💌 DUA PULUH EMPAT 💌

700 191 58
                                    

Tandai typo❤

***

Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah, Raja hanya diam. Sibuk mengemudikan mobil, padahal pikirannya berlari kesana-kemari. Sesekali Haila melirik ke arah Raja, Haila tau apa yang sedang Raja pikirkan.

Hingga ketika mereka sudah sampai di halaman rumah, dan Raja pun sudah berancang-ancang untuk membuka pintu mobil, tapi Haila segera menahan Raja dan memeluknya dari belakang.

"Apasih!" cetus Raja tidak suka.

"Nggak apa-apa Raja, aku tau sekarang kamu lagi butuh teman curhat. Kamu bisa cerita apapun padaku saat ini." kata Haila.

Oh iya, bila Haila memeluk Raja, lalu dimana Adelia? Anak perempuan itu anteng duduk di samping kiri Haila.

Raja terdiam tidak menjawab pertanyaan Haila, namun laki-laki itu juga tidak lagi menolak Haila memeluknya. Haila melepaskan pelukannya. Keduanya saling menatap dalam.

"Katakan apa yang sedang kamu rasakan, jangan segan menceritakannya padaku, Raja. Aku dengan rela mendengarkan semua keluh-kesahmu. Aku ini istri kamu Raja," ucap Haila.

Dengan cepat Raja merengkuh tubuh Haila, memeluk perempuan itu dengan erat. Haila membalas pelukan Raja tidak kalah erat.

"Aku takut, aku belum siap kehilangan Mama. Papa bilang, jika Mama tidak segera mendapatkan pendonor maka terpaksa Mama akan hidup dengan satu ginjal yang mati. Dan itu artinya, prediksi para dokter hidup Mama tidak akan lama lagi." Haila mengelus pelan punggung Raja. Sejujurnya, Raja sangat nyaman dengan posisi ini. Raja memejamkan Matanya.

"Papa atau Dokter itu bukan tuhan, Raja. Mereka memang memberikan prediksi seperti itu, tapi belum tentu juga prediksi mereka itu benar." kata Haila menenangkan, meskipun di lubuk hatinya juga ia sangat was-was dengan keadaan Mama mertuanya.

"Tapi tetap saja aku takut..." lirih Raja. Haila melepaskan pelukannya, kemudian menangkup kedua pipi Raja menggunakan tangannya.

"Mama akan segera mendapat pendonor ginjal, pegang kata-kata aku." Haila tersenyum dan mengangguk mantap.

"Dari mana kamu tau?"

"Ini hanya tebakan aku aja, kamu tau? Tebakan aku itu jarang sekali meleset." Haila tersenyum bangga dengan dirinya sendiri. Sejenak Raja tertegun, melihat senyuman Haila di jarak sedekat ini membuat jantung Raja berdegub lebih kuat dari biasanya.

"Udah, ya, jangan sedih. Kamu harus banyak berdoa. Mulai hari ini jangan tinggalkan shalat kamu, bisa?" tanya Haila. Entah suruhan dari siapa, Raja mengangguk membuat senyum Haila semakin merekah.

Haila mengecup bibir Raja membuat laki-laki itu membeku.

"Nah gitu dong! Aku keluar duluan ya? Ayo Adel sayang! Eh, jangan kulum ponsel Mama terus, itu kotor, Nak!"

Setelah dipastikan Haila telah masuk ke dalam rumah. Raja menempelkan keningnya pada stir mobil, pipinya memerah merona. Oh tuhan, apa yang sudah terjadi pada dirinya? Raja tidak mungkin menyukai Haila. Tapi sialnya jantungnya tadi berdegub sangat kencang.

Lalu kenapa juga tadi ia mengangguk menjawab pertanyaan Haila? Harusnya dia marah, siapa Haila berani-beraninya menyuruh-nyuruh dirinya? Mungkin Raja lupa bahwa Haila adalah istrinya.

***

Waktu menunjukan pukul setengah 2 siang. Haila mundar-mandir tidak jelas di depan cermin riasnya. Ia bimbang, haruskah ia memberitahu Raja bahwa ia akan pergi bertemu Adit sekarang? Tapi bagaimana bila Raja tidak mengizinkannya, yang ada nanti Adit bisa saja bertindak melakukan yang tidak-tidak.

HAILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang