Hanya karena rasa bersalahmu, membuatmu terlalu sibuk memikirkan orang lain. Hingga kau tak punya waktu tuk memikirkan dirimu sendiri.
Tidak seperti biasanya Arvin bisa tidur siang. Biasanya kalau sudah tidur siang seperti itu, berarti dia sudah sangat lelah.
Terlihat jelas dari raut wajahnya.
Bagaimana tidak. Sejak pria itu kehilangan kabar dari gadisnya, hampir tiap malam dia tidak bisa tidur. Pikirannya selalu tertuju pada satu orang. Kekasihnya, Naiara Alessandra.
Meskipun saat ini sedang banyak pikiran, namun dia berusaha untuk tidak menunjukkannya dihadapan kedua orangtuanya. Sudah cukup dengan masalah sang kakak.
"Vin.. Kakak masuk, ya." Aline masuk ke dalam kamar sang adik. Terheran, ketika melihat adiknya tidur siang.
Lalu mendekatinya.
Sudah lama Aline tidak melihat adiknya tertidur pulas seperti itu.
Tumben nih anak tidur siang. Gak kayak biasanya.
Aline duduk di sampingnya, menatap wajah sang adik sangat lekat sembari merapikan rambutnya.
"Serasa baru kemarin kakak ngajarin kamu belajar jalan. Sekarang udah gede aja." Aline tertawa geli saat mengingat masa-masa kecilnya bersama sang adik.
Arvin yang tengah tertidur pulas pun terbangun, gara-gara mendengar suara sang kakak.
Hingga membuatnya kaget.
"Kakak.. ! Ngagetin aja." Sembari mengucek matanya, masih dalam proses mengumpulkan niat untuk bangun. "Ada apa kak ?"
"Nggak.. Cuma mau mastiin keadaan kamu aja. Maaf ya, tidur siang kamu jadi keganggu. Ya udah, kamu lanjut tidur lagi."
Tapi Aline masih memperhatikan sang adik ketika hendak lanjut memejamkan matanya.
"Kak, gimana aku bisa tidur kalo masih diliatin." Ucapnya dengan mata terpejam.
"Lucu aja.."
"Apanya yang lucu ?"
"Gara-gara ngeliatin kamu tidur kayak gitu, jadi keingat waktu kita kecil dulu."
"Keingat yang mana ?"
"Ya, semuanya. Meskipun kakak sering melakukan kesalahan, tapi kamu selalu ada tuk ngelindungi kakak dari omelannya papa."
"Mau gimana lagi.. Aku kan paling gak suka denger kakak nangis. Berisik tau ! Gak bisa didiemin sampe kemauan kakak itu diturutin. Itu yang bikin aku kesal."
Aline tercengir malu ketika mengingat-ingatnya.
"The best sih adek kakak ini. Selalu jagain kakanya dimanapun itu. Sampe kamu pindah-pindah sekolah karena sering banget tuh berantem sama orang yang suka gangguin kakak. Kamu ingat kan ?"
"Haha.. Kalo soal itu sih, sampe sekarang pun aku gak pernah lupa, kak."
"Sampe mama papa aja nyerah ngehadapin kamu."
"Dan cuma kakak yang bisa tenangin aku."
"Karna kakak tau, kalo kamu gak bisa ditenangin itu berarti kamu udah benar-benar marah sama orang yang menyakiti kamu."
Arvin diam sejenak, sambil berpikir. Sebenarnya sudah banyak kata yang terbendung dikepalanya yang ingin segera diluapkannya. Tetapi ia ragu kalau diceritakannya sekarang kepada sang kakak.
"Vin.."
"Mm ?"
"Ada apa ?"
"Gak ada apa-apa. Udah ah, aku mau lanjut tidur lagi." Membelakangi sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...