34. Dirawat

829 72 2
                                    

Della perlahan membuka matanya, netranya menangkap warna putih. Itu langit-langit rumah sakit, saat tangannya akan bergerak, dia merasakan ada sebuah selang di sana. Della di infus juga ternyata.

"Abang," gumamnya membuat dua orang yang duduk diam di sofa mendekat.

"Kakak baik-baik aja?" tanya Hasan khawatir.

"Bang Ziyan gimana San, Co?"

Keduanya terdiam. Pintu ruangan terbuka, beberapa orang yang baru datang menghampiri Della. Itu Ardian, kedua mertua Della dan orang tua Della. Minus Leon, Pria itu sedang dalam perjalanan pulang.

"Pah Mah, gimana keadaan Abang?" tanyanya menatap bergantian mertua dan orangtuanya di sana.

Hillal menghela nafas dan memeluk Della. "Baba sedang mencari informasinya, kamu jangan banyak pikiran ya, kasian anakmu," katanya.

Della memeluk Hillal dan menangis di dalam pelukan ayahnya. Walau bukan ayah kandungnya, Hillal benar-benar sudah seperti Ayah kandungnya. Kasih sayangnya dan juga perhatiannya, tidak pernah dibedakan sedikitpun dengan Hasan. Mungkin karena Hasan anak lelaki, dia lebih mandiri dari kecil walau agak polos.

"Ziyan belum ada kabar, sampai sekarang kak," kata Ardian memecah keheningan.

Aura mendekati Della dan mengusap rambut menantunya.

"Mamah yakin, Ziyan akan baik-baik saja."

Della menatap mertuanya dengan mata berkaca-kaca.

"Mah..."

"Ini perasaan seorang Ibu Dell, walau Mamah bukan ibu kandungnya. Ziyan dan Mamah memiliki ikatan batin."

Herman mengangguk membenarkan. "Ibu mertuamu benar, mereka memang punya ikatan ibu dan anak."

"Anak Mamah makan dulu ya, dari tadi siang kamu belum makan."

Della menatap Deana yang tersenyum dan mengangguk padanya. Akhirnya Della membuka mulutnya, menerima suapan Deana. Sedangkan suasana di sana kembali hening.

@@@

Besok paginya, seorang Pria menenteng beberapa tas dan juga membuka jaketnya. Terlihat pakaiannya yang kemarin dirinya pakai. Jelas saja, dirinya bahkan belum mandi saat bergegeas kebandara. Namun saat di sini, sesuatu membuatnya harus menunggu penerbangan pagi sekali.

Padahal seharusnya kemarin malam lah dirinya sudah terbang dan akhirnya terpaksa dia menginap di hotel dekat bandara. Sesuatu itu adalah kalung yang diberikan istrinya tertinggal di tempat latihannya, dan demi cintanya kepada istrinya, akhirnya dia kembali ke sana hanya untuk mengambil kalungnya.

Dia melihat jam di tangannya, tadi saat di negara itu jam masih pagi sekali. Dan sekarang sudah di sini, jam sudah berganti siang hari. Dirinya harus bergegas menemui sang istri.

Drrrtttt.... Dddrrrtttttt....

"Taksi!" teriaknya kepada salah satu taksi yang kosong.

Telponnya yang baru saja dia ganti dengan nomor sini, berdering keras. bukan hanya itu, banyak telpon lainnya yang tidak sempat terangkat dan juga beberapa chat yang tidak terbaca.

"Assallamualaikum, Hallo ada ap... a?"

"...."

"Apa?!"

"...."

"Kirim alamatnya sekarang?!"

Dia mematikan ponselnya dan melihat alamat yang diberikan.

"Pak kita tidak jadi ke sana, dan bisa kita ke alamat ini, tolong!" katanya yang diangguki supir.

"Baik Mas."

"Lebih cepat ya Pak," ujarnya lagi.

@@@

Ferinu menatap Della dan tersenyum.

"Kenapa lu?" tanya Ardian heran.

"Kalau gua bilang lo bakal nikah sebentar lagi gimana?" tanya Ferinu membalikan pertanyaan Ardian.

Ardian terdiam.

"Gak waras lu!"

"Yee, dikasih tau ngeyel!"

"Gak lucu, bego!" kesal Ardian keluar dari ruangan Della.

"Gue serius anjim, mau kemana lu?!"

"Jajan sama Hasan!" balasnya berteriak.

Mereka sepertinya lupa ini dirumah sakit.

Setelah merasa hanya berdua, Ferinu mendekati Della. Dia terkekeh melihat wajah sedih kakak sepupunya itu. sedangkan yang merasa dirinya di tertawakan mendelik kesal.

"Sedih ya bu hj?"

"Udah tau nanya!" kesalnya.

"Bang Ziyan baik-baik aja," kata Ferinu.

Della menatap Ferinu. "Elu... kok tau?"

"Harunya Ferinu yang tanya, Kak Della lupa?"

Wanita itu terdiam dan menggeleng.

"Lu manusia bisa aja salah," katanya.

"Yang bilang gua Tuhan siapa Kak," Retorisnya.

Ferinu mengambil apel yang ada di meja sebelah bangkar Della dan memakannya.

"Nu, lu gak takut apa?"

"Kenapa?"

"Lu bisa tau apa yang terjadi sama orang lain, tapi lu gak tau apa yang akan terjadi ama lu?"

Ferinu terdiam.

"Kalau boleh ditanya, gua juga gak mau kak punya ini semua," ujarnya lirih.

Keduanya terdiam.

"Kenapa begitu?" tanya Della akhirnya mengungkapkan apa yang selama ini selalu ingin ditanyakannya.

"Semua orang mungkin beranggap ini adalah berkah dan senang dengan keadaan ini, tapi sepertinya gue sendiri gak gitu."

Ferinu terdiam sejenak.

"Semua serasa kutukan dan yang gue takutkan, gue bakal menuai apa yang gua lakuin sekarang."

Della mengerutkan dahinya heran.

"Emangnya lu lakuin apa? Lu cuman bisa liat masa depan doang kan?" tanya Della.

Ferinu tersenyum kecil dan berhenti memakan apelnya.

"Ah bukan apa-apa, Gue keluar dulu."

Ferinu keluar dari ruangan Della, sedangkan Della hanya terdiam menatap punggung tegap adik sepupunya itu. sedari kecil Della memang sudah merasa Ferinu aneh, bukan aneh karena sifatnya tapi memang ada berkah yang diberikan Tuhan.

Pemberian yang siapapun akan menganggapnya dengan 2 hal, berkah atau kutukan. Bukan apa-apa karena pada dasarnya Ferinu memang anak yang bandel dan kadang juga baik. Bisa saja lelaki itu melakukan hal lebih yang berada diluar nalar pikiran manusia. Ferinu adalah orang yang benar-benar nekat jika menyangkut orang terdekatnya.

"Della?"

Pintu ruangannya terbuka tiba-tiba membuat pikiran Della buyar. Air matanya menalir begitu saja saat mendengar suara yang sangat dirindukannya. Della menatap raga itu seakan-akan itu sebuah ilusi atau mungkin dirinya sedang bermimpi.

"Abang," ujarnya lirih.

................................................

Maaf karena lupa up, salahkan nct tadi malam yang membuatku lupa segalanya 😂😂

Eh jangan deh kasian suami-suami gua ✌😆

Tentara Tembok ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang