💌 DUA PULUH ENAM 💌

657 145 15
                                    

Haila termenung di dalam kamarnya, di atas ranjang bersama Raja. Namun Raja sudah tidur duluan. Waktu menunjukan pukul 1 pagi.

Haila masih kepikiran dimana keberadaan Ibunya sekarang. Jika boleh memilih, Haila mending dimaki-maki Ibunya ketika di rumahnya yang dulu tadi, dari pada harus tidak melihat Ibunya seperti ini. Setidaknya meskipun dimaki-maki, ia bisa melihat bagaimana keadaan Ibunya sekarang.

Haila rindu sekali pada Ibunya.

Dan untuk Teressa. Haila benar-benar akan memberikan ginjalnya untuk Mama mertuanya tersebut. Keputusan Haila sudah bulat, tidak bisa diganggu gugat.

Mamanya Raja, Mama Haila juga. Meskipun Teressa sering memperlakukannya tidak baik, namun Haila tau, dilubuk hatinya yang terdalam Teressa juga menyayangi dirinya. Hanya saja pikirannya saat ini sedang tertuju pada Sela, oh bukan, lebih tepatnya hartanya Sela.

"Niatku baik, Allah pasti akan melancarkan segalanya. Aamiin." guman Haila pelan sekali.

Haila merebahkan tubuhnya di samping Raja. Mumpung Raja sudah tidur, ia mengambil kesempatan untuk memeluk Raja dan membenamkan kepalanya di dada bidang suaminya itu. Namun hal yang tidak terduga terjadi, Raja membalas pelukan Haila. Dengan mata yang masih tertutup, Raja bergumam.

"Kenapa baru tidur, hm?"

Dan jantung Haila malam itu tidak dalam keadaan baik-baik saja.

***

Seperti biasa. Sarapan pagi di kediaman keluarga Bhama selalu ramai dengan perbincangan ringan. Biasanya yang paling banyak bicara adalah Sela dan Kaka laki-lakinya yang sering sekali memperdebatkan hal-hal kecil.

Seperti sekarang. Perdebatan tidak berfaedah mereka mengenai siapa yang ada duluan di dunia ini. Telur atau ayam? Perdebatan kecil ini selalu menjadi hiburan bagi yang melihatnya.

"Kalau telur terlebih dahulu, terus siapa yang melahirkan telur itu?" tanya Sela menatap garang pada Bram, Kaka laki-laki Sela. Bram terkekeh pelan.

"Baiklah itu artinya ayam dulu, kan? Lalu apa ayam itu tiba-tiba saja menjadi ayam, tidak menjadi telur dulu? Begitu?" mendengar jawaban yang Bram lontarkan membuat Sela berteriak kesal, yang lain tertawa karenanya, termasuk Bram yang tertawa paling keras dari yang lain.

"Itu adalah sebuah pertanyaan yang menjebak!" sungut Sela kesal.

"Lagian kamu mau aja dibodohin sama Kaka kamu." celetuk istri Bram, Sela mendengus.

"Sela?"

"Ya, Ma?"

Kini semua mata tertuju pada Jessica--Mama Sela.

"Gimana hubungan kamu sama Raja?" tanya Jessica tiba-tiba, Atama menghela nafas jengah. Jessica selalu saja membahas masalah ini. Namun benar juga, bila tidak dibahas akan semakin rumit kedepannya.

"Ya, gitu." jawab Sela terkesan tidak suka dengan topik kali ini. Mood makannya tiba-tiba hilang begitu saja.

"Mama tau kamu enggan membahas ini, tapi semua harus diluruskan, Sela." kata Jessica dengan tegas. "Duduk!" Intonasinya semakin tinggi ketika melihat Sela akan beranjak dari kursinya. Mau tidak mau, ya Sela duduk kembali.

"Mau sampai kapan kamu ganggu rumah tangga orang lain, Nak?" kali ini Jessica berucap sedikit lembut.

"Sela belum siap pisah sama Raja, Ma."

HAILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang