Be proud, but not arrogant

235 26 1
                                    

2 hal yang terlalu sulit manusia lakukan, salah satunya adalah meminta maaf. Tak peduli orang mengucap kata maaf, namun dengan keadaan hati terpaksa atau tidak tulus. Begitu juga yang dirasakan Bella. Semenjak kejadian itu, ia rasa sahabatnya itu sudah sangat berubah terhadapnya. Gracia tak lagi seperti dahulu yang selalu menghibur dirinya pada keadaan terpuruk saat ini. Gracia yang tak peduli akan perasaannya setelah Jason jatuh kepelukannya. Gracia yang hanya mementingkan dirinya sendiri.

"Kenapa kamu membuatnya sedih begitu? Aku paham bagaimana kecewanya kamu, aku juga paham bagaimana rasanya kehilangan sahabat yang sudah semenjak lama selalu bersama-sama baik suka maupun duka. Simple saja, kamu tak dapatkan aku, karena kita memang bukan jodoh..."

Setelah pertemuannya dengan Gracia tadi, Bella sudah langsung bersikap demikian. Dia mengeluarkan semua unek-uneknya kala hal itu terjadi, dan terbilang sangat begitu memprihatinkan. Bella mengatakan pada Gracia, dirinya tak lebih dari seorang pelacur, perebut calon suami orang, sahabatnya sendiri. Mengetahui hal itu telah dikatakan Bella pada Gracia, Jason tak langsung tinggal diam. Ia menemui Bella dan bicara hal demikian dengan lantang, dan membuat gadis yang masih sedang dirawat di rumah sakit itu berlinang air mata kembali.

"Maaf Bella, aku hanya ngga mau kamu semakin menyakiti perasaannya. Aku tak benci padamu, hanya saja aku kecewa kamu tidak seperti Bella yang kukenal dulu."

"Jason, kenapa sih dari dulu itu kamu selalu mengutamakan perasaan orang lain ketimbang aku yang udah mengenalmu dari kecil? Aku kurang berkorban untukmu? Aku salah apa sama kamu sampai kamu tega memilih dia yang bahkan baru kamu kenal dari acara itu. Kamu ingat ga, aku yang selalu nemenin kamu disaat kamu sedih maupun senang. Aku yang selalu ada buat kamu, tapi apa, balasanmu sekarang denganku? Aku sedih Jason, aku putus asa, benar-benar rasanya ingin memutar balik semua waktu dimana aku gaakan terlalu jauh mengenalmu. Tapi sayang, aku terlanjur menaruh harapan besar terhadapmu, Jas,"

"Cukup Bell. Posisi kita udah jauh sekarang. Kamu dari dulu ngga lebih hanya kuanggap sebagai teman biasa, jadi sekarang kalau sudah begini salahku juga begitu?"

"JASON!! Jaga bicara lo ya!" Tiba-tiba Marcellos datang, karena dari luar ia sudah mendengar keributan itu, bahkan Gracia sendiri juga mendengarnya. Namun, Cellos melarang Gracia untuk masuk, biar ia saja yang masuk dulu.

"Ga sepantasnya lo bicara kayak gitu sama Bella. Lo bisa ga sih menghargai perasaan perempuan? Gue tau lo cintanya cuma sama Gracia, tapi lo gaada hak buat bikin Bella jadi tambah sedih."

"Udah ya, gue gaada urusan sama lo. Gue ga mau kita berantem hanya gara-gara perempuan,"

"Kalau bisa diselesaikan secara jantan, kenapa ngga,"

"Los, gausah." Tahan Bella.

Jason berlalu keluar.

"Awas lo berani kesini lagi!" Teriak Cellos.

"Ayo Jane, kita pulang sekarang." Ajak Jason.

"Jas, stop."

"Jane, ayo pulang! Kita ga pantas ada disini lagi!"

"Jason, aku suruh kamu buat antarin aku ketemu Bella, kenapa kamu harus memperburuk suasana?"

"Jane, aku lindungi kamu. Aku gamau ada seorangpun yang menghina kamu. Please, kita pulang sekarang, dan jangan pernah temui Bella lagi dan bahkan Marcellos."

"Kamu jahat, egois!!" Gracia mendahulukan langkahnya dari Jason.

Diperjalanan, Gracia sama sekali tidak bicara pada Jason. Dia bete, kesal, kecewa, semua perasaannya bercampur aduk, dan terus saja kepikiran kejadian tadi saat di rumah sakit, sampai di rumah bahkan, keduanya masih terlihat renggang satu sama lain.

"Kamu tak ajak Jane makan malam bersama?" Tanya mamanya.

"Dia ngga mau ma." Jawab Jason singkat.

"Loh, kenapa? Dia ngga enak badan?"

"Udah ya ma, malam ini kita semua makan malam tanpa Jane."

"Jason, apa kalian sedang menyembunyikan masalah?" Tanya papanya kali ini.

"Ngga pa, kita baik-baik saja. Mama sendiri yang bilang kan, kalau orang hamil itu emang udah biasa berubah-rubah mood."

Mama dan papanya saling pandang bingung. Putra mereka tidak mau membicarakan masalahnya dan Gracia pada mereka. Mereka hanya membuang nafas pasrah.

~

Malam ini usai meminum obatnya...

"Bell, lo kenapa belum tidur?" Tanya Cellos yang masih setia menemaninya.

Bella sedang iseng-iseng membuka galeri handphonenya, dan tak sengaja menemukan fotonya dan Gracia 4 tahun silam. Mereka berfose terlihat sangat akrab dan dekat satu sama lain. Tidak ada beban sekalipun, dan senyum diantara keduanya benar-benar tulus seolah menyatakan 'persahabatan ini tidak akan lekang oleh waktu, apapun yang terjadi, kita akan terus menjadi sahabat sejati selamanya.'

"Owh iya Bell, ada yang mau gue sampaikan sama lo. Jadi besok, gue harus pulang. Ada acara keluarga yang mesti gue hadiri di rumah. Jadi, lo gapapa kan?"

"It's okay, gapapa kok Los. Lo pergi aja, udah lumayan lama juga lo nemenin gue disini, sampai-sampai lo jadi jarang pulang."

"Lo yakin Bell? Gue, ga bisa ninggalin lo sendirian disini,"

"Cellos, keluarga lo itu lebih penting dari gue. Gue bisa jaga diri kok, kalau sewaktu-waktu gue perlu lo, kan bisa tinggal gue telpon."

"Iya Bell, makasi ya,"

"Seharusnya gue yang bertrimakasih sama lo, Los. Lo selalu ada buat gue, dari dulu bahkan, dari jaman lo pacaran sama Gracia, lo masih sempatnya luangin waktu lo buat gue. Gue bangga punya sahabat kayak lo, Los."

Cellos hanya tersenyum. Dibalik senyumannya itu, ada kesedihan yang tak sanggup ia ceritakan pada Bella. Ia tak ingin membuat Bella jadi tambah sedih.

~

Gracia duduk seorang diri diatas ranjang. Tidak melakukan apa-apa, hanya terduduk diam seorang diri dan membayangkan apa yang akan terjadi pada kehidupannnya kedepannya?

("Apa ini akan menjadi takdirku harus kehilangan sahabat seperti Bella selamanya? Dia bahkan tak mau memaafkanku, apa yang harus kulakukan ya tuhan?") Bhatin Gracia pada detik itu juga air matanya mulai menetes.

Seseorang memasuki kamar itu, dan menampaki Gracia yang terduduk lesu diam seribu bahasa dengan berlinang air mata. Sangat menyedihkan.

"Mama," Gracia memeluk perempuan seumuran mama kandungnya itu, dan menceritakan hal yang telah membuatnya bersedih seperti ini.

Dengan mamanya Jason, Gracia mampu melepaskan semua kesedihannya dalam sekali curhat. Ini membuat pikirannnya menjadi sedikit ringan.

"Sudah bicara padanya?" Tanya papanya menghampiri putra bungsunya itu yang sedang menyendiri di teras rumah.

Jason hanya diam.

"Jangan egois, laki-laki harus tegas dalam menghadapi pilihan. Dan jangan jadi arrogant juga, jika kamu tak mau kehilangan apa yang sudah kamu miliki. Perempuan itu kadang harus benar-benar dimengerti apa maunya, karena mereka tidak akan menceritakannya pada kita, mereka ingin kita peka sebagai seorang laki-laki. Dari sanalah kecintaan laki-laki dilihat oleh wanita..."

~

Tok tok tok!

"Jane, maafin aku ya, aku udah egois. Aku juga udah bikin kamu kecewa terhadap sikap aku tadi pada Bella. Aku hanya...emosi. Kamu mau kan maafin aku?"

Gracia mengangguk dan ditariknya kedua sudut bibirnya.

"Kamu janji sama aku, jangan lagi bersikap seperti itu. Biar bagaimanapun, Bella sahabat kamu juga. Hatinya tulus, dan ngga akan bisa kutemui lagi yang seperti Bella pada orang lain."

"Iya Jane. Aku janji, dan aku janji gaakan bikin kamu kecewa lagi."

Setelah itu, untuk kedepannya Jason akan mengkontrol sikapnya yang Gracia tak sukai itu. Tak ada yang benar-benar membuatnya nurut, selain Gracia, gadis yang tak akan ia temui lagi pada lain orang.

To be continued~
🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Maaf baru sempat update😭😭

I WANNA MARRY YOUR DAUGHTER[THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang