Bagiku menikah merupakan proses sakral yang seharusnya hanya terjadi sekali seumur hidup, dan tentunya pernikahan terjadi di antara dua orang yang saling mencintai. Setidaknya begitulah aku mendefinisikan sebuah pernikahan. Namun siapa sangka bahwa akan ada hari di mana aku dipaksa menikah tanpa adanya cinta di hatiku, jangankan cinta, mengenal calon suamiku saja tidak. Dia adalah orang asing yang pada akhirnya dipaksa masuk ke dalam kehidupanku.
Segala hal bermula dari ide ibu yang bersikeras ingin menjodohkanku dengan adik dari kenalannya. Seorang pengusaha di bidang properti, berusia 32 tahun dan belum pernah menikah.
"Berapa kali sih Irene harus nolak biar ibu berhenti desak-desak aku terus? Irene capek bu dengar ibu setiap hari minta Irene menikah bahkan sama laki-laki yang Irene gak kenal." Ucapku sedikit meninggikan suara karena sudah terlalu muak dengan tekanan yang tiap hari tak ada hentinya dari ibu.
"Ini demi kebaikan kamu Ren! kan kamu tahu sendiri sejak kepergian ayah, perekonomian keluarga kita sulit. Segalanya jadi serba susah, Rara sudah mau masuk SMA, terus si kembar juga masih kecil..."
"Ibu yakin ini cuma demi kebaikan ku? bukan karena ibu menganggapku sebagai beban keluarga. Bagaimanapun, aku sangat tahu diri seberapa susahnya ibu dan ayah menyokong hidupku. Kalau ibu mau mengusirku, gak perlu repot-repot untuk ngadain perjodohan segala bu." Aku meledak, kucurahkan segala isi hati yang sudah lama aku pendam seorang diri.
"Kamu bicara apa sih Ren? kalau memang ibu menganggap kamu sebagai beban, sudah dari dulu kamu ibu tendang keluar dari rumah ini." dari raut wajahnya, terlihat jelas bahwa ia kecewa dengan ucapanku.
Aku rasa ucapanku memang sedikit kurang ajar untuk ukuran anak yang kehidupannya masih dari sokongan orang tua.
"Tapi kan gak harus menikah bu? terlebih sama laki-laki yang umurnya gak beda jauh dari ibu, dan aku sudah cukup muak dengan semua tuntutan yang selama ini selalu ibu dan ayah berikan ke aku. Aku ingin sekali saja memutuskan jalan hidupku sesuai mauku." aku meledak-ledak, aku benar-benar tak terima dengan ide ibu yang terdengar konyol itu. Bagaimana bisa dia menyuruhku untuk menikah dengan pria yang tidak aku inginkan disaat aku masih sibuk dengan tetek bengek kesibukan studi ku.
"Kapan ayah atau ibu pernah menekanmu? tidak pernah ada penekanan, semua yang kami lakukan itu untuk kebaikan kamu, toh kamu menjalaninya tanpa protes kan?" Ibu mulai meninggikan intonasi suaranya.
"Ibu gak sadar ya? selama ini ibu selalu menuntut aku untuk jadi anak yang sempurna. Harus cantik lah, harus jadi juara kelas lah, harus pintar matematika lah, ini lah itu lah. Dan ibu bilang gak pernah menekanku? aku gak protes karena aku memang nggak punya hak untuk itu bu!" kataku murka.
"Dengar ya Irene! Kamu pikir ayah kamu sakit-sakitan karena apa? karena kamu!, kamu yang mau sekolah kedokteran dan bikin ayah kamu kerja serabutan cari duit sampai jarang pulang ke rumah. Bukannya itu sepadan kalau kamu harus jadi yang terbaik? dan kamu merasa ibu menekan kamu?, kamu masih waras?" Ibu sudah mulai tenggelam dalam emosinya, membuatnya menampakkan ekspresi asing yang dulunya tak pernah aku lihat, hatiku perih melihat wujud mengerikan ibu saat marah, padahal dulu beliau adalah orang yang sering tersenyum dan tidak pernah marah pada anak-anaknya.
"Tanpa ibu tekan aku untuk jadi sempurna pun aku tahu diri bu, tapi disaat aku sudah berusaha semampuku pun ibu selalu menekanku untuk jadi yang paling sempurna, anak ibu ini cuma manusia biasa bu, bukan Tuhan. Dan sekarang aku juga dipaksa untuk menikah, tolong bu, untuk yang satu itu, izinkan aku memilih jalanku sendiri" lantas aku bersimpuh di depan ibu.
![](https://img.wattpad.com/cover/247202796-288-k961643.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You (END)
General FictionBerawal dari sebuah perjodohan yang tak pernah diinginkan, Irene Divyascara, dokter muda yang baru saja menyandang gelar Sarjana kedokteran itu dipaksa menikahi pria kaya yang usianya terpaut jauh dengannya, yang pada akhirnya hubungan mereka kandas...