Lucaz dan Maria berlari mengikuti para suster mendorong brankar, diatasnya tergeletak tubuh Aira tak sadarkan diri.Langkah Lucaz dihentikan oleh suster karna Aira sudah memasuki ruang periksa. Lucaz terus berjalan tanpa henti seperti papan setrika yang mana membuat Maria semakin pusing.
"Duduklah, nak! kau semakin membuat mom pusing."
"Kenapa dia tiba-tiba pingsan mom padahal sebelum memasuki toilet dia
terlihat baik-baik saja." Lucaz tetap berdiri tapi bedanya ia sudah menghentikan langkah menuruti perkataan Maria."Kita tunggu hasil dari dokter," jawab Maria pelan juga tak bisa berbuat banyak selain menunggu.
Tak berselang lama pintu disebelah mereka terbuka dengan keluarnya seorang dokter wanita yang usianya setara dengan Maria. Dokter itu tersenyum hangat saat melihat Lucaz.
"Kau suami dari pasiean?"
Lucaz merasa kebingungan menjawab, alhasil ia hanya menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Selamat tuan istri anda sedang mengandung," lanjut sang dokter menampilkan senyum hangat.
Bagai tersambar petir disiang bolong, tubuh Lucaz mendadak kaku dengan wajah yang terlihat pucat. Kabar yang diberitakan oleh dokter begitu mengejutkannya, jantung Lucaz seperti tertikam sebuah benda tajam hingga membuatnya robek dan begitu menyiksa.
Saat mencoba kembali menaruh harapan tapi harapa itu kembali dipatahkan lagi dan lagi bahkan kali terasa begitu menyiksa. Maria mengelus lengan putranya merasa prihatin melihat sang putra yang kembali patah untuk kedua kali.
Sang dokter wanita mengerutkan alis bingung melihat reaksi dua orang didepannya, saat mendengar kabar kehamilan seharusnya mereka akan senang tapi wajah mereka menunjukkan kebalikan. Sang Dokter mencoba mengabaikan semua pertanyaan yang bersarang dikepala, Iapun kembali meneruskan kalimatnya.
"Usia kandunganya empat minggu anda harus ekstra hati-hati menjaganya tuan! karna usia muda sangat rentan mengalami keguguran."
"Anda juga bisa menemui istri anda sekarang karna pasien sudah sadar," timpal sang dokter lagi.
Lucaz mengabaikan perkataan sang dokter masih sibuk dengan fikirannya sendiri.
"Terima kasih, Dok," jawab Maria pelan mewakili Lucaz.
"Tunggulah disini jika kau belum siap menemuinya! Mom masuk dulu untuk melihat Aira," mengelus pundak Lucaz kemudian memasuki ruang rawat Aira.
Diatas brangkar, Maria melihat Aira yang tidur dengan kepala menghadap jendela, jarum infus terpasang dilengan kiri, ia dapat melihat kerapuhan wanita itu, Aira hanya diam tapi air mata yang terus mengalir sudah mewakili bagaimana perasaannya.
Menghela nafas lalu mengelus pucak kepala Aira pelan. "Kenapa kau bersedih sayang, seharusnya kau senang akan kedatangan anggota baru."
Mendengar ucapan Maria pandangannya beralih menatap wanita paruh baya itu dengan wajah sembab. Melihat wajah malaikat wanita paruh baya itu, membuat Aira tak bisa menahan kesedihan, pun memeluk pinggang Maria sambil menangis sesenggukan menumpahkan rasa sedihnya pada wanita yang begitu baik menganggapnya putri sendiri.
Maria hanya bisa mengelus rambut Aira menyalurkan ketenangan untuk wanita yang terlihat rapuh. "Tenanglah kau bisa menyakiti calon anakmu! bayi itu tak bersalah," bisik Maria penuh kesabaran.
"Aku tak pernah menyalahkan keberadaannya, aku meyalahkan kebodohanku. Aku memiliki seorang putri yang tak ber ayah sekarang kembali mengulangi kesalahan yang sama," isak Aira pilu.
"Tuhan pasti punya rencana lain untukmu Aira. jangan menyesali yang sudah terjadi."
Aira semakin menangis keras, ia merasa beban ini terlalu berat, bagaimana nasip anaknya kelak, orang tuanya pasti kecewa melihatnya seperti ini, dia yang ingin meringankan beban orang tuanya malah menambah beban mereka lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Boss END (Tahap Revisi)
Romansa#Cerita ini mengandung unsur dewasa dan (21+) bagi yang dibawah umur harap bijak memilih bacaan Menjadi seorang janda dan single mom membuat Aira stania harus berjuang mencari nafkah untuk menghidupi putrinya. Hingga dia bekerja dan harus menghad...