Bab 15

7.3K 522 47
                                    

Seolah masih belum cukup menyiksa dirinya lebih lama lagi saat berada di dalam perjalanan tadi, kini Kinara juga kembali di hadapkan berduaan di dalam lift bersama pria menyebalkan itu. Dan benar kata orang, jika waktu akan berputar begitu lambat untuk sesuatu hal yang tidak kita sukai, dan Kinara merasakannya sekarang, dimana pintu lift tidak juga terbuka padahal lantai tujuannya bukan lantai teratas gedung itu.

Begitu kotak besi itu terbuka, Kinara langsung keluar dan setengah berlari menuju kamar rawat Widy, tanpa mau repot-repot berpamitan pada Darrel lebih dulu.

Dia langsung berkaca-kaca begitu melihat sang ayah serta kakaknya sudah ada di dalam sana, sedang menunggui Widy yang masih belum sadarkan diri setelah menjalani operasi semalam.

"Ayah, Kak Bara?" Kinara sontak menghambur pada kedua pria yang ia kasihi itu.

"Kinar." Danu yang tengah duduk di kursi roda sontak tersenyum haru begitu melihat Kinara muncul di sana, memeluknya erat sambil menangis tersedu-sedu.

"Bagaimana keadaan Ayah?" tanya Kinara begitu tatapannya beralih kearah perut Danu yang masih di lilit perban.

Danu tersenyum lembut sembari mengusap kepala anaknya, menenangkan.

"Ayah sudah tidak apa-apa, Sayang. Ini hanya luka gores, tidak berdampak serius untuk kesehatan ayah."

"Benar, Kak?" Kinara beralih menatap Bara yang belum juga membuka suara sejak kemunculannya.

Bara mengangguk singkat, sambil menatap Kinara dengan sungguh-sungguh.

"Ayah sudah tidak apa-apa, untungnya penjahat itu hanya menggores sisi perut Ayah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan Ayah, kalau napi itu benar-benar menusuk perutnya." Bara mengepalkan jemari saat menceritakan kejadian mengerikan itu.

"Jangan berlebihan Bara, jangan membuat adikmu semakin takut." Danu mengusap lengan putranya, meluluhkan amarah Bara.

"Sekarang kan yang terpenting Ayah sudah tidak apa-apa, dan kita bisa berkumpul bersama lagi seperti dulu."

Kinara tersenyum haru namun ia menahan air matanya untuk tidak keluar, dia harus kuat di depan keluarganya saat ini.

"Kinar senang, akhirnya kita semua bisa berkumpul lagi," ungkap Kinara sembari merangkuli leher Danu dengan pipi yang saling menempel.

"Sesuatu tidak terjadi denganmu kan selama kami di penjara?" Tiba-tiba Bara bertanya, sambil menyipit pada adiknya.

"Hah? Ap-apa?" Kinara tergagap begitu mendengar pertanyaan Bara yang penuh selidik.

"Jujur saja, karena Kakak sangat khawatir denganmu dan juga ibu di sini, apalagi akhir-akhir ini kamu sudah tidak lagi menemui kami di penjara."

"A-aku baik-baik saja kok Kak, hanya saja ... penyakit ibu yang semakin memburuk akhir-akhir ini, membuat Kinar jadi tidak ada waktu untuk menjenguk kalian di penjara, di sini Kinar terlalu sibuk mencari biaya untuk operasi ibu." Kinara menggigit bibirnya, berharap Bara akan percaya pada penjelasannya.

"Dan dari mana kamu mendapatkan biaya operasi ibu, Kinar? Sementara Kakak tahu operasi by pass jantung itu biayanya tidak sedikit. Apa ini ada hubungannya juga dengan kebebasan kami?"

"Sebenarnya ... itu...." Kinara tidak tahu, apakah tindakannya akan tepat jika memberi tahu perihal yang sebenarnya pada keluarganya di saat seperti ini? Mungkin ayahnya akan mau mengerti alasannya, tapi Bara ... Kinara yakin kalau kakaknya itu pasti akan marah besar jika tahu apa yang sudah ia lakukan untuk menolong keluarganya. Pemikiran itu seketika membuat Kinara meringis ngeri membayangkannya.

Tiba-tiba pintu ruangan di ketuk dari luar, Kinara yang masih duduk bersimpuh di bawah kaki Danu mendongak sebelum menengok, kemudian terkejut di detik berikutnya saat sosok Darrel muncul dari balik pintu yang sudah dibuka.

Sweet Revenge (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang