Part 42

9.5K 376 10
                                    

Suara kicauan burung terdengar bersautan. Mentari pagi bahkan merangkak naik hingga kilaunya menembus gorden tipis di kamar yang ditempati Alex. Kedua kelopak mata lelaki itu mengerjap menyesuaiakan keadaan.

Sudut bibir Alex berkedut ketika mendapati wajah damai sang kekasih, netranya beralih pada tubuh Aira yang tertutup selimut. Benda itu hampir melorot hingga menampilkan pundak mulus Aira.

Alex sangat ingat setelah pertengkarannya semalam ia memaksa masuk menggunakan kunci cadangan, dengan usaha keras membujuk Aira dan berakhir pergumulan panas. Kekehan kecil terdengar tatkala memori itu berseliweran di otaknya.

Tangan Alex terangkat mengelus lembut pucuk kepala Aira kemudian mengecupnya, juga membetulkan Selimut.

Alex segera beranjak menuju kamar mandi karna akan ada rapat penting yang harus dihadiri. Jika saja rapat itu tak menyangkut uang trilliunan mungkin ia akan lebih senang bergemul dengan Aira di dalam selimut.

Setelah selesei bersiap lelaki itu kembali memandang sang pujaan hati yang masih terlelap. Ingin membangunkan tapi, tak tega. Aira pasti lelah karna mereka baru tidur subuh tadi.

Alex turun kebawah untuk sarapan, di ruang makan sudah terlihat Eveline yang menduduki salah satu kursi. Tanpa menyapa lelaki itu mengambil tempat duduk yang jauh dari wanita tersebut.

Senyum Evelin seketika terbit saat tahu yang duduk adalah Alex.
"Alex," binar kagum terlihat jelas dikedua matanya. Alex begitu menawan dengan tampilan kerja.

"Kau ingin sarapan? apa yang kau inginkan? aku akan mengambilkannya!" dengan antusias Eveline berdiri mengambil salah satu menu tapi, sebelum makanan itu diletakkan dipiring Alex, lelaki itu mencegahnya.

"Tidak perlu, teruskan saja makanmu!"

Seketika rautnya berubah murung kembali duduk menaruh sajian ditempat semula.
"Keberadaanku disini pasti mengganggumu," menunduk dalam sambil menggenggam sudu erat.

Mendengar perkataan itu Alex meletakkan garpu yang dipegang menghembuskan nafas pelan. Sangat malas menjawab pertayaan yang sudah jelas jawabannya. Tentu saja keberadaannya sangat mengganggu, baru saja datang, ia sudah dimusuhi Aira.

Bagaimana jika dia berada disini dalam waktu lama pasti kehidupan tenangnya akan hilang. Sepertinya keputasan membawanya kesini adalah kesalahan besar.

"Iya," jawab Alex acuh tanpa melihat lawan bicaranya.

Eveline berkedip beberapa kali, tak menyangka Alex orang yang seterus terang ini. Ia sempat berfikir setelah melihat keadaannya lelaki ini akan bersimpati, bahkan sejak datang Alex tak pernah bertanya darimana ia mendapatkan seluruh luka tubuhnya.

Perlahan Alex menyandarkn tubuhnya di kursi, menyorot Evelin tajam.

"Aku bukan orang yang suka berbasa-basi Eve, keberadaanmu cukup mengganggu hubunganku dengan tunanganku tapi tenang, aku takkan mengusirmu dari sini karna kau tak memiliki tempat yang dituju, bukan?"

Eveline menggigit bibir bawah, meremas gaun yang dipakai, setestes cairan bening mengalir dari sudut mata. Hatinya merasa sakit, apa sudah tidak ada cinta untuknya walaupun hanya secuil bahkan Alex sudah menganggapnya seperti orang asing.

Inilah salah satu alasan yang membuat Alex malas berlama-lama di dekat wanita itu. Wanita adalah mahluk yang lemah, selalu berfikir menggunakan hati. Sedangkan ia sendiri tak memiliki hati.

Bukannya iba lelaki itu justru jengah melihat tangis Evelin. Ia tahu kata-katanya menyakitkan. Tapi, jujur bukankah lebih baik daripada harus berkata bohong, bukan?
Alex mengambil sapu tangan, melemparkannya pada Eveline.

My Crazy Boss  END (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang