2 | ARKANA

1.6K 127 3
                                    

Happy reading...

Di tengah obrolan antara Angga dan Gilang tiba-tiba salah satu teman kelas mereka menghampiri, "Ar lo di panggil kepala sekolah." ucap Bisma pria berpakaian rapih memberitahunya.

"Loh Ar kenapa? Lo gak buat masalah kan? masa baru masuk udah bikin masalah aja." tanya Angga yang terlihat mengkhawatirkan Arka.

"Gue gak tahu" Arka hanya menjawab sesingkat itu lalu bangkit dari duduknya dan meninggalkan kelas untuk pergi menghampiri kepala sekolah yang tak lain adalah pamannya sendiri.

Arka mengetuk pintu coklat dihadapannya sebanyak tiga kali, lalu ia membuka pintu setelah mendengar perintah dari dalam sana.

"Silakan duduk, Arka" ucapnya mempersilakan Arka untuk duduk di kursi sebelah seorang siswi. Arka diam sejenak untuk mengamati wajah siswi itu dari samping, dahinya mengernyit saat siswi itu balik menatapnya, siswi itu adalah siswi yang tadi menabraknya ketika membawa tumpukan buku. Ia memberikan tatapan aneh pada Arka, karena tak ingin memusingkan akhirnya Arka memilih untuk duduk tanpa pedulikan kehadirannya. 

"Ada apa om?" tanya Arka yang langsung memintanya untuk berbicara, ia tak ingin berlama-lama di ruangan ini, pengharum ruangan yang memabukkan membuat Arka tak nyaman. 

"Selama kamu menjadi murid di SMA ini nilai kamu selalu kurang dan kamu sering sekali bolos di jam pelajaran. Itu sangat tidak baik Arka, apa lagi kamu ini sekarang sudah menginjak kelas dua belas" ucap kepala sekolah yang diketahui bernama Yosep.

Arka menyimak kata-kata pak Yosep yang sebenarnya tak ingin ia dengar.

"Intinya aja om" pinta Arka sembari menggaruk telinga belakangnya, siswi di sampingnya sempat melirik Arka tapi hanya sesaat karena pak Yosep kembali berucap.

"Oke, intinya kamu akan om kasih guru les privat untuk membantu menambah nilai-nilai yang masih kurang, dan gurunya adalah.. Nadira!" pak Yosep menunjuk siswi yang kini diketahui bernama Nadira.

Arka menoleh ke samping dan menilainya dari atas sampai bawah. "Ko gitu si? Arka gak setuju!" tolak Arka langsung. 

"Ini perintah langsung dari ayah kamu Arka." pak Yosep kembali mempertegas.

"Tapi ayah belum bilang apa-apa tuh ke Arka." kata Arka lagi, tetap tak ingin jika harus menuruti perintah.

"Ya karena ayah kamu tahu kamu pasti tidak akan mau. Kamu sudah tidak bisa menolak karena semua sudah di sepakati. Dia ini anak beasiswa dan berprestasi di sekolah pasti bisa membantu kamu untuk mendapatkan nilai lebih baik. Urusan jadwal atau semacamnya itu terserah kalian, kalian sendiri yang membicarakannya." Pak Yosep menarik nafasnya lalu kembali membuka mulutnya, "Segitu aja yang bisa om sampaikan, silakan kembali ke kelas" ia tersenyum di akhir katanya.

Arka menghela nafas gusar dan menatap pria dihadapannya dengan kesal. Sebelum memutuskan untuk pergi ia melirik Nadira sesaat lalu bangkit dan keluar tanpa berpamitan.  

"Nadira, tolong lakukan yang terbaik ya untuk Arkana. Ingat! Tanpa orang tuanya, kamu tidak akan bisa mendapatkan beasiswa bagus ini." ucap pak Yosep pada Nadira, ia hanya mengangguk tanpa menatap wajahnya.

"Kalau begitu saya permisi pak" Nadira menyusul keluar, meninggalkan ruangan itu dengan perasaan gelisah.

Saat baru keluar, ia kembali melihat Arka yang tengah berdiri dan dia seperti tengah menunggunya. Ia ingin mengabaikan kehadiran Arka, tapi tiba-tiba ia berhenti saat mendengar ucapan Arka. "Di bayar berapa lo, sampe mau jadi guru private gini?" tanya Arka dengan wajah datar melihat Nadira yang membelakanginya.

Nadira menghela nafasnya, membalikkan tubuh dan membalas tatapan tajam Arka.

Tunggu, Arka merasa detak jantungnya berirama, menatap manik mata Nadira yang sepertinya tak asing membuat dirinya kalut, detak tak kunjung meredu, perasaan kian memburu. Sebenarnya apa apa yang terjadi pada dirinya?

"Kalau lo emang gak mau bilang aja. Gue juga gak mau ngajarin orang yang gak punya sopan santun kayak lo!" jawab Nadira dengan ketus, seketika Arka tersadar dan mengedipkan matanya beberapa kali. Tidak mungkin, orang ini hanya kebetulan memiliki mata yang sama dengan dia.

"Songong banget lo jadi anak! Gue juga ogah kali terima ini!" balas Arka

"Ya udah." Nadira tak ingin mengambil pusing, ia ingin melangkahkan kakinya namun, Arka mengikis jarak antara mereka dan mencekal lengannya.

Nadira jengah, sejak pertemuannya yang kurang mengenakkan, ia jadi tak ada respect pada murid yang bernama Arkana. "Apa lagi..?"

"Gue belum selesai ngomong!"

Nadira diam, membiarkan Arka untuk mengucap apa yang dia inginkan. 

"Lo dengar kan tadi pak Yosep bilang apa?? Gue gak bisa tolak, artinya seberapa besar gue bantah itu, mereka akan tetap lakuin ini. Jadi.. kita tetap harus les!" ucapnya. Nadira memikirkan ucapan Arka yang ada benarnya, jika terus begini akan lebih membuatnya dalam kesulitan.

"Jadi?" Nadira menaikkan alisnya, bukannya berucap Arka malah diam memandangi wajah Nadira. Melihat wajah itu dari jarak sedekat ini ternyata semakin membuatnya teringat akan seseorang. Arka berusaha menepisnya dengan menggeleng dan menatap wajah Nadira lagi. "Kenapa sih? Gak jelas banget lo!" kesal Nadira sembari melepaskan cekalannya.

"Sombong banget! Beasiswanya mau di cabut?" ancaman itu seakan berhasil melukai hati kecil Nadira. Iya, Nadira tahu ia hanya anak beasiswa, tapi apa karena itu, ia tidak bisa membuat keputusan sendiri? Arka menyadari raut wajah Nadira yang berubah, ia mungkin sedikit kelewatan kerena sudah berkata demikian. "Les seminggu sekali." ucapnya mengalihkan pembicaraan

"Kalo seminggu sekali kapan lo bisanya?" kata Nadira, tak setuju dengan usulan Arka 

"Lo pikir gus bodoh?" Arka menatap Nadira dengan kesal. 

"Iya!! kalo enggak, mana mungkin orang tua lo maksa harus les private gini." jawab Nadira, lagi dan lagi Arka dibuat tak percaya dengannya, baru kali ini Arka menemukan perempuan yang berani sekali memperlakukannya begini. "Seminggu empat kali deh" usul Nadira.

"Dua!"

"Empat!"

"Dua!" Arka bersikeras

"Fine! Tiga kali dalam satu Minggu, gimana?" putus Nadira, mengurangi satu hari dari yang ia usulkan sebelumnya.

"Selasa Kamis Jumat" pinta Arka

"Sorry Jumat gak bisa, ganti Sabtu."

"Gue Sabtu gak bisa" tolak Arka, mereka kembali beradu mata.

"Lo kira lo doang yang sibuk, gue juga ada jadwal lain kali! Pokoknya terserah lo mau apa enggak! yang jelas gue udah kasih tahu, Selasa, Kamis, Sabtu!" Nadira memilih untuk melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Arka yang masih terlihat tidak terima dengan hasil yang diputuskan.

"Ada ya cewek begitu?" tanyanya pada diri sendiri sambil menatap kepergian Nadira yang melangkah dengan langkah kaki lebar.

TBC.

ARKANA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang