Mashiho seperti sedang dihakimi sekarang. Ia duduk di hadapan kedua orang tuanya yang terlihat frustasi karena ulah anaknya. Sang papa terlihat sedang memijat pelipisnya sedangkan sang mama mengelus tangan papa. Berusaha menenangkan emosi suaminya.
"Ngapain sih? Kalo ga buru buru ngomong Mashi masuk kamar nih. Besok sekolah hari pertama, Mashi gamau telat."
"Gagal semua rencana papa gara gara kamu."
"Papa gabisa selamanya jadiin aku alat buat menggapai sesuatu atau mempamerkan sesuatu pa. Mashi itu manusia. Punya perasaan. Punya kemauan tersendiri. Gabisa papa atur hidup Mashi terus terusan."
"Papa cuma mau yang terbaik buat kamu dan keluarga kita Mashiho."
"Terbaik menurut papa kayak gitu tapi terbaik menurut Mashiho beda pa."
Mashiho dan kedua orang tuanya diam. Mashiho menghembuskan napasnya kasar sambil memalingkan pandangannya. Memakai jas hanya untuk bertemu keluarga Yiren membuat Mashiho merasa semakin kepanasan. Ia membuka jasnya lalu menaruh jas itu dipangkuannya.
"Sekarang papa mau marahin Mashi apalagi? Fasilitas rumah? Fasilitas belajar? Kendaraan? Atau apa?"
"Kalau perusahaan papa sama perusahaan papa Yiren kerja sama, peluang uang yang kita dapat bisa lebih banyak lagi Mashiho. Papa cuma pengen kita hidup nyaman."
"Memangnya sekarang kita hidupnya ga nyaman pa?"
Lagi lagi Mashiho membuat papanya terdiam. "Mobil ada 3. Uang banyak. Emas berlimpah. Rumah ada 2. Tanah dimana mana. Kurang apalagi sih pa? Kurang apa?"
Mashiho bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar. Ia tahu, jika ia duduk di hadapan kedua orang tuanya terus menerus. Itu tidak akan mengubah apapun. Papanya tetap tidak akan bisa menjawab alasan kenapa Mashiho harus bersama dengan Yiren. Sang mama uang melihat kekecewaan suaminya hanya dapat mengelus punggung suaminya.
"Kayaknya memang udah gabisa pa. Mashiho udah cinta banget sama Nako. Kita ga punya jalan lain selain biarin mereka bersatu."
"Tapi ma-"
"Mereka ga ada ikatan darah. Ga bakal masalah pa. Mama udah tanya temen mama yang anaknya nikah sama saudaranya sendiri. Anaknya sehat kok."
Sang ayah menghela napasnya berat. "Yasudah. Kita juga istirahat ma."
Pagi hari tiba. Mashiho dan Nako bersiap ke sekolah dengan hati gembira mereka. Senyum di wajah mereka tidak kunjung luntur. Mashiho yang sengaja bangun sangat pagi mengendap-endap keluar rumah. Namun, saat ia membuka pintu depan rumah, seseorang berdehem di belakangnya. Mashiho menoleh. Ternyata itu papanya.
"Sarapan dulu. Ada yang mau papa omongin."
Mashiho menghembuskan napasnya kasar. Rencananya untuk diam diam menjemput Nako gagal. Dengan langkah yang gontai, Mashiho masuk ke ruang makan untuk sarapan. Mereka makan dengan tenang. Hingga tiba tiba papa Mashiho mengucapkan sesuatu yang aneh.
"Papa setuju."
Mashiho menatap papanya aneh. Yang ditatap justru fokus dengan makanan. Tentu saja Mashiho bingung. Maksudnya apa? Ia menoleh ke arah mamanya yang sedang menatapnya dengan senyum yang dipaksakan.
"Apa? Papa sama mama ngobrol apa?"
"Papa setuju kamu sama Nako." jawab sang mama membuat Mashiho langsung berdiri dari duduknya.
"Serius?!"
Sang mama terkekeh. "Iya nak. Serius. Papa kamu setuju."
Mashiho yang mendengar itu langsung bersorak senang. Ia bahkan menghampiri sang papa lalu memeluknya erat. Mashiho tidak menyangka ia berhasil meyakinkan orang tuanya selama satu minggu. Setelah puas dengan papanya, Mashiho beralih memeluk mamanya.
"Makasih ya ma. Mashiho bahagia kalo kayak gini."
"Iya nak. Yasudah kamu berangkat sana. Nanti jangan lupa kabarin mama kalau kamu tinggal sama Nako lagi."
"Siap boss. Mashi berangkat!" ucap Mashiho sambil memberi hormat kepada kedua orang tuanya.
Mashiho tersenyum lebar. Dengan terburu buru ia berangkat ke sekolah. Ia langsung naik motornya yang pernah diantar Asahi kerumah orang tuanya. Mashiho jadi semakin tidak sabar memberitahu Nako jika ia berhasil. Mashiho yakin, Nako pasti akan senang. Bahkan menangis saat melihatnya nanti.
Empat puluh lima menit Mashiho melakukan perjalanan dari rumah orang tuanya. Dengan terburu buru ia turun dari motornya dan berlari menuju kelas. Saat ia berada di pintu kelas, bisa ia lihat Nako sedang bercanda dengan Hitomi, Ryujin, dan Somi. Saat hendak menghampiri Nako, Asahi dengan cepat menahan tas Mashiho dari belakang.
"Chibi ditahan dulu ya kangennya. Inget, yang lain gatau lo berdua itu pacaran." peringat Asahi.
Mashiho melupakan fakta itu. Setelah diberitahu Asahi, Mashiho langsung masuk ke dalam kelas dengan gaya sok kerennya. Ia menempatkan tasnya di samping kursi Nako. Membayangkan mereka duduk berdua saja sudah membuat Mashiho senang. Ah, ia benar benar tidak dapat menyembunyikan perasaannya.
"Eh Nako, itu Cio dah dateng. Tumben banget ga bareng." tegur Chaeryeong.
"Ah, iya Mashi ga di apart aku Chaer, makanya ga bareng. Yaudah aku mau samperin Mashi dulu ya!"
Para gadis mengangguk. Mereka menatap Nako yang terlihat sangat senang melihat Mashiho. Nako berlari ke arah Mashiho yang duduk di mejanya sambil bermain hp. Seolah tidak mempedulikan mereka ada dimana, Nako langsung memeluk Mashiho.
"Anjir dipeluk." kata Ryujin.
"Wah beruntung banget si Chibiho dipeluk Nako gitu." iri Jaehyuk.
"Tuhan baru masuk kelas udah liat keuwuan." keluh Chenle.
"Sodara macam apa anjir peluk peluk gitu. Ga bener emang." cibir Somi.
"Jadi pengen." ucap Hitomi membuat Asahi menoleh ke arahnya.
"EITS ROBOT JAUH JAUH LO DARI HITOMI KITA. GA ADA YANG BOLEH UWU UWU LAGI!" marah Yuri.
Mashiho dan Nako yang mendengar itu tertawa. Mereka melepas pelukan dan saling menatap mata. Mashiho mengelus tangan Nako. Ah, ternyata begini rasanya rindu tersalurkan.
"I miss you Takata Nako." lirih Mashiho.
"I miss you more Mashi." balas Nako dengan senyuman.
Nulisnya aja sampe senyum senyum ><
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐧𝐞, 𝐒𝐮𝐤𝐢 𝐧𝐢 𝐧𝐚𝐜𝐜𝐡𝐚𝐭𝐭𝐞 ✓
Short Story[Mashiho x Nako] Mashiho dan Nako ini saudara jauh. Namun, Nako jatuh cinta dengan Mashiho. Jadi bagaimana Nako menghadapi perasaannya? Apa Mashiho memiliki perasaan yang sama dengan Nako? Cover by -> @-SWTDRMX Start : 7 August 2020 End : 30 October...