Bab 16

6.4K 540 40
                                    

"Aku hanya ingin tahu keadaan keluargamu, tapi Kakakmu itu menanyaiku macam-macam. Jadi salahku dimana, kalau begitu?"

Setelah mengatakan kalimat bernada dingin itu, Darrel meninggalkan Kinara begitu saja. Tidak menyadari kalau tatapan dan juga sikap lembutnya tadi berhasil membuat Kinara membeku di tempat, seakan tidak mempercayai kalau pria yang baru saja mengucapkan kepedulian pada keluarganya itu adalah orang yang sama yang telah membuat keluarganya sengsara beberapa waktu lalu.

##

Setelah pembicaraan terakhirnya dengan Kinara di lorong rumah sakit, Darrel memutuskan untuk kembali ke kantornya, dia sedikit terkejut saat sekertarisnya mengatakan kalau di sana sudah ada Bagja yang menunggunya.

"Ada apa?" tanya Darrel langsung.

Senyum terkembang di wajah Bagja menghilang saat melihat wajah Darrel terlihat begitu dingin.

"Tuan, apa kabar?" Bagja bertanya enggan saat mendapatkan tatapan tidak bersahabat dari Darrel.

"Jangan bertele-tele! Katakan saja ada apa?" Darrel berjalan kearah jendela, membelakangi pria itu.

Tatapan Bagja meredup, terakhir kali bertemu dengannya, Darrel memang sudah bersikap dingin padanya, hanya saja ia tidak menyangka kalau semua itu berkepanjangan hingga sekarang. Namun Bagja memaklumi hal itu, Darrel pasti berpikir selama ini dirinya berada di pihak Aditama dan juga Sean. Setelah peristiwa nahas itu memang Bagja belum mendapatkan kesempatan untuk menemui Darrel lagi, maka pantas saja jika Darrel berpikir demikian tentangnya. Darrel tidak tahu kalau selama 4 tahun ini, Bagja sebenarnya begitu tersiksa dengan pergulatan batinnya sendiri. Bagja tidak menampik kalau selama ini dia hanya berpura-pura bersekutu dengan mereka semua.

"Saya mendengar kabar, katanya Anda akan menikah akhir minggu ini." Bagja mencoba mencairkan suasana tegang yang tercipta. "Selamat Tuan, Anda tidak salah pilih, Nona Kinara adalah gadis yang baik."

"Kau tahu, kadang aku bertanya, apa yang di miliki oleh wanita itu sementara ibuku tidak, hingga si tua itu itu begitu menerimanya apa adanya?"

Bagja tertegun pada pertanyaan itu, namun sayangnya ia sendiri pun tidak memiliki jawabannya.

Di detik berikutnya, Darrel berdecih, lalu membalik tubuhnya dengan kasar sebelum memberikan Bagja tatapan membunuh. "Kau pasti tahu kan apa tujuanku menikahinya?"

"Tapi Tuan, Nona Kinara tidak bersalah! Jangan limpahkan kemarahan anda padanya, Tuan."

Darrel kembali berdecih dengan raut yang jauh lebih dingin dari sebelumnya.

"Apa ini? Jangan bilang, karena wajahnya telah mengingatkanmu pada seseorang!"

Bagja terbungkam, seolah tuduhan Darrel tepat mengenai sasaran.

"Tak ada yang sama dengan mereka, Bagja! Jadi hentikan pikiran konyolmu itu! Karena aku akan tetap melanjutkan niatku untuk menyakitinya!"

Bagja mengangguk perlahan sebelum terdiam selama beberapa saat, mungkin memang sebaiknya dia tidak perlu membahas hal itu. Matanya mengawasi Darrel yang mulai mematik rokok di tangannya. Tanpa sadar, alis Bagja berkerut.

"Dulu, seingatku Anda bukan perokok?"

Bagja jelas sedang menyindir Darrel, tapi sayangnya Darrel tidak lagi peduli.

"Sudah banyak yang berubah, Bagja!" sahut Darrel dengan dingin, sebelum menghisap rokok itu dengan tenang, seolah sindiran Bagja tidak lagi berpengaruh baginya.

Bagja menatap Darrel dengan sedih, nyatanya memang sudah banyak yang berubah dari pria itu. Jika di masa lalu, Darrel selalu bersikap patuh padanya layaknya anak pada orang tua, sekarang jelas hal itu sudah tidak sama lagi. Sontak kesadaran itu membuat hati Bagja berdenyut nyeri.

"Tuan Sean...." Bagja menarik nafas, berusaha meredakan denyutan nyeri di dadanya.

Sementara Darrel terlihat menegang, menunggu Bagja melanjutkan ucapannya.

"Kondisinya semakin tidak baik, dia selalu menolak untuk makan, hingga kesehatannya makin memburuk setiap harinya."

Darrel menghisap rokoknya dengan tenang, lalu membuang kembali pandangan, menerawang jalanan dari kaca jendela. "Pastikan dia baik-baik saja, paling tidak sampai dia menyaksikan sendiri kalau kekasihnya sudah menjadi milikku. Setelah itu ku serahkan dia padamu!"

Bagja termenung, terselip keraguan di hati setiap kali wajah Dharma melintas di benaknya, namun ketika ingatan akan nasib putrinya yang malang seketika hatinya mengeras kembali. Bagja tidak boleh lemah, Sean memang anak Dharma, sahabatnya, tapi jelas pria itu jugalah yang telah menghancurkan masa depan putrinya. Sean harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, barulah Bagja akan memaafkan kesalahannya.

"Miranda ... apakah dia baik-baik saja?"

Kata-kata yang terucap dengan penuh keraguan itu, di respon Darrel dengan dengkusan kasar. Pria itu membuang rokoknya yang sudah tinggal setengah lalu menginjaknya dengan penuh nafsu. Kemudian berpaling untuk menghadapi Bagja, dan melemparkan tatapan menusuknya seperti biasa.

"Ada hak apa kau menanyakan kabarnya, huh? Jangan bilang, kalau sekarang kau peduli pada nasibnya!"

"Aku memang peduli padanya, aku sangat peduli pada kalian, Tuan!" Kilah Bagja dengan tegas.

Darrel tertawa mencemooh sembari mendongakkan wajahnya, bertingkah seakan yang Bagja ucapkan adalah hal yang lucu baginya.

Bagja lagi-lagi terdiam, dia berusaha memaklumi sikap sinis Darrel padanya. Lagi pula, ini memang salahnya!

Selang beberapa waktu, Darrel menghentikan tawanya. Pria itu kemudian berjalan perlahan mendekati Bagja, menatap lekat wajah tua itu untuk beberapa waktu, dan entah kenapa detik itu juga Darrel tidak lagi mampu menutupi kedukaannya, Bagja jelas-jelas bisa melihat kalau sorot mata tajam itu kini menampilkan luka yang mungkin tidak pernah ia tampakkan di depan orang lain.

"Dimana kau di saat dia membutuhkanmu? Kau bahkan tidak peduli padanya saat itu!"

"Itu tidak benar Tuan!" Bagja berusaha membela diri, dia ingin Darrel memahami posisinya saat itu.

Darrel tertawa pahit. "Apanya yang tidak benar, huh? Kalau kau memang peduli padanya, kenapa saat itu kau malah menghalangiku untuk menghajarnya? Seharusnya kau juga berkata jujur pada si tua itu tentang apa yang telah cucu kesayangannya itu lakukan pada anakmu! Ah, aku bahkan ragu dia tahu kalau kau punya anak! Tebakanku tidak salah, bukan?" kemudian tersenyum miring.

Bagja tertegun, kata-kata tajam yang Darrel lontarkan langsung menusuk hatinya keras. Suaranya bahkan terasa menyangkut di kerongkongan, seolah kata-kata tajam itu langsung menyumbat suaranya.

"Saya hanya menunggu waktu yang tepat...."

"Dan menurutmu, kapan waktu yang tepat itu, Bagja?" Darrel mendesis tajam.

Lagi-lagi Bagja terdiam, dia seperti tidak bisa menjawab pertanyaan Darrel dan rupanya hal itu malah membuat Darrel semakin meradang.

"Sekarang pulanglah ke tempatmu, dan kembali menjadi abdi setia untuk mereka. Kami tidak lagi butuh pria pengecut sepertimu!"

Darrel berbalik, lalu meninju kaca jendela dengan sekuat tenaga, hal itu di saksikan langsung oleh Bagja. Pria paruh baya itu terlihat syok sekaligus sedih, terkejut pada apa yang di lakukan oleh Darrel di hadapannya, Darrel tidak main-main dalam menyakiti dirinya sendiri. Mau tidak mau Bagja membenarkan ucapan rekan-rekan bisnisnya mengenai Darrel, pria itu memang sudah banyak berubah dewasa ini, Darrel yang sekarang bukan lagi remaja yang akan tersenyum menyambut kedatangannya, bukan pula remaja dengan mata menyala-nyala penuh tekad saat meminta dirinya untuk mengajarinya bisnis. Yang ada di hadapannya saat ini hanyalah seorang pria dewasa penuh luka yang mencoba bersikap dingin agar terlindungi dari kejamnya dunia. Kenyataan itu sontak membuat hatinya di rundung perasaan bersalah, hanya karena janji persahabatannya dengan Dharma di masa lalu, secara tidak langsung dia juga ikut melukai putra sahabatnya itu.

Tbc

Sampe sini masih bingung? Wkwk

Sabaarrr, ntar jg dikit² keungkap msalahnya😂

Sweet Revenge (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang