Part 1

3.9K 342 3
                                    

Akhir pekan menjadi Hari favorit- Bintang, karena ia Dapat beristirahat dari semua ocehan Keenan. Ia biasanya menghabiskan waktu-nya berdiam diri dengan melukis.

"Hari ini bakal gue lukiskan semua stres Yang udah ga karuan banyaknya," ujarnya sambil menarik napas Dan membuangnya.

Ia menarik beberapa titik pada kanvas tersebut Dan mulai memadukan dengan berbagai warna Yang cerah Dan melakukan beberapa  sentuhan terakhir.

Hingga sekarang karya lukis-nya Yang telah ia buat selama ini berjumlah ratusan lebih. Ya, melukis membantu-nya menghilangkan penat serta stres Yang begitu menumpuk pada pikiran- cowok ini.

"Kring," sebuah notifikasi masuk dari Bunda- Bintang Di Kampung.

Dari : Bude🖤
Bintang. Gimana sekolah kamu nak? Mama kangen banget sama kamu. Bapak juga kangen tidak karuan sama Bintang, hingga bapak jatuh sakit karena terlalu banyak pikiran. Sekarang lagi di Rumah tiduran saja. Katanya pengen lihat muka Anak semata wayangnya. Jangan lupa titip Salam sayang buat Bunda, Ayah Dan Adek Keenan ya.

Balas ke : Bude🖤
Sekolah Bintang baik-baik saja mama. Adek kemaren terpilih jadi Sekretaris dengan alasan adek telaten kerjanya. Mama jangan khawatir ya, adek akan ijin ke Bunda dan Ayah disini buat ambil Ijin seminggu dari sekolah supaya menginap disana. Kasih tau Bapak kalau adek besok sudah sampai. Iya adek nanti titip Salam buat mereka.

"Kasihan bapak. Dia pasti stres dengan pekerjaan disana sampai sakit begitu," ujarnya sambil merapihkan semua peralatan lukis-nya," ujarnya.

"Bunda, Besok Bintang bakal Ijin ke rumah bapak Dan mama di kampung, soalnya bapak lagi sakit di Kampung. Bintang Juga sudah pesan tiket kereta api buat berangkat besok," pinta Bintang Yang dibalas dengan ekspresi khawatir oleh Bunda.

"Ayah sakit? Ya Tuhan. Ga usah khawatir soal sekolah besok pasti Bunda urus di sekolah sama Keenan," Jawab Bunda sembari pergi ke dapur untuk membuat sesuatu agar dititipkan ke Keenan.

Saat ia menaiki beberapa anak tangga, tiba-tiba ia dicegat oleh Keenan Yang berdiri di depan kamarnya Yang berada pada anak tangga teratas.

"Coba dah tadi Gua foto eskpresi lu pas Naik tangga. Mirip orang lagi nahan boker, coba gih di-cek siapa Tau udah keluar?," Sentilnya dengan tawa jahatnya.

"Ekspresi lo udah kayak monyet sange-an aja. Ga Dapat jatah malam ya??," Sambung Bintang dengan tawa Yang ia buat sedikit mirip dengan tawa Keenan barusan.

"Lah biarin, daripada elo ga pernah laku?, Bwahaha," tawanya Yang sekarang Makin menjadi-jadi.

"Hehe gapapa. Gua bakal nahan ga maki lo. Karena seminggu kedepan Gua ga bakalan dengar ocehan lo lagi. Ngitung-ngitung Gua gamau menghancurkan mood Gua malam ini, " ujar Bintang langsung masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikit pun.

"Ga peduli woi!," Jawabnya dengan suara khasnya.

***

"Bunda Dan Ayah, Bintang jalan ya," katanya sembari menarik kopernya keluar rumah untuk memasukannya ke taxi Dan diantarkan ke kereta Api.

Sebenarnya Ayah ingin mengantarnya hingga kesana, tapi ia tak ingin merepotkan mereka Dan memilih untuk Pergi sendiri.

"Ini bin, kue buat Mama Dan bapak di Kampung. Bunda Dan Ayah Juga titip Salam ya buat mereka, hati-hati di jalan ya. Kalau sudah sampai kabari ya, " Kata Bunda Yang dihiasi senyumnya Yang begitu tulus Dan berarti.

Baguslah, karena Bintang Tak melihat sesosok Keenan disitu. Dia takkan mengejek ataupun mengerjainya.

"Selamat tinggal Semua," teriaknya dari dalam taxi.

Perjalanan dengan kereta Api membutuhkan sekitar 7 jam untuk sampai ke Pemberhentian dekat kampungnya.
Maka dari itu, ia bersantai sambil mendengarkan beberapa lagu chIhetic song untuk menenangkan pikirannya.

"Crittt," bunyi decitan rel kereta Api Yang menyadarkan Bintang dari waktu istirahat sejenak.

"Akhirnya, gue kangen banget suasana ke gini. Adem banget," wajar saja udaranya  belum terkontaminasi Polusi, karena kebanyakan di kampungnya menggunakan Hewan sebagai Transportasi kedalam Kampung.

Benar saja, puluhan Kuda Dan Penunggang Kuda sudah memojok di Pemberhentian rel kereta. Mereka memakai Kain adat tradisional sebagai Tanda penyambutan.

Ia dibimbing ke sebuah formasi kuda Dan disuruh melompat me kuda Paling tengah.

"Selamat datang kembali ya Bintang," sahut seorang pemuda Yang Tak ia kenali wajahnya, Namun seketika ia teringat Akan wajah pria tersebut.

"Niko? Niko?," Tanyanya memastikan.

"Ya, Benar itu aku. Naiklah," jawabnya Dan sigap memberi tangannya untuk mempermudah Bintang menaiki kudanya.

Mereka sudah setengah jalan Dan mereka masih senantiasa bernyanyi berbagai lagu penyambutan dalam bahasa daerah. Ia merasa sangat diterima di kampungnya. Ia sangat merindukan kampungnya ini.

Dari belakang Yang ia lihat hanya punggung Yang telanjang dengan warna kulit Yang begitu eksotis warnanya. Begitu mengkilap, Dan bau maskulin Yang sangat jantan memabukannya dalam perjalanan.

Tak ia sangka bahwa Niko telah bertumbuh Menjadi seorang pemuda Yang gagah. Alis tebal, Mata Yang bulat Dan bibir berwarna cokelat keemasan menghiasi perawakan tampannya, Dan tentu saja tingginya sangat berbeda jauh dengan ukuran tubuhnya.

"Di Kota, kamu Mandi kembang tujuh rupa, ya?," Tanyanya Yang sontak membuat bintang kebingungan.

"Ngg-a. Memangnya kenapa ?," Tanyanya karena merasa bingung atas pertanyaan Niko barusan.

"Kau terlihat seperti kembang desa Kita. Kau terlihat beraura Dan cantik untuk seorang lelaki, Bintang," Godanya Yang berhasil memerahkan kedua pipi Bintang sekejap.

" B-bisa aja, Niko. Gue masih seorang lelaki, ,Nik." Jawab Bintang dengan wajah Yang Menjadi memanas karena pujiannya itu.

Mereka saling bercerita tentang keadaan di kampung Dan Hal yang belum ia ketahui sejak pindah ke Kota.

Niko terlihat begitu jantan ketika ia turun dari kuda putihnya Yang begitu anggun. Dia memberikan Bintang sebuah kalung penyambutan Yang terbuat dari kayu.

"Mama. Bintang kangen sekali ma," ungkapnya sambil memeluk ibunya begitu erat karena perpisahan selama 5 tahun itu.

"Bapakmu didalam. Dia sudah Tak sabar bertemu dengan mu. Tengoklah bapakmu," ujar ibundanya sambil menunjuk ke dalam rumah.

Ia melangkah begitu cepat Dan mendapati Ayahnya Yang sedang berbaring di tempat tidurnya dengan sebuah Kain tua Yang dulu pernah Bintang pakai waktu umurnya 9 tahun.

"Bapak, Bintang pulang," serunya Yang membuat Bintang menghiasi senyum indahnya dengan kecupan di dahinya.

He is My Enemy!(✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang