10. 21 Oktober 2006. Saatnya Jagoan punya nama.

324 29 0
                                    

— 07:30

"Arm, semalam Amitsa bales wa aku. Tapi cuma bilang mau tefon aku pagi ini" Arm yang mendengar itu, hanya mengangguk paham.

"Kamu belum kepikiran nama anak kita?" Tanya Alice kepada Arm yang sedang menatap kembarannya itu, dan dibalas gelengan kepala.

"Hmm, Pet Name dia waktu di perut tuh kan Pat, gimana kalau kita terusin aja namanya Pat?" kata Arm. Ya, Arm memberi nama panggilan untuk bayi dikandungan Alice dengan sebutan 'Pat'.

"Hm Pat? Apaya..." Alice diam sejenak "Patrick?" Tanya Alice yang disambut senyuman selebar selapangan bola oleh Arm. "Setujuuu. Oke sebentar aku catet." Yang kemudian Arm membuka handphonenya untuk mencatat nama Anakanya. "Gimana kalau Patrick Nattawat Chansook?" Tanya Arm ketika menyusun nama di handphonenya.

Alice mengangukkan kepalanya, menandakan ia setuju dengan nama yang Arm sebutkan barusan.

"Hi Pat, nama bayi kamu jadi nama kamu beneran. Hahaha." Ucap Arm ke anak bayinyang sedang tertidur itu.

— 09:18

Sudah pukul 9 pagi namun Amitsa belum juga menghubungi Alice. Entah mengapa, Alice seperti lupa dengan janji yang dibuat Amitsa sehingga dia agak sedikit tidak memperdulikannya.

Tok... tok... tok... tiba tiba ada suara ketukan pintu, dan Arm mengangkay alisnya mengisyaratkan pertanyaan siapa yang datang sepagi ini, dan Alice membalas dengan menaikan kedua pundaknya. "Sana coba cek" perintah Alice dan Arm bergegas bangun untuk membuka pintu rumahnya.

"Dek..." Arm terkejut karena ternyata Amitsa datang, sendirian.

"Kak Arm. Maaf ya aku baru datang" Arm menggeleng dengan keras, mengucapkan kata tidak apa apa kepada adiknya ini

"Ayo masuk, Kakak sama pat nungguin tuh" ajak Arm sambil menutup pintu rumahnya.

"Kak..." Amitsa langsung berlari memeluk kakaknya "selamat ya Kak" katanya.

"Dek, Ibu sama Bapak mana?" Tanya Alice ditengah pelukannya.

Alice dan Amitsa berpelukan cukup lama, seperti sedang ada sesuatu yang ingin diucapkan oleh Amitsa.

"Bapak sama Ibu ada dirumah. Tapi kak..." jawab Amitsa menggantung. Alice tidak menjawab, menunggu adiknya menyelesaikan ucapannya.

"Bapak sakit kak. Ibu bilang untuk ngga ngabarin kakak kemarin karena kakak sedang melahirkan. Kemarin bapak jatuh dikamar mandi, dan ternyata stroke"

Tidak terasa air mata Alice sudah turun dengan derasnya. Alice berusaha tenang mengingat Pat sedang tidur disampingnya.

Amitsa melepaskan pelukan dengan kakaknya, kemudian menggenggam tangan Alice yang sedang menangis itu "Ibu, bakal kesini kak. Tapi nanti, kalau Bapak udah bisa ditinggal. Mangkanya aku kesini duluan, untuk ngabarin kakak"

"Kemarin hectic banget, aku ga pegang handphone sama sekali. Kemarin bapak dibawa kerumah sakit tapi ga dirawat, langsung pulang"

"Pas aku mau ngabarin kakak, aku liat wa kakak dan bilang kalau kakak melahirkan, dan ibu tau mangkanya ibu ngga izinin aku untuk bilang dan minta aku untuk datang kesini hari ini"

"Tapi kak, Bapak senyum kak waktu tau kakak melahirkan. Apalagi Ibu, Ibu udah ngga sabar mau kesini. Tapi Ibu nunggu bapak stabil dulu, baru bisa kesini" Amitsa menceritakan semuanya ke Alice dengan nada santai, mencoba agar Alice tidak panik terkait kabar Bapaknya.

Arm sedari tadi terus mengelus pundak Alice, dan Alice sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Alice makin merasa bersalah dengan Bapak.

"Inget ya kak, Bapak jatuh bukan salah kakak, kakak melahirkan pas Bapak jatuh juga bukan salah kakak. Disini ga ada yang salah jadi kakak jangan nyalahin diri sendiri ya?" Amitsa terus mengelus tangan Alice

"Maafin kakak ya Sa, kamu harus nanggung semuanya sendirian. Kamu harus jadi anak tertua di rumah karena ga ada kakak." akhirnya Alice membuka suara, setelah selesai menangis

"Kak apasih. Aku anak Ibu sama Bapak juga. Seharusnya aku yang merasa bersalah, karena ga bisa jagain Bapak padahal aku di rumah. Tapi Bapak malah jatuh dan bikin bapak sakit." Jawab Amitsa dengan santainya.

"Udah ya kak sedih sedihnya. Bapak udah ga kenapa kenapa. Ya, cuma bapak udah ga bisa gerak." Ucap Amitsa sambil menghapus air mata Alice.

"Iya, nanti kita kerumah nengok bapak ya, kalau Pat udah bisa diajak pergi. Nanti aku pinjem mobil Papa biar bisa bawa Pat kerumah kamu" Arm mencoba menenangkan Alice juga.

Amitsa bangun dari tempat duduknya dan menghampiri bayi yng sedang tidur itu "Kak Arm! Kenapa anaknya mirip kakak sih, kenapa ga mirip kak Alice. Nanti aku diragukan nih jadi tantenya". "Aku mau foto dulu sebentar, tadi ibu titip minta fotoin" dan ia melanjutkan kegiatan memfoto keponakannya itu.

Amitsa adalah anak yang cerewet dan sangat ceria. Tak heran suasana dengan sangat cepat menjadi cerah kembali. Amitsa tidak akan membiarkan kakaknya menangis terus menerus.

— 10:20

Kecerewetan Amitsa membangunkan Pat yang sedang tertidur dan akhirnya menangis. Melihat itu, Amitsa keluar dari kamar dan duduk di ruang tamu.

"Udah dikasih nama kan kak?" Tanya Amitsa yang melihat kakaknya keluar dari kamar. "Udah" jawab Alice.

"Namanya Patrick Nattawat Chansook" lanjut Alice. "Aku kabarin Ibu nih namaya, Patrick Nattawat Chansook. Kirim" Ucap Amitsa sambil berkirim pesan dengan Ibunya.

"Tuh kak, Ibu ga sabar mau kesini katanya. Kalau Bapak bisa ditinggal, lusa paling Ibu kesini. Nanti sama Mita kayaknya biar aku jagain Bapak di rumah" Amitsa sambil menunjukan isi pesan dari Ibunya yang menyatakan sudah tidak sabar untuk bertemu Alice dan bayinya.

"Aku jemput aja gimana? Lusa jadwal kuliah aku sampe jam 1 doang kan. Nanti aku jemput Ibu. Kalau sama Mita nanti kasian naik kendaraan umum kan?" Arm tiba-tiba menghampiri kedua adik kakak yang sedang berbincang itu.

"Yaudah boleh tuh kak." Amitsa mengangguk

"Kabarin Ibu ya. Lusa kak Arm telpon Ibu kalau udah mau berangkat dari kampus"

Married (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang