"Tanpa terasa waktu terus berjalan maju, sampai padah akhirnya saya menemani dia berada di titik ini, dimana dia mampu berdiri tegak dengan kakinya sendiri dan dengan membanggakan bisa lulus dengan hasil yang memuaskan."
🍃🍃🍃
Tanpa terasa hari ini tiba, hari yang sangat dinantikan oleh Raka. Apalagi kalau bukan sidang skripsi, setelah kurang lebih empat tahun Raka menanti akhirnya Raka bisa merasakan apa yang dirasakan para senior nya dulu. Walaupun ada rasa cemas dan khawatir tetapi Raka mencoba optimis dan yakin kepada dirinya sendiri.
Tentunya dengan kerja keras dan semangat yang tinggi akhirnya Raka mampu menyelesaikan skripsinya di waktu yang tepat, bahkan tidak jauh setelah skripsinya selesai Raka langsung mendapatkan jadwal untuk sidang, rasanya Tuhan mempermudah segala urusan Raka.
Pagi ini Raka sudah rapih dengan pakian hitam putih, dasi, sepatu pantofel dan jas hitam. Penampilannya pun lebih rapih daripada hari-hari biasanya, kalo boleh bilang Raka hari ini terlihat lebih tampan dengan penampilannya yang lebih rapih. Gambaran Raka pagi ini sudah seperti seorang CEO muda.
Setelah memastikan penampilannya rapih dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Raka menuruni tangga dan menemukan Deni (Ayah nya) yang sedang minum teh di ruang keluarga. Dengan berbagai macam pertimbangan, akhirnya Raka memutuskan untuk menghampiri Ayah nya.
"Ayah." Panggil Raka pelan.
"Ada apa Raka?" Jawab Deni menghentikan aktivitas nya.
"Hari ini Raka sidang, Raka minta do'a nya dari Ayah. Do'a kan semoga sidang Raka lancar dan semoga Raka dapat hasil yang terbaik." Ucap Raka ketika sudah duduk di hadapan Deni.
"Iya ka, tanpa kamu minta pun Ayah selalu mendoakan yang terbaik buat kamu."
"Makasih Ayah."
"Ternyata banyak momen pertumbuhan kamu yang Ayah lewatkan. Sekarang kamu udah mau sidang, padahal Ayah masih ingat sekali ketika kamu memberitahu Ayah kalo kamu akan kuliah di Yogyakarta. Saat itu Ayah senang sekali, karena akhirnya Ayah bisa kembali dekat sama anak sulung Ayah."
Raka tertegun mendengar penuturan Deni. Ini kali pertama Deni mengungkit kisah yang sudah lalu.
"Kalau Ayah senang, Raka kuliah disini. Kenapa Ayah gak pernah ngasih waktu buat Raka?"
"Kamu kan tahu sendiri, kalo sekarang kesibukan Ayah lebih sibuk dari kesibukan Ayah dulu."
"Maka untuk itu Raka tidak mau memusingkan persoalan waktu Ayah untuk Raka. Tapi ingat, Ayah masih punya satu lagi anak perempuan. Tolong beri sedikit perhatian Ayah untuk Karin."
"Maafkan Ayah ka, Ayah sudah meninggalkan kalian sejauh ini."
"Semuanya sudah terlewatkan oleh Ayah, bahkan tumbuh kembang Karin pun Ayah lewatkan. Karena, Ayah terlalu sibuk dengan urusan dan keluarga Ayah sendiri."
Deni (Ayah Raka) bungkam mendengar penuturan dari Raka. Di dalam lubuk hatinya dia merasa bersalah, tetapi ego masih menguasai dirinya.
Melihat Ayahnya yang bungkam mendengar penuturan nya. Akhirnya Raka memutuskan untuk mengakhiri percakapan dan bergegas pamit.
"Raka pamit, Assalamualaikum." Ucap Raka sambil mencium tangan Deni.
"Waalaikumsalam."
Ini adalah kali pertama Raka berbicara dengan sang Ayah dalam waktu yang cukup lama, serta tanpa emosi ataupun menggunakan nada tinggi, walaupun masih ada sindiran dan sarkasme di tengah percakapan.

KAMU SEDANG MEMBACA
TALISHA
Teen Fiction"Saya bisa hidup sendiri. Saya bisa apa-apa sendiri, saya gak butuh laki-laki, saya bisa membahagiakan diri saya sendiri tanpa bantuan siapapun." "Talisha, jangan egois! Semandiri apapun kamu, sebisa apapun kamu, kamu tetap perempuan dan tetap kamu...