Enjoy Reading
Alex sedikit berlari dengan Eveline berada digendongan, wanita itu meringis menahan sakit akibat luka dilengannya walaupun seperti itu tanpa Alex sadari senyum kecil terukir dibibir Evelin.
Saat didepan rumah sakit beberapa suster menghampiri. Mereka tampak gugup ketika berhadapan dengan orang nomor satu di Spanyol. Terlebih mendapati wanita yang berada digendongan Alex dengan darah menetes dilengan membuat para perawat bertanya-tanya. Alex membaringkan tubuh Eveline diatas brangkar lalu didorong oleh beberapa perawat
Tak berselang lama datanglah Edward dengan langkah tergopoh. "Apa yang terjadi?" tanyanya penasaran.
"Nanti aku ceritakan rawatlah lukanya dulu," jawab Alex datar sesekali melihat kearah jam yang melingkar dipergelangan tangan.
Edward tak bertaya lebih lanjut pun masuk keruangan yang disediakan untuk Evelin. Pandangan pria itu tertuju kewajah Evelin yang yang sedikit memucat, tapi untunglah luka dilengan tak dalam dia hanya terserempet peluru, mungkin Eveline hanya syok saja.
"Syukurlah peluru itu tak dalam, kau sangat beruntung Eve," ucap Edward pelan, entah kenapa ucapan Edward terdengar seperti sindiran.
"Harus ku akui kau sangat hebat hingga kau begitu rela mengorbankan dirimu untuk menolong Alex," lanjutnya dengan senyum tipis tapi kedua matanya masih fokus pada luka Eveline.
"Itu hanya kebetulan aku berada disana," jawab Evelin gusar sambil melirik Edward yang terlihat tenang juga santai. Pembawaan yang tenang itu justru membuatnya takut.
"Kebetulan yang membawa berkah," ejeknya, setelahya menutup luka dengan kasa dan memberi plaster.
"Mungkin Tuhan masih ingin melindungi Alex itulah sebanya aku berada disana dan menolongnya."
Edward terkekeh geli saat Eveline membawa nama Tuhan dalam pembicaraan mereka, terdengar sedikit konyol ketika diucapkan oleh wanita sepertinya.
"Jadi kau menganggap kau malaikat yang dikirim untuk melindungi Alex, uuuh, mengharukan sekali betapa baiknya Tuhan mengirimkan sosok malaikat seperti dirimu."
Eveline menatap Edward tajam ia tahu Edward sedang meyindirnya, apa Edward sudah mengetahui tentang sesuatu?
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" tanya Eveline wajahnya menunjukkan ketidaksukaannya.
Ekspresi kesal Eveline menimbulkan senyum tipis untuk Edward padahal hanya sindiran kecil tapi sudah bisa membuat emosi wanita itu naik.
"Tidak ada, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih sudah menolong sahabatku," tercetak senyum miring yang menyebalkan untuk dilihat.
"Kau tidak perlu berucap terimakasih karna Alex juga sangat penting untukkku."
Sontak ucapan itu membuat Edward terkekeh geli, Evelin yang sekarang berbeda dengan Evelin dua tahun lalu, kedua matanya seperti Morinka, egois juga penuh ambisius.
.
.
.
Ditempatnya Aira duduk gelisah, sudah hampir satu jam berada disini sama sekali tak ada tanda kedatangan Alex, bahkan makanan dan minuman sudah tersaji sejak dua puluh menit yang lalu. Sedari tadi kedua netranya tak pernah lepas dari pintu berharap Alex datang tersenyum kearahnya.
Malam semakin larut kebahagian yang sempat dirasa kini terkikis, pintu tak kunjung terbuka Aira menghembuskan nafas lelah, kedua netranya memanas, sungguh ia tak ingin menangis, tapi entah mengapa akhir-akhir ini ia menjadi sangat cengeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Boss END (Tahap Revisi)
Romance#Cerita ini mengandung unsur dewasa dan (21+) bagi yang dibawah umur harap bijak memilih bacaan Menjadi seorang janda dan single mom membuat Aira stania harus berjuang mencari nafkah untuk menghidupi putrinya. Hingga dia bekerja dan harus menghad...