"Daaaah Mama, mama di rumah baik-baik ya, jagain Steven sama Princess." ucap Ineu sambil melambaikan tangannya. Mas Althaf hanya melihat kami di depan pintu, ia tak berani mendekati putrinya.
"Sudah berangkat?" tanyanya sambil mengekori aku dari belakang.
"Heem ... " jawabku singkat sambil mengambil peralatan perang untuk membersihkan rumah.
"Argh ... Oke kamu mau saya harus bagaimana?" tanyanya dengan nafas pasrah, lalu duduk di depanku dengan wajah frustasi. Dan aku malah senang melihat wajahnya yang frustasi seperti ini.
"Pikir sendiri mas, aku mau beres-beres rumah. Bibi masih lama pulangnya." kataku dengan cepat.
Mas Althaf menyugar rambutnya, hingga acak-acakan. "Rumah setiap hari kamu bersihkan, saya nggak mau tahu, kamu harus baik lagi sama saya." tegasnya.
Aku mendelikan mataku dengan tajam, sambil melihat ke arahnya. "Egois! minggir aku mau kerja!" bentakku.
"Sayang stop! oke saya tahu saya salah, kita baikan oke." pintanya dengan paksa.
Aku tak menggubrisnya, lalu pergi ke belakang mengambil kemoceng, sepertinya membersihkan wajah Mas Althaf menggunakan kemoceng ide yang baik.
"Jangan deket-deketan, aku masih marah." kataku sambil berjalan dengan cepat.
Terserah Mas Althaf mau marah juga, terserah!
Aku udah males liat wajahnya, bikin jengkel terus. Aku memilih menyibukan diri dengan membersihkan rumah, bahkan hingga ke taman belakangpun aku urus hingga benar-benar bersih dan indah dipandang.
Mas Althaf belum berangkat juga, bahkan bajunya sudah di ganti dengan pakaian yang lebih santai, hanya menggunakan kaos polos berwarna hitam dan celana kolornya.
Mas Althaf sedari tadi hanya menjadi penontonku, tanpa berniat mau ikut membantu aku. Dasar suami tidak berkeistrian!!
"Uni ... " panggilnya lagi.
Aku mengabaikannya lagi.
"Mas kamu kenapa sih? katanya ada meeting? Kamu belum berangkat juga?" tanyaku sambil saat duduk sofa taman belakang, dekat kolam ikan.
"Saya mau di rumah, nemenin istri saya yang lagi ngambek sama saya." jawabnya dengan santai, aku hanya berdecak dengan pelan.
"Salah sendiri!" ketusku.
"Jalan-jalan mau? Kita honeymoon, mau?" tanyanya dan kini tangannya sudah menempel di perutku.
"Malu diliatin tetangga, aku masih sebel sama kamu. Lebih baik Mas berangkat kerja, aku izin libur lagi pokoknya! Awas ya kalau nggak di izinin, nggak akan ada jatah malam ini." kataku sambil mengambil air putih di atas meja.
"Tetap gajinya saya potong. Saya harus profesional meskipun kamu istri saya."
Jleb! Ada yang ketusuk tapi bukan daging.
Aku menatap tak percaya, apa barusan? "Mas bilang apa sekali lagi? aku ingin dengar dua kali."
Mas Althaf menatap kearahku dengan horor, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ingin aku pites kepalanya. Huwa aku sebel banget liat wajah dia tuhan.
"Tetap gajinya saya potong. Saya harus profesional meskipun kamu istri saya." jelasnya lagi dengan mantap. Aku mendelik dengan tajam, mataku kembali menyatakan kekesalan padanya. Aku ingin kembali menangis, astaga moodku kenapa begini. "Oke." kataku dengan cepat, dengan perasaan yang begitu jengkel.
Mas Althaf kembali menghela nafas dengan berat, "Astagaaa ... Maafkan saya sayang. Iya saya izinkan kamu, dan tetap digaji dengan full, ditambah bonus uang dapur dan jaminan uang tabungan hari tua. Jangan begini terus! Nanti saya bisa mati muda. Mau jadi janda muda?" ucapnya sambil tersenyum dan kini, memelukku dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejar Target
ChickLitNasib Lembayung Seruni, Seorang lulusan S1 yang terlibat hutang dan harus di lunasi hari itu juga. Hutang mendiang paman dan bibinya yang tega melibatkan dirinya yang tak tahu apa-apa, dan akibatnya, Ia harus menanggung beban sendirian ketika oran...