19: Perlahan

2.7K 330 52
                                    


Lama yaa?

Sabar dong :)




Leta menarik tangan Jena memasuki kamarnya. Lebih tepatnya menyeret Jena agar Jena mau membagi sedikit tentang Hal yang baru Leta ketahui tadi.

Leta jadi merasa bersalah.

Sekarang Leta jadi mengetahui alasan mengapa Ayah dan Mommynya mau mengangkat seorang Jena Cantika menjadi anak mereka.

Jena menatap Leta dengan datar. Menutupi sedikit rasa cemas yang menyelimuti pikirannya.

"Lo... Bisa ceritain ke gue tentang, eum... Self-Injury Lo?" Leta bertanya dengan gugup. Ah, sebenarnya ini karena Leta mengetahui bahwa hal semacam itu tak mungkin orang membaginya dengan mudah.

Jena menghembuskan napas kesal dan menggeleng. Ia merasa tak penting harus bercerita kepada Leta.

"Buat apa? Buat bahan kasian Lo ke gue?" Jena menjawab ketus membuat Leta tersentak. Luntur sudah image sok Polos Jena dimata Leta.

Leta jadi kesal dengan nada bicara Jena sekarang tapi mengingat rasa bersalah Leta karena selalu menjauhi Jena membuat Leta hanya terdiam. Membiarkan Jena melamun sendirian, menatap Leta dengan tatapan kosong.

Hidup menjadi orang miskin itu susah!

Apalagi tinggal di panti asuhan yang hanya mengandalkan donasi dari orang orang dermawan.

Jena muak dengan seluruh kehidupannya

Ia yang kabur dari rumah ketika berusia 5 tahun karena kekerasan dari ayahnya.
Ibunya meninggal saat melahirkan Jena dan Ayahnya selalu mengkambing hitamkan Jena

Ayahnya menganggap Jena sebagai sumber kesialan dan memukulinya.

Jena yang sedari kecil sudah menderita.

Jena yang sedari kecil selalu dianggap pembawa sial bagi siapapun.

Jena yang, ah... Selalu menjadi pelampiasan kemarahan banyak orang.

Sedari ia masuk panti, ia mulai mengiris pergelangan nadinya tanpa diketahui siapapun. Ia mencoba untuk mati berkali kali, namun nampaknya Tuhan belum mengizinkan Jena mati.

Ia masuk ke sekolah dasar dengan bantuan ibu panti yang pastinya juga Donatur. Tapi bukannya menjalani hidup normal seperti biasanya, Jena lagi lagi menjadi sasaran cemoohan karena dianggap sebagai anak haram pembawa sial.

Berkali kali Jena mengelak, berkali kali pula pukulan melayang pada tubuhnya yang ringkih.

Ribuan kali ia mendapat kekerasan, Ribuan kali pula ia menyayat nadinya untuk melampiaskan ketidakmampuannya melawan.

Ia ingin hidup Normal layaknya orang kebanyakan!

Hanya sedikit populasi orang menderita didunia ini, tapi mengapa Jena yang menjadi salah satunya?

Jadi salahkah jika Jena sekarang mendamba kehidupan bahagia seperti kebanyakan orang?

Yang Jena inginkan hanyalah kasih sayang dari orang orang disekitarnya. Kasih sayang yang membuatnya berhenti melukai diri sendiri suatu saat nanti!

Kasih sayang yang menutupi Lukanya jauh dibanding sayatan sayatan sialan itu.

Jena menyadarkan dirinya sendiri dan menatap Leta lekat. Jelas sekali ada pancaran rasa kasihan dalam mata Leta dan Jena membenci itu.

Amaryllis (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang