang di bawa oleh seorang pelayan terjatuh ke lantai, membuat piring dan gelas yang ada di atasnya pecah berserakan, sementara nasi dan lauk pauknya berhamburan, bercampur dengan tumpahan air susu yang ikut berceceran di sekitarnya.

"Sudah ku bilang, aku tidak mau makan! Apa kau tuli, huhh?"

Sang pelayan berdiri gemetaran dengan wajah menunduk, takut untuk menatap Tuan mudanya yang belakangan ini emosinya sering meledak-ledak.

"Maaf Tuan, tapi ini perintah dari Tuan besar!"

"Dan katakan padanya, kalau aku ingin bertemu!" sentak pria muda itu cepat, kulitnya yang terlihat begitu pucat kini merah padam, namun tidak menghilangkan kadar ketampanannya sedikitpun.

Dengan langkah sedikit terhuyung, pria itu berjalan menuju jendela kamar yang gordennya terbuka, masih sama seperti hari-hari kemaren, dimana ia selalu menimbang-nimbang cara untuk kabur dari jendela itu tanpa di ketahui oleh para penjaga yang berjaga ketat di luar sana, sedikit pesimis mengingat kondisi tubuhnya yang semakin lemah dari hari ke hari. Tapi mau bagaimana lagi, karena hanya cara ini yang terpikirkan olehnya, dia harap dengan mogok makan seperti ini sang kakek akan kembali memberinya kebebasan seperti dulu. Sayanganya ide untuk kabur dari rumah ini menurutnya bukanlah tindakan yang benar, mengingat anak buah kakeknya tersebar di mana-mana, pasti bukan hal yang sulit bagi pria tua itu untuk menemukannya lagi.

"Mau sampai kapan Anda menyiksa diri Anda seperti ini, Tuan Sean?"

Ya, pria muda berwajah pucat itu adalah Sean. Sontak suara berat yang amat sangat di hafalnya itu menyeret kembali kesadarannya.

"Kau?" Sean berpaling dan langsung terlihat kecewa saat menemukan Bagja berdiri di tengah-tengah kamarnya, menggantikan pelayan tadi yang kini terlihat sibuk membereskan ulahnya.

Entah sejak kapan pria paruh baya itu muncul di kamarnya? Sean begitu tidak menyukai pria itu, karena menurutnya pria itulah yang lebih dulu tidak menyukainya. Dan Sean yakin, saat ini pria itu pasti merasa sedang di atas angin, melihat dirinya dalam keadaan selemah ini.

"Sudah berapa kali ku katakan, kalau aku tidak ingin bertemu denganmu!" Tangan Sean mengepal, keringat dingin mulai bermunculan di tubuhnya, namun dia harus tetap menjaga langkahnya, Bagja tidak boleh melihatnya lemah.

Bagja tersenyum simpul, menatap Tuan mudanya dengan maklum.

"Hentikan senyummu itu, aku tidak suka melihatnya! Aku tahu kau sedang menertawakan kondisiku, bukan? Puas sekarang, kau sudah berhasil mencuci otak kakekku?"

Tangan Bagja yang berada di dalam saku celana mengepal kuat. "Saya tidak pernah melakukan seperti yang Anda tuduhkan itu Tuan, Anda berpikir terlalu jauh dalam menilai saya," ucapnya tenang.

Sean mendekat untuk kemudian merenggut kemeja pria paruh baya itu dengan sisa kekuatannya. "Jangan kira, aku tidak tahu apa yang ada di dalam isi kepalamu itu, pria sialan! Suatu saat, aku pasti bisa menyingkirkanmu dari sini, camkan itu!"

Bagja sedikit limbung saat Sean mengurai cengkeramannya dengan sekali hentak, namun seperti biasa Bagja hanya tersenyum menanggapinya. Bagja tidak mau kesalahan sekecil apapun dari tindakannya akan membuat Tuan muda kesayangannya terancam. Selain itu, dia memilih bertahan di sana semata-mata supaya kelak dia bisa menuntut keadilan untuk nasib putri semata wayangnya yang malang. Putri yang masa depannya telah di hancurkan oleh pria muda yang berdiri di hadapannya saat ini.

Sweet Revenge (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang