Karena hujan bagaikan isyarat cinta yang tak sempat disampaikan langit kepada bumi. —Nadira2022
***
Happy reading...
Arka menghentikan mobilnya tepat di depan pagar rumah bercat putih. Rumah yang menjadi tempat tinggal Diva, dan seseorang yang begitu ia cintai, Alya. Setiap berpijak kesana, Arka selalu merasa teringat dengannya, ketika main di halaman depan, mengusili pak satpam dan ketika mereka bermain air. Rasanya begitu berat jika harus melupakan semua kenangan manis itu.
"Uhm... thanks ya Ar sorry ngerepotin" ucap Diva dan hanya dibalas oleh anggukan Arka. Diva segera turun dari mobil, setelah keluar Arka mulai menancap gas untuk pergi meninggalkan tempat itu. Diva menghela nafas berat, memandangi mobil Arka yang melesat dengan cepat meninggalkannya, "Arka pasti gak mau teringat sama Alya lagi..."
***
Mobil Arka berhenti karena di depan sana lampu lalu lintas memperlihatkan warna merah, sembari menunggu berganti hijau ia mengalihkan pandangan ke arah sekitar, tanpa disengaja ia melihat seorang perempuan yang tengah berjalan dengan wajah yang tertekuk, lalu ia duduk di halte bus dan menyenderkan kepalanya disana.
Arka terus memperhatikannya hingga tanpa sadar lampu merah sudah berganti menjadi hijau. Karena masih ingin melihatnya lebih lama, akhirnya Arka memutuskan untuk memarkirkan mobilnya di tepi jalan, berseberangan dengan tempat halte bus.
Lama Arka memperhatikan sampai kemudian langit-langit mulai memperlihatkan sisi gelapnya, awan di atas sana yang semula berwarna biru muda lama-kelamaan menjadi abu-abu, ditambah kilatan petir yang tiba-tiba muncul tanpa suara. Hingga tak lama kemudian rintikan air mulai berjatuhan, membasahi jalanan kota ini.
Awalnya Arka tampak khawatir saat perempuan itu mengusap lengan, bertanda kedinginan. Tetapi ketika hujan itu mulai deras ia malah berdiri dengan raut wajah gembira, Arka mengernyit heran, apa yang akan dilakukan olehnya?
Ia mengulurkan lengannya menyentuh air hujan yang turun dari atap halte bus. Tak sampai disitu, ia juga mendongakkan kepalanya ke atas sembari menutup mata. Rintikan air hujan itu jatuh tepat mengenai wajahnya hingga di detik selanjutnya ia terbatuk-batuk, merasakan air yang masuk ke lubang hidungnya. Arka yang setia memandanginya sampai tak sadar jika sekarang terkekeh geli.
Angkutan umum tiba-tiba berhenti di depan halte, Arka tidak bisa melihat perempuan itu karena terhalangi. Dan setelahnya Arka tak lagi melihat keberadaan perempuan tadi. Mungkin ia menaiki angkutan umum itu, pikir Arka.
Sempat kecewa karena tak lagi bisa melihat tingkah konyolnya, akhirnya Arka juga memutuskan untuk kembali ke rumah.
***
Nadira turun dari angkutan umum dengan berlari kecil menuju rumahnya. Ia masuk ke dalam sebuah rumah sederhana yang selama ini ia tempati bersama ibu serta kakak laki-lakinya, "Assalamualaikum bu." ia mengucap salam.
"Waalaikumsalam, gimana pesanannya udah di sampaikan belum?" tanya wanita paruh baya yang tengah menjahit. Wanita itu tak lain dan tak bukan adalah ibu Nadira yang bernama Santi, seorang penjahit baju.
"Udah bu, ini uangnya" Nadira menyerahkan uang lembaran kertas yang ia ambil dari saku bajunya, kepada Santi.
"Terima kasih ya Nadira, kamu mandi sana! Habis kehujanan nanti sakit lagi, ibu buatkan teh hangat ya?" Nadira tersenyum dan mengangguk, ia melangkah menuju salah satu kamar yang terletak dibagian belakang.
"Gapapa deh uang jajan kepotong, yang penting gak ngecewain ibu." ujarnya pada diri sendiri.
Flashback on.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANA [REVISI]
Teen Fiction[TAHAP REVISI] [Jadwal update part yang sudah di revisi setiap Jumat] Arka seharusnya bisa tumbuh dewasa seperti anak remaja yang lainnya, dapat kasih sayang, memiliki banyak teman dan mungkin, kekasih? Namun, sebuah peristiwa di masa lalu membuat...