53. Anak Kecil.

43 12 0
                                    

13 Juni.

Sudah hampir seminggu aku beristirahat di rumah. Aku meminta kepada Kak Sungjin agar bisa dirawat di rumah saja karena tidak ingin ia dan teman-temannya selalu datang ke rumah sakit untuk menjagaku. Keadaanku berangsur membaik. Aku sudah mengurangi aktivitasku selama sepekan ini.

Aku mengambil waktu libur beberapa hari untuk pemulihan. Beruntungnya, posisi siaranku juga sudah dialihkan oleh anggota yang lain. Awalnya, aku sudah mengajukan surat pengunduran diri pada Manajer Ahn, namun ia menolak. Sebenarnya, terasa berat bagiku. Aku hanya tidak ingin menjadi penghambat tim karena ketidakhadiranku. Manajer Ahn sungguh baik, ia memberikan kesempatan agar aku bisa menggunakan waktu sebanyak yang aku butuhkan sampai pulih dan kembali ke studio untuk bergabung dengan tim. Aku memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk beristirahat penuh agar bisa kembali melanjutkan rutinitas.

Saat aku di rumah, teman-teman Kak Sungjin masih saja datang berkunjung. Aku sudah berkali-kali mengatakan bahwa mereka tidak perlu datang. Percuma saja, karena aku selalu tidur di kamarku. Jadwal berlatih mereka tetap sama, hanya Kak Sungjin yang mengurangi aktivitasnya. Ia akan berangkat ke studio setelah jam makan siang dan pulang sebelum langit gelap. Waktu kemarin di rumah sakit, ia sempat diperiksa oleh dokter. Aku tidak bertanya bagaimana hasil dari pemeriksaan itu, yang aku ketahui Kak Sungjin diberikan resep obat dan dokter meminta ia untuk beristirahat dari aktivitasnya. Dan cerdasnya, ia menggunakan alasan kesehatannya untuk segera pulang ke rumah untuk menjagaku.

Kak Sungjin selalu memeriksa dan membawakan kebutuhanku ke kamar. Bukan aku bersikap manja ataupun malas, namun ia sukarela melakukannya. Itu sebabnya aku jarang turun ke ruang bawah dan tidak bertemu dengan teman-temannya, termasuk Wonpil. Jangankan untuk bertemu dengannya, terkadang aku lupa untuk menghubunginya. Itulah yang membuatnya akhir-akhir ini menjadi kesal kepadaku, ia mengira aku mengabaikannya. Kenyataannya, aku cepat tertidur setelah mengkonsumsi obat.

Hari ini adalah hari Sabtu, aku rasa Kak Sungjin dan Brian belum bangun. Mereka terbiasa bangun lebih siang dari biasanya ketika akhir pekan. Mungkin pelampiasan tidur setelah hari-hari dipenuhi dengan berlatih di studio. Aku mencoba untuk pergi ke ruangan bawah, meski nanti Kak Sungjin tidak akan memperbolehkanku, aku ingin menyiapkan sarapan sebelum ada yang bangun terlebih dahulu.

Saat aku keluar dari kamar, aku terkejut karena seseorang tengah tertidur di sofa depan kamarku. Aku memang jarang keluar kamar jika bukan karena keperluan ke kamar mandi. Dan pagi ini tidak biasanya aku mendapati seseorang sedang tidur di sini. Tunggu dulu.

"Wonpil.."

Aku memanggilnya setengah berbisik karena khawatir akan membangunkannya. Aku tidak tahu apa yang Wonpil lakukan dan sejak kapan ia ada di sini. Aku menyibak rambutnya, mata ini sibuk mengagumi wajah kekasih yang aku rindukan. Aku tidak mengerti mengapa orang setampan Wonpil harus tidur di sofa ini sedangkan ia bisa saja membayar hotel mahal untuk fasilitas yang lebih nyaman.

"Aku akan berpura-pura tidur supaya kamu lebih lama disini."

Wonpil..

"Aku tahu kamu sedang tersenyum karena pesonaku."

Aku menyukai kepercayaan diri darinya. Aku mengusap pucuk kepalanya dengan penuh kasih sayang. Rambutnya sangat halus dan mudah diatur. Aku tidak tahu ia menggunakan perawat rambut yang seperti apa. Aku menyukainya.

Wonpil membuka matanya. Aku kembali mengusap kepalanya, hingga pada bagian belakang telinganya.

"Aku tidak mengajarkanmu untuk bermain di bagian sensitifku, Seona."

Setelah sekian lama kami tidak bertemu, kini aku bisa dengan jelas menatapnya. Matanya benar-benar indah dan aku menyukainya.

"Apa kamu sengaja, hm?"

"Apa kamu menyukainya?"

"Apa hal yang aku tidak suka darimu, Seona?"

"Tentu ada"

Wonpil menunggu jawabanku yang lainnya. Tatapannya menunjukkan penuh harapan.

"Kamu tidak suka jika harus jauh dariku. Selama ini kamu selalu ada di dekatku. Aku mengetahuinya."

"Kamu mengetahui segalanya tentangku, Seona."

"Aku juga tahu apa yang sekarang kamu inginkan."

Aku menduga-duga siapa yang akan menang dari adu 'menggoda' pagi ini. Aku sudah berlatih beberapa kali namun ia tetap menjadi saingan berat dalam hal ini.

Aku mengecup keningnya beberapa saat. Semerbak aku bisa mencium aroma wangi dari rambutnya. Aku yakin semalam ia baru mencuci rambutnya.

"Aku menyukai aroma shampoo yang kamu gunakan. Apa ini bagian dari tahapan menggoda hatiku?"

"Seona!!"

Aku tertawa dan melihat kekecewaan dari wajahnya, "Aku tidak bisa memberikannya. Jangan terlalu kecewa."

Wonpil duduk dengan kekesalan di wajahnya, "Setelah kamu mengabaikanku berhari-hari, kini aku tidak bisa mendapatkan-"

"Kecilkan suaramu. Jangan sampai Kak Sungjin mendengar!"

Ia melipat lengannya di dada, "Berikan yang seharusnya aku dapatkan dan aku akan diam."

"Aku tidak bisa."

"Kamu tidak bisa atau tidak mau?"

Aku tertawa karena Wonpil terlihat seperti anak kecil yang kesal karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Aku berdiri di hadapan Wonpil dan menariknya ke dalam pelukan. Aku rasa itu tidak cukup untuk meredakan kekesalannya.

"Aku tidak bisa memberikan padamu sekarang. Aku tidak yakin.."

Aku kembali bermain dengan rambutnya. Membelainya dengan kedua tanganku. Aku merapihkan seluruh rambutnya karena kini ia sudah bangun dari tidurnya.

"WOnpil, kamu lucu. Seperti anak kecil. Apa sekarang kamu sedang kesal?"

"Anak kecil seharusnya bisa mendapatkan keinginannya."

"Anak kecil biasanya tidak suka dengan obat," Aku kembali tertawa karena jawabannya.

Wonpil mendongakkan kepalanya, "Mengapa jadi membahas anak kecil dan obat? Yang aku inginkan bukan obat."

"Lalu?"

Wonpil menatapku dengan serius.

Aku mengusap ibu jariku pada bibirnya, "Aku baru saja mengkonsumsi beberapa obat. Sepertinya dan biasanya, itu berpengaruh pada.. hm..."

Ia masih menatapku.

"Kamu tahu maksudku, bukan? Aku tidak ingin kamu merasakan efek dari obat yang aku konsumsi. Jadi.."

"Waktu aku dirawat di rumah sakit, kamu tetap memberikannya. Kamu tidak apa-apa setelahnya, bukan?"

Pertanyaan Wonpil yang tidak terduga. Bagaimana aku tidak apa-apa setelah Wonpil mengambil ciuman pertamaku?!

"Seona.."

Aku mengusap kepalanya, "Lain waktu, hm? Kondisiku sedang tidak stabil."

Wonpil memelukku. Merasakan kepalanya bersandar di perutku, ia benar-benar seperti anak kecil yang sedang bermanja.

"Jangan katakan tidak, tapi belum. Kamu belum bisa memberikannya. Jika kamu mengatakan 'tidak' itu artinya aku tidak akan pernah mendapatkannya lagi sampai kapanpun."

Aku tertawa karena ucapannya, "Baiklah. Belum.. aku belum bisa memberikan yang kamu inginkan untuk sekarang."

Aku merasakan Wonpil tersenyum di sana.

"Kamu menang, Seona. Kamu berhasil menggodaku. Kelemahanku adalah ketika kamu bermain dengan rambutku seperti sekarang ini. Aku luluh kepadamu."

Aku pikir ini adalah sentuhan yang biasa. Aku tidak menyangka jika yang aku lakukan mampu melemahkannya. Beberapa kali aku selalu mengusap kepalanya, itu artinya ia selalu merasa luluh. Selama ini aku sudah membuat hati Wonpil merasakan keresahan karena perbuatan tanganku sendiri.

All About You [KIM WONPIL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang