"Kami sama-sama memilik masa lalu, kami sama-sama memiliki ketakun, untuk meyakinkan dalam sebuah hubungan, rasanya perlu perjuangan yang sangat panjang. Sampai pada akhirnya Tuhan meyakinkan dan kebahagiaan itu kami rasakan."
🍃🍃🍃
Pasca kedatangan Raka ke rumah Talisha untuk menemui Fachri, satu bulan yang lalu. Sejak saat itu Talisha tidak pernah lagi bertemu dengan Raka atau bahkan berkomunikasi dengan Raka.
Selama itu juga Talisha tidak henti-hentinya untuk meminta petunjuk kepada Tuhan dan meminta untuk di yakinkan dan di tepatkan kepada pilihan yang akan dijalaninya nanti.
Di satu sisi Raka juga melakukan hal yang sama, melibatkan Tuhan dalam setiap perjalanannya. Raka sudah pasrah terhadap hubungannya dengan Talisha, karena ketika kesempatan yang ini di tolak lagi oleh Talisha, Raka memilih untuk menyerah saja.
Sudah lama sekali Raka tidak bertemu Talisha ataupun berkomunikasi dengan Talisha, sesekali Raka menanyakan kabar Talisha kepada Epril, walaupun tidak sering setidaknya hanya untuk memastikan jika Talisha dalam keadaan baik-baik saja.
Selama satu bulan ini Raka menyibukkan diri dengan pekerjaannya, supaya tidak ada waktu untuk Raka memikirkan hubungannya dengan Talisha.
Seperti hari ini Raka baru saja tiba di rumah sekitar pukul 19.00 malam, padahal jam pulang kantor Raka adalah pukul 16.00 sore, sisanya Raka hanya akan menghabiskan waktu duduk di kedai kopi dan mencoba mencari rencana-rencana lain yang akan dilakukan Raka kedepannya.
"Assalamualaikum." Ucap Raka sembari mengetuk pintu rumah.
"Waalaikumsalam." Jawab Ratih membukakan pintu untuk Raka.
"Baru pulang, mas? Kemana aja?" Selalu, pertanyaan itu yang akan di tanyakan Ratih kepada Raka setiap pulang kerja.
"Iya bu, tadi aku habis ngopi dulu sekalian ketemu teman SMA."
"Oh, yaudah kamu mandi gih. Selesai mandi, temuin Ibu di meja makan ya."
"Iya."
Raka bergegas pergi menuju kamar mandi, setelah mandi Raka langsung menemui Ibu nya di meja makan.
"Ada apa bu?" Tanya Raka kepada Ratih, kemudian mengambil posisi duduk di hadapan ibunya.
"Bagaimana kelanjutan hubungan kamu sama Talisha?"
Mendengar pertanyaan Ratih, di dalam lubuk hati Raka tersirat rasa sedih tetapi sebisa mungkin Raka menyembunyikannya.
"Aku sudah pasrah bu, kalaupun Talisha menolak aku lagi. Aku lebih baik mundur."
"Kamu menyerah?"
"Aku tidak menyerah bu, tapi aku berusaha lebih realistis. Aku tidak mau memaksa Talisha, takutnya nanti jika di paksakan semua yang terjadi adalah sebuah kepura-puraan."
"Talisha ada menghubungi kamu?"
"Gak ada, bu."
"Sholat istikharah mas, minta petunjuk sama Allah. Minta di teguhkan hatimu terhadap pilihanmu."
"Berkali-kali, Raka sudah melakukannya bu."
"Lalu, apa jawaban yang Allah kasih?"
"Semakin aku berusaha untuk melupakan Talisha, semakin sulit untuk aku melakukannya. Rasanya, orang-orang selalu aja ada yang menanyakan Talisha, ketika aku mati-matian berusaha melupakannya."
"Itu jawaban yang Allah kasih, Ibu yakin sebentar lagi akan ada kabar bahagia yang kamu dapat. Sabar sedikit lagi tidak ada salahnya bukan?"
"Iya bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TALISHA
Teen Fiction"Saya bisa hidup sendiri. Saya bisa apa-apa sendiri, saya gak butuh laki-laki, saya bisa membahagiakan diri saya sendiri tanpa bantuan siapapun." "Talisha, jangan egois! Semandiri apapun kamu, sebisa apapun kamu, kamu tetap perempuan dan tetap kamu...