"Sekarang aku mengerti, hidup hanyalah tentang pertemuan dan perpisahan. Kita bisa di pertemukan dengan seseorang yang dapat memberikan kita pelajaran, kemudian ketika kita telah bergantung kepada orang tersebut, dengan jahatnya waktu merampas kebahagiaan yang baru saja dirasakan."
🍃🍃🍃
Sejak dinyatakan lulus sidang skripsi, satu bulan kemudian Talisha memutuskan untuk pulang ke Bandung sembari menunggu jadwal wisuda yang akan dilaksanakan oleh Talisha.
Sudah satu bulan Talisha meninggalkan kota Yogyakarta, selama di Bandung Talisha sibuk menghabiskan waktu bersama kedua orang tua nya dan sesekali bermain bersama ponakan kembarnya.
Setelah mengetahui Talisha lulus sidang, Mama nya sangat antusias dan buru-buru mencari kain yang akan dibuat seragam untuk nanti di kenakan di hari wisuda Talisha. Awalnya Talisha tidak setuju, tetapi karena melihat Mama nya yang sangat excited akhirnya Talisha mendukung ke inginan Mama nya.
"Dek, nanti sore kita ambil baju buat wisuda kamu ya." Ajak Safina kepada Talisha yang tengah menyantap makan siangnya.
"Iya."
"Dek, bagaimana hubungan kamu dengan Raka?" Tanya Safina kepada Talisha.
"Baik Ma, seperti biasanya aja. Raka sibuk dengan pekerjaannya dan aku sibuk sama urusan aku."
Setelah pertengkaran nya satu bulan yang lalu, Talisha sempat mogok berbicara dan tidak mau bertemu dengan Raka. Bahkan sampai detik ini pun, Talisha masih menjaga jarak kepada Raka.
"Kapan kamu mau menjalin hubungan sama Raka?"
"Gak tahu ma, aku takut sakit hati lagi. Aku takut kecewa kayak dulu-dulu lagi."
"Kenapa kamu bisa setakut itu?"
"Karena Raka manusia biasa dan aku juga manusia biasa. Kami sama-sama bisa mengecewakan."
"Mama mengerti tapi pesan Mama, mulai coba terima Raka ya dek, nanti kalian sama-sama belajar menjalin hubungan kalau dirasa tidak cocok akhiri aja. Setelahnya, kamu akan mendapatkan pelajaran dari apa yang sudah kamu jalani. Karena Mama gak mau adek terus terbayang-bayang kisah yang udah lalu, Mama gak mau adek terus-terusan sendirian, karena Mama gak janji akan selalu ada di samping adek, begitupun Baba. Apalagi Kakak, Kakak udah sibuk dengan keluarganya apalagi mereka baru punya anak, udah gak ada waktu buat kakak urusin adek kayak dulu." Tutur Safina menasehati Talisha sembari mengusap-usap pundak nya.
"Mama ko ngomongnya gitu sih, aku gak suka."
"Mama cuma menasehati adek, Mama seperti ini karena Mama sayang sama adek."
"Iya Mamaku cintakuu. Aku mau nanya deh, kenapa Mama bisa seyakin itu sama Raka? Sedangkan aku, yang menjalani saja masih ragu sama dia."
"Mungkin karena Raka laki-laki baik, berani, dan bertanggung jawab. Yang bisa Mama lihat si, kalo Raka sangat menyayangi adek walaupun adek gak pernah sadar, itu sih penilaian dari Mama. Selebihnya mungkin adek yang lebih tahu, karena keseharian kalian yang lebih sering menghabiskan waktu bersama."
Talisha menganggukkan kepalanya paham.
Seperti janjinya di sore hari Talisha sudah siap untuk pergi bersama dengan kedua orangtuanya, katanya untuk mengambil baju kebaya yang akan di kenakan Talisha ketika nanti wisuda.
Talisha duduk di kursi belakang mobil, di depan sana Fachri dan Safina duduk berdampingan, sesekali Talisha memalingkan wajahnya ketika melihat kedua orang tua nya yang bermesraan tidak tahu tempat.
"Kalian mesra-mesraan terus sih. Aku berasa jadi nyamuk." Rengek Talisha kepada kedu orangtuanya.
"Ada yang iri Ma." Celetuk Fachri meledek Talisha.

KAMU SEDANG MEMBACA
TALISHA
Fiksyen Remaja"Saya bisa hidup sendiri. Saya bisa apa-apa sendiri, saya gak butuh laki-laki, saya bisa membahagiakan diri saya sendiri tanpa bantuan siapapun." "Talisha, jangan egois! Semandiri apapun kamu, sebisa apapun kamu, kamu tetap perempuan dan tetap kamu...