Pada akhirnya, dengan penuh terpaksa aku kembali ke kereta bersama dengan Ainsley. Di sana telah berdiri paman kusir yang sedang duduk di kursinya dengan raut wajah yang tampak sangat gelisah. Meski begitu setelah ia melihatku, wajah gelisah nya itu berubah menjadi sumringah.
"Syukurlah anda tidak apa-apa nona!" ucapnya yang berlari kencang menghampiriku. "Nona boleh menghukum saya karena sudah mengabaikan tugas dan meninggalkan nona sendirian di dalam kereta," tambahnya sambil menunduk di hadapanku.
Aku menghela nafas berat kemudian menepuk pundak pria yang sedang menunduk itu. "Paman jangan seperti itu, mau bagaimana pun ini semua adalah salahku yang main masuk ke dalam hutan tanpa menunggu beberapa waktu," sahutku. "Selain itu, ayo kita pergi ke desa, paman!"
Dia mendongakkan kepalanya, baru kemudian ia kembali berdiri dan menegakkan badannya. "Kalau mau menuju ke desa mudah kok, kita bisa menaiki kereta atau jika nona mau kita juga bisa berjalan kaki menuju tempat itu. Untuk masalah barang-barang nanti akan saya antarkan," ucapnya.
Hm, jujur maunya sih naik kereta biar tidak pegal. Tapi masalahnya kan aku harus membaur, tidak sopan dong kalau aku tiba-tiba datang ke sebuah desa sambil membawa sebuah kereta mewah. Jadi ya mau bagaimana lagi, maaf kakiku namun tampaknya pemilikmu ini harus mengorbankan kau.
"Kita akan berjalan kaki," sahutku dengan berani. Hm, tidak apa lah sesekali berolahraga. Melakukan ini bisa membuat tubuhku jauh lebih sehat. Tapi tampaknya pemikiranku tidak sama dengan Ainsley, pria itu terlihat seperti tidak setuju dengan apa yang kuucapkan barusan.
"Tidak, kita akan naik kereta. Kau lihat bukan seberapa buruknya perlakuan anak tadi kepada kau? Bagaimana kalau ternyata saat kita datang ke desa, kita malah tidak di sambut dengan baik?"
Wow, pintar sekali. Ainsley tahukah kau kalau saat ini kau sedang menghina para penduduk desa itu di depan penduduk desanya sendiri loh. Lihatlah seberapa terkejutnya sang paman kusir itu saat mendengar ucapan Ainsley.
Dia mengangkat tangannya, dan menutup mulutnya tak percaya. Oke Ainsley, semua ini karena mulut pedasmu, aku sudah tak peduli lagi jadi kau saja yang mengurus paman ini. "A-Astaga apa warga desa ada yang berniat melukai nona tadi?!" ucapnya.
Aku hanya bisa menghela nafas berat saat mendengarnya. "Iya! Dia bahkan mencengkram pergelangan tangan Valerie sampai menyisakan bekas merah di sana!" Lah? Ini Ainsley gimana kok malah semakin menjelek-jelekkan toh.
"Tunggu-tunggu, anda salah paham paman, aku tidak di apa-apakan oleh siapapun kok, Ainsley hanya terlalu melebih-lebihkan saja paman!" selaku sebelum semuanya menjadi semakin rumit dan runyam. Aku dapat merasakan tatapan tajam dari Ainsley, dengan cepat aku balas mendelik kearahnya. "Sudahlah paman sebaiknya kita tidak usah memperdulikan dia dan langsung pergi saja."
"Nona yakin?" Aku menganggukkan kepalaku. "Baiklah kalau begitu."
=====
Dan beginilah bagaimana aku berakhir dengan berdiri di depan sebuah rumah kecil bertingkat dua di tengah-tengah padang rumput yang luas dan indah ini. Mataku menelusuri penampilan rumah tersebut, dan jujur aku tak tahu apa rumah ini ada orangnya atau tidak sebelum tiba-tiba pintu rumah tersebut terbuka.
Seorang wanita paruh baya keluar dari balik pintu tersebut. Ia memiliki surai hitam kecoklatan dengan struktur mata sayu. Dia juga masih terlihat segar, meski sudah tua dan kerutan sekalipun dia tetap terlihat seperti seseorang yang segar bugar.
"Ada apa?" tanyanya bingung sebelum akhirnya matanya itu menemukan sosok tak asing di antara kami yang tak lain dan tak bukan adalah paman kusir tadi. "Oh astaga! Tak kusangka kau sudah besar seperti ini Ario! Bagaimana pekerjaanmu di kerajaan?"
Ah, akhirnya aku tahu juga siapa nama paman kusir ini. Setelah sekian lama aku penasaran namun tak berani menanyakan langsung, ternyata siapa sangka kalau aku dapat mengetahuinya juga pada akhirnya.
"Aku baik-baik saja di sana bibi, penduduk di sana sangat baik dan ramah, karena itu aku hidup dengan baik di sana, makanan pun mudah di cari," sahut Paman Ario.
Mereka berdua saling bercanda gurau melepaskan kerinduan, sementara aku dan Ainsley disini merasa seperti akan membusuk tak lama lagi karena keberadaan kami yang terasa transparan. Ahahaha, sedih sekali ya diabaikan seperti ini, terasa seperti menjadi nyamuk.
"Ekhem, apa ada anak bernama Romeo di sini?" tanyaku yang mencoba untuk menyela mereka sebelum diriku yang sudah terasa transparan ini malah menjadi benar-benar dianggap hilang. Tapi tampaknya semua ini sia-sia, mereka masih asik berbicara sementara aku dan Ainsley tidak dianggap sama sekali.
Namun tiba-tiba sebuah suara benda yang jatuh langsung mengalihkan perhatian kami semua. Aku sontak membalikkan badanku guna menatap siapa gerangan yang menjatuhkan barang hingga menimbulkan suara sekencang ini. Dan siapa sangka kalau pria itu lah yang melakukannya.
"Bangsawan mesum?"
Duh, panggilanku kok ngenes gitu.
======
YAP KITA DOUBLE UP GAES ヽ(´▽`)/
Kan kapan hari lalu kalian sudah menjawab teka-teki receh dengan benar, karena itu sekarang kita akan double up sesuai dengan janjiku dulu~
Updatean keduanya nanti jam 8 yaw...
Terima kasih banyak buat kalian yang meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, kalau ada salah kepenulisan mungkin boleh minta koreksinya, jangan lupa vote dan commentnya yaa...
Sampai jumpa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo, Take Me! [END]
Romance[Réincarnation Series #6] Aku terbangun sebagai seorang gadis bangsawan yang memiliki kehidupan suram. Aku bukanlah tokoh antagonis dalam cerita, dan aku juga bukan pemeran utama. Aku adalah tokoh sampingan yang akan meninggal demi menggantikan peme...