52: Berakhir dengan sedih

2.1K 245 44
                                    

Ada yang nungguin enggak?

Ada yang nungguin enggak?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







"Enggak..."

"ENGGAK MUNGKIN!"

Suara jeritan Bumi terdengar melengking meski berada di luar ruangan. Di belakang Bumi ada Kieran yang berdiri dengan mata berkaca-kaca dan wajah yang memerah.

"Please, Bilang ke gue kalo semua ini enggak bener!" Isak Bumi dengan air mata yang menetes deras. Kieran menyeka hidungnya yang berair dan mencengkram bahu Bumi kuat-kuat.

"Lo pikir disini lo doang yang sedih, GUE JUGA SAMA! Gue mohon Bum, berhenti! Kita bisa apa kalo udah begini?" Jerit Kieran berusaha mengalahkan isak tangis Bumi.

"Tapi, Emang lo enggak sedih? DIA HIDUP BARENG KITA! bahkan kita sebagai Kakaknya yang ngerawat dia! Dan sekarang dia..."

"Sekarang dia mati,"

Tanah lapang yang berisi sebuah Makam di depan mereka terasa lengang. Jelas, disini hanya ada satu makam dan mereka berdua yang masih setia berada disitu meski sudah berjalan setengah hari dari dibuatnya makam itu.

"Gue sedih! Tapi emang kita bisa menyalahi takdir dan garis kematian? Enggak Bum!" Kieran kembali melirihkan kalimatnya.

Bumi masih saja terisak. Jemarinya kotor sudah setelah sedari tadi mencengkram tanah yang sama yang menimbun yang paling ia cintai.

Kieran berjongkok dan mensejajarkan dirinya diaamping Bumi yang masih dengan tangis tersedu-sedunya. Ia merengkuh bahu Bumi yang bergetar meskipun tubuhnya juga sama bergetarnya.

"Leta bakal sedih kalau kita terus nangis kayak gini!" Kieran berbisik kecil tepat di telinga Bumi.

"Coba bayangin betapa sedihnya Leta saat ngelihat dari sana kalau kita terus-terusan nangisin dia kayak gini!" Bujuk Kieran agar Bumi menghentikan tangisannya. Bumi tersentak. Mendengar perkataan Kieran yang ada benarnya juga, Bumi langsung menghentikan tangisannya.

"Gue cuman masih enggak nyangka aja,"

"Ternyata secepet itu dia ninggalin kita!" Bumi kembali mengekspresikan kekalutannya dengan perkataan. Kieran memghela napas panjang. Ia juga lagi-lagi menyeka hidungnya.

"Bukannya ini terlalu cepat yaa, Kier? Leta masih kecil, harusnya perjalanan ia masih panjang, tapi... kenapa Tuhan ngambil nyawa  Leta secepet ini?" Bumi malah kembali terisak. Melupakan perkataan Kieran yang menyuruhnya untuk tenang.

"Please Bumi, udah! Ayok kita pulang!"

Kieran akhirnya menyudahi dengan beranjak dan menarik tangan Bumi yang enggan untuk pergi. Bumi berjalan dengan paksaan dari Kieran, meskipun begitu tatapannya masih mengarah kepada makam yang sedari tadi ia singgahi.


"Leta...."




"Ikan gue, Hiks..." isak Bumi sembari kembali meneteskan air mata.

Amaryllis (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang