Status? Jomblo.
Kerjaan? Penulis.
Rutinitas? Ngehalu.Dan sekarang entah berkat duniawi dari mana, aku bisa merasakan sebuah keuwuan luar biasa yang berhasil membuatku rela mati sekarang juga. Tepat setelah dia membisikkan kalimat tersebut, aku langsung bangkit berdiri dan berlari mengelilingi ruangan sebanyak lima putaran.
Romeo memandangiku dengan tatapan bingung, tapi aku tak peduli pada tatapan tersebut karena jantungku merasa insecure kalau berada di dekatnya terlalu lama, bisa-bisa dia mengibarkan bendera putih dan berhenti berdetak sungguhan.
"Apa kau mengalami kelainan?"
Ukh, tidak. Aku tidak mengalami kelainan, tapi aku akan mulai mengalami kelainan apa bila berada di dekatmu Romeo, karena itu berhentilah membuat anak orang merasa baper dengan setiap perlakuan dan ucapan manismu itu.
"Fyuh, aku berolahraga! Pagi hari sangat cocok untuk berolahraga, apa kau mau ikut?" ucapku dengan nafas tersengal-sengal. Tapi setidaknya ini nafas tersengal karena olahraga, bukannya nafas tersengal karena berada di dekat Romeo.
Duh, pilihan kataku ambigu sekali.
Romeo sekarang ikut bangkit berdiri, dan menghampiriku yang masih sibuk berlari mengelilingi ruangan raksasa ini. Dia semakin dekat ke arahku, dan bukannya ikut berlari, dia malah kembali melingkarkan tangannya di pinggangku hingga jantungku nyaris melompat keluar dari tempatnya.
Ah sudahlah, mati saja kalau gini terus mah.
"Depanmu adalah lemari, apa kau ingin menabrak lemari hah?"
Ah, aku sontak kembali menghadap ke depanku dan benar saja, sebuah lemari kayu raksasa sudah berada di sana. Karena tadi aku terlalu fokus memperhatikan Romeo yang mendekatiku sampai aku tak sadar kalau di hadapanku adalah lemari.
"Nyaris saja kau menjadi bodoh."
"Apa katamu?"
"Tidak, tidak apa."
Nak Romeo, seandainya kau melanjutkan kalimatmu tadi maka sudah kupastikan sebuah tinju indah telah melayang ke perutmu saat itu juga. Untung saja kau memilih untuk tidak mengungkitnya lagi, jadi aku akan memaafkanmu.
"Ayo Valerie, kau cepatlah pergi mandi lalu bersiap-siap, aku tak sabar ingin memberikanmu jaminan," ucapnya sambil mengelus pipiku.
"Eum ... ini masih terlalu pagi, aku belum ingin mandi. Bagaimana kalau tunggu siangan sedikit saja?" tawarku.
Dia mengangkat sudut bibirnya lalu melangkah maju dan semakin memojokkanku ke lemari yang berada di belakangku saat ini. "Kau tidak ingin mandi pagi?" tanyanya, aku spontan langsung menganggukkan kepala. "Kalau begitu pilih, kau mau mandi sekarang ..."
"... atau aku yang mandikan?"
ANJIM! MAMA AKU BAPER!
Mana si Romeo semakin mendekat ke arahku lagi, dengan cepat aku langsung mendorong tubuhnya dan menahan agar dia tidak semakin mendekat kepadaku sebelum jantung ini memilih untuk minggat dari badanku. "Mu-Mundur! Ja-Jangan maju lagi!" ucapku yang sialnya malah tergagap saking marathon-nya ini jantung satu.
"Kenapa? Aku kan hanya ingin mendekati calonku," sahutnya dengan nada bicara seperti orang yang sedang menggoda.
"Calon apa?"
"Calon istri."
Bercandanya ngena, cuy.
=====
Hm ...
Aku menatap Javier yang duduk di seberang meja makan dan menyantap hidangan dengan begitu santainya. "Eum ... Javier, kenapa kau ada di sini juga? Apa kau tidak kembali ke kediamanmu duluan?" ucapku sambil menatapinya.
Dia menghentikan acara makannya kemudian menatap ke arahku, sudut bibirnya itu terangkat dan dia bertopang dagu sambil tersenyum manis. "Tentu saja tidak, mana mungkin aku meninggalkan tunanganku begitu saja," sahutnya.
"Ekhem! Valerie ambilkan air."
Aku sontak menoleh ke arah Romeo yang barusan berdeham dengan sangat kencang sambil menyuruhku mengambilkan air untuknya. Tapi masalahnya ...
Itu yang berada tepat di depan matanya kan adalah air.
"Itu di depan Anda sudah tersedia air, Yang Mulia," sahutku sopan.
Romeo melirik kecil ke arah air yang berada di depannya itu, namun tak lama kemudian dia kembali menatap ke arahku. "Tidak, aku ingin air yang ada di mejamu, apa aku tak boleh menginginkan air itu?"
"Eh, bukan gitu sih, hanya saja airku sudah kuminum sebagian, dan sudah pasti gelasnya itu bekas bib—."
"Semakin bagus! Cepat berikan!"
Astaga ya Tuhan, orang macam apa dia ini, bahkan setelah empat tahun berlalu modusnya itu tidak berkurang barang sedikit pun. Kapan kau akan tobat nak Romeo.
Dengan malas aku menyodorkan gelas yang bekas kuminum itu kepada Romeo, namun tangan Javier kembali menghentikannya.
Dia malah meraih gelas tersebut, dan hendak meminumnya, tetapi sekarang Romeo yang beranjak dari kursinya dan merebut gelas tersebut dari genggaman Javier. Aku heran, sebenarnya ini dua orang ada gangguan mental macam apa sih? Kok gelas bekas aja direbutin, cih.
"Hei, kalian melakukan apa sebenarnya?"
Mereka berdua menoleh ke arahku, dan Romeo mengerjapkan matanya beberapa kali, dia terdiam cukup lama sebelum akhirnya melepaskan gelas tersebut. "Saya tak membutuhkan gelas itu, pakai saja kalau Anda mau, Tuan Javier."
Setelah mengucapkan kalimat aneh itu, Romeo berjalan kembali ke kursinya. Tak lama setelah kembali ke kursinya, sudut bibirnya mulai terangkat dan dia berkata, "Hm, ambil saja bekas itu. Nanti aku akan mengambil dari sumbernya langsung."
Err … kok aku firasat buruk, ya?
Ah, bodoh amatlah.
Setelah selesai dengan acara makan-makan ini, Romeo ijin untuk pergi mengurus beberapa hal berkaitan yang berkaitan dengan masalah kekaisaran, sementara aku pergi bersama Javier untuk bersiap-siap menuju acara. Tapi kenapa harus seperti ini ...
KENAPA ROMEO NYERAHIN PRAJURIT SEBANYAK INI HANYA UNTUK MENGAWASI KAMI BERDUA!
Au ah silau.
=====
GAIS INI TUGAS KOK MAKIN AKHIR TAHUN MALAH MAKIN BANYAK HUWA!!!
Sad, hiks.
Eh iya btw, besok aku mau tulis profil biodata (foto, tinggi, berat badan, usia, dsb.) dari tokoh cerita ini.
Kira-kira siapa duluan, besok?
Cuma bisa pilih satu yaw, jangan nawar awokwokwok. Soalnya satu chapter aku cuma bisa masukin biodata satu tokoh doang 🤣
Terima kasih banyak buat kalian yang meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, kalau ada salah kepenulisan mungkin boleh minta koreksinya, jangan lupa vote dan commentnya yaa...
Sampai jumpa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo, Take Me! [END]
Romance[Réincarnation Series #6] Aku terbangun sebagai seorang gadis bangsawan yang memiliki kehidupan suram. Aku bukanlah tokoh antagonis dalam cerita, dan aku juga bukan pemeran utama. Aku adalah tokoh sampingan yang akan meninggal demi menggantikan peme...