7 | ARKANA

1.2K 95 11
                                    

Happy reading...

Nadira dan Tania memasuki kelas 12 IPA 1. Keduanya duduk di bangku berbeda, Nadira di barisan paling depan sementara Tania duduk di belakangnya. "Lea kemana?" tanya Tania, Lea yang Tania maksud adalah Agatha Leandra, pemilik sabuk coklat yang juga merupakan teman dekat mereka, bedanya Lea berteman sejak mereka memasuki masa SMA. Saat itu Tania kecopetan dan Lea lah yang menolongnya mengejar si pencopet sampai akhirnya mereka menjadi teman dekat.

"Dia izin, nih dia nitipin surat ke gue. katanya ikut lomba karate di Bandung." jawab Nadira sembari mengeluarkan kertas yang berada dalam amplop putih.

Tania mengerutkan bibirnya, "Dia gak ngabarin gue, masa? ih!" Nadira hanya terkekeh kecil dan kembali menghadap depan untuk melihat ponselnya.

"Ohiya Nad!" Tania berseru, Nadira kembali duduk menyamping untuk menatap Tania dan mendengarkan apa yang ingin di ucapkan. "Dengar-dengar si Amel jadian ama si Ryan ya?"

Nadira mengedikan bahunya. "Padahal kemarin tu cowok kan ngejar-ngejar lo Nad, ko sekarang malah jadian ama si Amel adik tiri lu. gak jelas banget." lanjutnya

Nadira tersenyum tipis dan mengingat apa yang terjadi di hari-hari sebelumnya, hari dimana ia mendapatkan penguntit dan penguntit itu tak lain adalah Ryan. Ia mencari tahu tentang kehidupan Nadira, mengikutinya kemanapun dan mendekatkan diri secara berlebihan sampai Lea bertindak, memberikan ancaman pada Ryan untuk tidak melakukan hal itu lagi pada Nadira.  Setelahnya emang benar, Ryan tak lagi melakukan hal konyol itu pada Nadira tapi entah kenapa sekarang lelaki itu malah berkencan dengan Amel, adek tirinya. Nadira sedikit khawatir akan hal itu.

Dahulu ayahnya menikah siri dengan Anita yang merupakan ibu Amel. Lalu Santi mengetahui akan hal tersebut dan memilih untuk bercerai karena tidak ingin di madu. Dan setelah perceraian itu sang ayah tak lagi tinggal bersama Nadira juga keluarga di rumah melainkan tinggal bersama Anita dan Amel. Santi awalnya tak menerima jika sang mantan suami melupakan tanggung jawab untuk menafkahi kedua anaknya tapi, lambat laun ia ikhlas dan menerima nasib buruk itu dengan lapang dada. Santi mulai bangkit dengan bakat yang ia punya yaitu menjahit. Membesarkan dua anaknya dengan penuh kasih sayang hingga menumbuhkan anak yang cerdas dan baik hati seperti Fajar dan Nadira.

***

Bel pulang sekolah berbunyi di tengah aktivitas belajar para murid. Mereka seolah bernafas lega secara serentak karena telah terbebas dari pelajaran yang menyiksa.

"Ketua kelas jangan dulu pulang ya! Ada pertemuan OSIS MPK." ucap seseorang yang tiba dari luar kelas.

Ketua kelas IPA 1 adalah Nadira, pemenang voting yang dilakukan sebelumnya. Ia mengangguk dan tersenyum pada si pemberi kabar, "Thanks ya buat infonya."

Tania selesai berkemas dan menepuk pundak Nadira."Yaudah Nad gue balik duluan ya kalo gitu" pamitnya

"Iya, hati-hati." Tania melambaikan tangannya lalu pergi keluar kelas.

Nadira juga selesai mengemasi alat tulisnya, ia pun pergi ke ruang OSIS untuk melakukan pertemuan itu.

Ia mengetuk pintu pada ruang OSIS yang tertutup dari dalam. 

"Masuk!" Setelah mendengar seruan dari dalam sana, ia masuk ke dalam. Ternyata sudah ada banyak orang di sini, ketua kelas atau anggota MPK dari kelas lain pun sudah duduk dengan tenang di kursinya masing-masing.

"Maaf saya telat." semua mengangguk memaklumi. Nadira memilih duduk di sebelah Dara ketua kelas 12 IPA 4.

"Oke karena semua udah berkumpul mari kita mulai rapatnya!" ucap lelaki yang menjabat sebagai ketua OSIS.

Mereka mulai membicarakan tentang pemilihan ketua OSIS/MPK baru untuk kelas 11, karena kelas 12 sudah tidak di wajibkan untuk menjadi OSIS/anggota inti MPK lantaran sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian. Rapat pun berjalan dengan cukup memakan waktu. Hingga pukul 15.50 Nadira dan yang lainnya keluar bersamaan dari ruangan tersebut.

"Gue duluan ya Nad." Dara melambaikan tangannya dan pergi mendahului Nadira.

Ketika ingin mengambil langkah, seseorang memanggilnya dari arah depan dan membuat ia menegakkan kepalanya untuk memastikan.

"Ryan?"

"Gue nunggu lo dari tadi.." ucapnya. Nadira masih tak memberikan respons.

"Lo.. dengar kabar itu ya?" tanya Ryan, meski belum mengatakan tapi Nadira paham apa yang dimaksud Ryan.

"Ya, gue dengar."

"Gue kesini cuma mau lurusin hal itu." Nadira mengerutkan keningnya. "Iya, gue sama Amel gak ada hubungan apa-apa ko. Gue cuma anggap dia adek lo, jadi gue rasa.. gua harus punya hubungan baik. Gitu.." katanya menjelaskan.

Nadira mengedarkan pandangannya kearah lain sebelum kembali menatap Ryan dan berkata.. "Jangan mainin perasaan Amel! Lo gak tahu seberapa berharapnya dia waktu sama lo?" 

Ryan berdeham dan tersenyum pada Nadira. "Tujuan gue tetap sama ko, jadi pacar lo."

Nadira menatap wajah Ryan dengan lekat, masih dengan perasaan penuh khawatir pada Amel namun, seseorang menghampiri mereka. "Kasihan deh kalau Amel sampe tahu.." ujarnya. Nadira juga Ryan menoleh dan ternyata orang itu adalah Abraham si ketua OSIS yang lebih dikenal dengan sebutan Abay.

Dari tatapannya, sudah jelas jika Ryan tak menyukai hadirnya Abay, lelaki yang sering kali ia lihat bersama Nadira.

"Gak usah ikut campur! Lo gak di ajak." Ryan membalas dengan ketus. Abay menampilkan raut wajah seolah ia takut mendengar kata-kata itu tapi tak lama kemudian ia tersenyum miring.

"Beritanya udah dikonfirmasi langsung ko sama Amel. Sekarang anaknya lagi ngadain konpers tuh di depan." kata Abay dan berhasil membuat Ryan terbelalak.

"Maksud lo–"

"Uhm. Dia lagi sibuk sebar beritanya sendirian, gak mau dibantu?"

Beberapa detik berlalu Ryan terdiam, tak lama umpatan terdengar meski dengan suara yang rendah. Lalu di detik selanjutnya Ryan pergi berlari meninggalkan mereka yang hanya bisa menatap kepergiannya.

Abay menatap wajah Nadira dari samping, tiba-tiba saja senyumannya terbit dari sudut bibir hingga memperlihatkan lubang kecil pada pipinya.

"Nad, mau pulang bareng?"

TBC.

Update: 23 November 2020
Revisi: 8 Juli 2022

ARKANA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang