41. Recovery

54 11 0
                                    

31 Mei.

Masih dalam keadaan yang sedikit pusing, aku segera membersihkan kekacauan yang telah aku buat. Mengutuk diriku sendiri yang mana hal tersebut tidak akan ada habisnya. Juga tidak akan membantu kaleng kosong ini terisi penuh seperti sedia kala. Mengembalikan semua yang seharusnya tidak aku sentuh pada tempat asalnya. Sadarlah, Seona. Banyak hal yang harus kamu pikirkan alasannya ketika Kak Sungjin pulang nanti.

Aku memastikan kembali tatanan dapur, meja makan, serta ruang TV dalam keadaan aman dan bersih dari kejahatanku. Aku hanya perlu mengisi ulang kembali barang curian dari dalam kulkas dan laci penyimpanan milik Brian. Mereka tidak mungkin untuk memeriksa sidik jariku, bukan? Tentu tidak akan.

Aku berencana akan membuang semua jejak kejahatan ini ke tempat yang jauh dari rumah. Mungkin ke tempat sampah yang terdapat di mini market pertigaan sana. Sekalian aku akan membeli minuman milik Kak Sungjin dan Brian yang telah raib ke dalam perutku. Itupun sudah aku keluarkan kembali.

Nyaris saja aku mengalami serangan jantung saat mengetahui adanya mobil yang terparkir di depan rumah, aku kira Kak Sungjin dan yang lainnya sudah pulang. Bisa tamat cerita ini sampai di scene ini.

Aku mengetuk kaca mobil itu. Bukan segera membukanya, namun seseorang keluar dari mobil.

"Seona! Apa yang terjadi padamu?!"

"Kamu sedang apa di sini?"

"Aku menunggumu semalaman. Kamu tidak membuka pintu waktu aku panggil."

"Aku sudah tidur. Bukannya kamu sedang dirawat di rumah sakit?"

Wonpil meraih tanganku, "Aku mengkhawatirkanmu, Seona."

"Khawatirkan dirimu sendiri"

Ia melihat bungkusan di tanganku yang lainnya, "Apa yang kamu bawa?"

Aku menyembunyikannya, namun ia segera menarik tanganku. Membawaku masuk ke mobil.

"Yaa!"

"Aku harus membantumu membersihkan kejahatanmu, Park Seona."

·

Sampai kami di minimarket, yang lebih jauh dari rumah, Wonpil memintaku untuk menunggu di dalam mobil. Ia sedang membeli beberapa barang dari minimarket itu dan juga membuang bungkusan kejahatan yang aku bawa dari rumah.

"Minumlah."

Wonpil datang dengan memberikan botol minuman yang sudah ia buka untukku. Aku rasa itu pereda pengar.

"Makanlah, kamu pasti belum sarapan," ia memberikan onigiri dan juga terdapat susu. Namun aku menolaknya.

"Kamu lebih membutuhkannya. Tidak perlu khawatirkan aku."

"Seona.." kini ia menghadap ke arahku.

"Aku tidak ingat apa yang terjadi semalam. Percuma kamu mempertanyakan apapun kepadaku."

"Kamu sangat marah semalam, mungkin sekarang juga masih"

"Marah karena apa? Memangnya aku.."

Aku melirik ke arahnya.

"Aku lagi-lagi membuatmu kesal. Kali ini aku tidak bisa mengendalikanmu, Seona. Maafkan aku.. Aku akan melakukan yang terbaik untukmu, maaf sudah membuatmu terluka."

"Haruskah aku pulang saja? Aku tidak ingin membuat suasana hatimu menjadi buruk."

Wonpil menatapku dengan khawatir, "Jangan pergi. Seona, aku sangat mengkhawatirkanmu."

"Aku jauh lebih khawatir.." aku menunduk, "Kamu jatuh sakit.. tapi aku tidak bisa melakukan apapun. Aku tidak mengetahui bagaimana keadaanmu. Aku tidak bisa berada di sana untuk menjagamu. Aku tahu, sulit mengupayakam diriku agar bisa bersamamu, tapi.."

Wonpil meraih tanganku.

"Tapi aku kembali lagi jatuh. Dibutakan oleh rasa cemburu. Aku merasa payah."

Ia mengelus punggung tanganku, "Apa saat ini kamu masih merasa sakit hati?"

Aku mencerna kata-katanya. Ia begitu terus terang.

Tentu saja!

"Berikan itu semua kepadaku. Biar aku yang menanggung semua lukamu. Aku akan kembali ke rumah sakit dan meminta dokter untuk menyembuhkannya."

Aku melihatnya tersenyum.

"Di hatimu hanya boleh diisi oleh semua tentangku, Seona. Aku akan mengambil semua luka dan hal-hal yang membuatmu bersedih. Tuan Putri-ku kesulitan seperti ini karena aku. Bagaimana aku memohon ampunannya? Aku menyesalkan tidak bisa menjauhkan Seona-ku dari larangan kakaknya."

"Jangan lagi merayuku."

"Kamu kekasihku. Apa menurutmu ini lelucon, hm?"

Wonpil sudah memulainya.
Senyumku tak tertahankan. Ia mengingat setiap kata yang aku keluhkan semalam.

"Kamu tersenyum? Kamu mengira ini lucu, hm? Seona~"

Wonpil meraihku ke dalam pelukannya, "Ah, ini menyembuhkanku. Seona-ku adalah obat yang terbaik. Beruntung kamu tidak menjadi dokter."

"Mengapa bisa dikatakan beruntung?"

"Aku tidak perlu mengantri untuk menyembuhkan kerinduanku pada kekasihku."

Kembali aku tersenyum karena ucapannya.

"Tersenyumlah, Seona-ku. Itu terasa menenangkan. Hatiku menjadi hangat karena saat ini proses penyembuhan itu sedang terjadi."

"Apa yang terjadi jika aku melepaskan pelukanku?"

"Hm, aku tidak akan segera pulih. Ini membutuhkan waktu lama dan-"

Aku melepaskan pelukan Wonpil. Memberikan kecupan di pipinya. Kini ia ada dalam rangkulanku.

"Wonpil, maafkan aku. Aku selalu marah tanpa kendali. Membuat suasana yang buruk di antara kita. Aku hanya takut.. kamu menjauh."

Ia mempererat pelukannya, "Apa aku akan mendapatkan ciuman yang lainnya jika aku tidak memaafkanmu?"

"Mengapa kamu selalu terus terang?" aku tersenyum di baliknya.

Wonpil menyandarkan kepalanya di bahuku, "Pelukanmu.. aku sangat menyukainya."

"Aku akan menggunakan waktuku untuk menyesali tindakanku."

"Tidak ada yang perlu disesali, Seona. Aku akan selalu menerimamu."

Aku menatapnya sejenak, ia tersenyum. Aku mengangguk, menandakan semua pasti akan membaik.

"Seona sepertinya aku demam."

Aku memeriksa suhu tubuhnya dengan tanganku, aku merasakan beberapa saat. Itu normal.

"Aku masih berdegup karena serangan darimu tadi. Ada baiknya, tapi juga membahayakan jantungku untuk beberapa saat."

Aku tersipu malu.

"Aku akan menjamin Sungjin tidak akan mengetahui adiknya adalah seorang kriminal. Menawan hatiku, dan aku rela untuk tidak dibebaskan sampai kapanpun." ucap Wonpil sembari tersenyum.

All About You [KIM WONPIL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang