9. 20 Oktober 2006. Hi, Little Angel

377 29 3
                                    

— 01:48

"Arm... Arm... Armmm..." Alice menggoyang goyangkan tubuh suaminya yang tertidur disampingnya. "Arm... perut aku sakit". Mendengar ucapan tersebut, Arm langsung bangun dengan keadaan terkejut. Saat ini Alice sudah pucat, dan terus terusan meremas perutnya kesakitan.

"Oke. Aku telfon bidan sambil hmmmmm ayo kamu sambil bangun. Kita ke bidan" Arm mencoba memopang istrinya yang sudah tidak kuat berjalan, sambil mencari kontak ibu Bidan yang harus dia hubungi ketika Alice mau melahirkan.

"Halo bu, kayaknya istri saya mau melahirkan. Iya saya segera kesana ya bu" kemudian Arm menutup telponnya dan terus memopang Alice yang sedang kesakitan. Arm berusaha mengambil apapun yang terlihat. Membawa tas melahirkan yang sudah disiapkan, kunci motor dan dompet kemudian membantu Alice untuk naik ke motornya.

Sebelumnya, si Bidan sudah memperingati Arm untuk tidak membawa istrinya yang mau melahirkan dengan motor. Namun, Arm tidak sempat untuk meminjam mobil Papanya sampai Alice mendadak melahirkan seperti ini. Jam 3 pagi. Kalau Arm tau, mungkin Arm sudah membawa mobil Papanya sejak seminggu yang lalu untuk disiapkan sebagai kendaraan melahirkan Alice. Namun lagi-lagi, Arm terlalu santai dan menaggap waktu persalinan Alice masih 2 minggu lagi, yang mana ternyata meleset 2 minggu dari perkiraan.

Arm sudah sampai di Bidan langganannya. Tidak jauh. Sengaja katanya mau yang dekat saja.

Saat ini Alice sudah terbaring di bed persalinan, mengatur nafas yang diajarkan si Bidan sebelumnya. Arm terus menggenggam tangan Alice, ikut menarik nafas sesuai tempo yang diajarkan.

"Kamu jangan ngelawak dulu dong. Aku lagi mules". Alice merengek menahan ketawanya sejak tadi. "Siapa yang ngelawak sih?" "Ya kamu. Ngapain kamu ikutin nafas yang diajarin Bu Bidan. Itu kan buat aku" "Ya. Latah aja". Jawab Arm yang dihadiahi pukulan dari Alice.

Bu Bidan kembali setelah mempersiapkan alat alat yang diperlukan untuk proses persalinan Alice. "Pak, sudah kabari keluarganya? Bisa kabari keluarga dulu pak. Ini masih bukaan 4. Pagi ini lahirnya kalau cepat" kata ibu Bidan yang sedang mengecek keadaan Alice. "Nanti aja Bu. Saya ga mau jauh jauh dari Istri saya. Kalau sudah melahirkan, baru saya kabari nanti. Saya mau nemenin Istri saya sampai melahirkan bu" yang kemudian dijawab anggukan oleh sang ibu Bidan

— 14:54

"Laki-laki ya pak. Jarinya semua lengkap. Nafasnya bagus, nangisnya juga kencang." 

"Iya bu. Makasih banyak ya bu Bidan"

Tak terasa tangis Arm pecah saat menatap bayi kecil itu. Arm kemudian mencoba menengok kebelakang, melihat Alice yang masih berbaring lemas.

"Makasih ya" bisik Arm tanpa suara ke Alice, dan dibalas anggukan.

Nut... nut... nut..."Mah. Alice sudah melahirkan".

"Hah. Syukurlah. Kamu dimana? Melahirkan dimana? Alicenya gimana? Bayinya gimana? Pah... Papah ga usah kerja ya cucu kita sudah lahir. Halo Arm" terdengar suara dari sebrang telepon

"Iya mah. Di Bidan Desy, dideket rumah Arm mah. Yang pas belokan masjid besar itu"

"Oh iya Mama ingat. Mama siap siap terus jalan ya. Kamu diam disitu"  ucap mama di sebrang telepon.

"Iya mah. Hati-hati ya Mah"

Nut... nut... nut... nomor yang Anda tuju

Nut... nut... nut... nomor yang Anda tuju

"Ini ibu sama bapak kenapa ga ada yang angkat telfon ya." Ucap Arm ketika mencoba menelpon Ibu dan Bapak Alice

Nut... nut... nut... nomor yang Anda tuju

Married (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang