19. Balas Dendam

3.9K 260 12
                                    

"Entah kapan hati ini mulai jatuh ke dalam dekapanmu!"

_______________

Rumah Sakit Pelita
00.45 WIB

Reynal keluar dari ruang rawat Renata. Memberikan waktu untuk dokter memeriksa keadaan gadis itu. Diluar sudah ada Arka beserta teman-temannya, dan jangan lupakan keempat gadis yang memasang raut wajah khawatir.

Bianca menghela nafas lembut. "Kenapa bisa gini?" Reynal menggeleng singkat.

"Gue ngelihat Renata udah kaya gitu," balasnya dengan raut wajah datar. Tetapi bagi yang menatap intens manik mata Reynal, bisa dipastikan bahwa laki-laki itu sangat khawatir.

"Mungkin nggak sih, Renata di begal?" tanya Ryan. Reynal yang awalnya menunduk kembali menegakkan kepalanya.

"Kalau di begal, nggak mungkin barang berharganya masih ada!" bantah Reynal. "Buktinya waktu gue ketemu Renata, motornya masih ada. Lagi pula ponsel Renata juga ada sama gue!" kata Reynal.

Edgar menggelengkan kepalanya seraya menepuk tangan. "Gila Rey, tumben ngomongnya panjang bin lebar?"

Galang meringis melihat tingkah Edgar, bisa-bisanya cowok itu bercanda saat situasi sedang tegang seperti ini. "Diem bego!" bisik Galang seraya menoyor kepala Edgar. Sedangkan Reynal menatap Edgar tajam.

"Edgar nggak ada otak!" sahut Arka.

"Gue juga setuju kata Rey!" ujar Dira. "Nggak mungkin kan orang ngebegal tapi nggak ngambil apa-apa!"

"Sabar bro! kita cari pelakunya bareng-bareng!" Gerdan menepuk pundak Reynal.

Bianca mendesah kecil. Ia tak habis pikir siapa pelaku dari penusukan Renata. Sebagai sahabat dan seorang pemimpin, Bianca tidak bisa tinggal diam seperti ini.

Gadis itu menjauh dari kerumunan mencari tempat sepi. Arka yang melihat gadisnya pergi begitu saja membuat dahinya menyerngit heran. Saat ingin menyusul sepasang tangan mungil menghentikan aksinya.

"Biarin dia sendiri," kata Adiba meyakinkan Arka. Ia tahu apa yang akan dilakukan sahabatnya. Kalau saja ia tidak cepat-cepat menghentikan Arka, mungkin identitas mereka terutama Bianca akan terbongkar.

Salwa menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ucapan Adiba. "Iya, biarin aja dulu. Dia butuh waktu."

Bianca sedang berada di taman rumah sakit. Sejenak ia menoleh kebelakang untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengikutinya.

Dirasa aman, gadis itu meronggoh ponselnya dari saku hoodie yang ia kenakan. Membuka room chat bersama Raden, kemudian menekan tombol calling.

"Hallo?"

"Bang, Bian rasa ada yang aneh sama kejadian yang menimpa Renata!"

"Aneh kenapa?"

"Tadi, anak-anak nyimpulin kalau Renata di begal. Tapi kata Rey motor sama ponsel dan benda berharga lainnya masih ada!"

"Serius?"

"Iya. Bian minta tolong, cari bukti siapa pelaku semua ini. Kalau perlu Abang cek cctv daerah sekitar!"

"Oke, bakalan gue cari."

"Makasih ya Bang! Oh ya sekalian ambil motornya Renata."

"Iya. Btw kapan anak-anak bisa jenguk Renata?"

"Tunggu mereka pulang yah? nanti Bian kabarin, soalnya Bian juga pingin pindahin Renata ke rumah sakit Kak Farah!"

"Oke, kabarin aja kalau udah pindah hehe."

BIANCATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang