10. RUMIT

43 6 0
                                    

[Vote before reading this chapter]

Stefy Winata tengah berjalan ke kelasnya. Hari ini sedikit aneh bagi orang-orang yang paham akan sifat Stefy, gadis itu berangkat lebih siang dari biasanya. Apalagi cewek itu kini tengah memakai jaket oversize hitam dengan kupluk jaket itu yang menutupi kepalanya, tak lupa masker hitam untuk menutupi wajahnya. Rambut cewek itu juga berubah, yang tadinya sepanjang pinggang kini hanya sebatas bahu.

Hampir semua adik kelas tidak ada yang mengenalinya, hanya orang yang betul-betul tahu dan kenal dengan Stefy yang akan mengenali cewek itu pagi ini. Dengan telapak tangan yang ia masukkan ke dalam saku jaketnya, Stefy berjalan dengan tatapan tajam melewati setiap kelas tanpa memperdulikan tatapan orang-orang.

Tatapan itu adalah tatapan khas Stefy Winata yang jarang ditemui pada orang lain. Tatapan yang dapat berubah dengan drastis jika bertemu orang yang ia kenal, tatapan tersebut akan menghangat hanya dalam hitungan detik. Karena hal itu, banyak yang menyangka kalau Stefy adalah orang yang sombong padahal sebaliknya.

Setibanya di kelas, cewek itu langsung meletakkan tas ransel abu-abunya ke bangku yang selama ini dia tempati. Dengan hati-hati saat melewati lengan kanannya yang terluka. "Stef, lo kenapa pake jaket, pake masker segala."

"Papah yang nyuruh." Jawabnya to the point. Memang Surya yang meminta Stefy untuk berpenampilan seperti ini demi keamanan karena kejadian kemarin. Surya terus mewanti-wanti anak buahnya yang dekat dengan Stefy untuk selalu mengawasi putri bungsunya itu saat sang Papah tengah bertugas diluar kota seperti saat ini.

**********************

Jam istirahat kedua, saatnya untuk yang segar-segar. Disaat orang lain mengipasi tubuh mereka dengan buku pelajaran karena kepanasan, berbeda dengan Stefy yang masih setia menggunakan jaket hitamnya. Hal tersebut membuat Nita sedikit curiga ada sesuatu yang disembunyikan Stefy selain keamananya.

"Lo gak gerah apa Stef?" Cewek yang tengah menyeruput es jeruk itu hanya menggeleng, namun reaksi tubuhnya lain, keringat mengucur dari dahinya. Rambut cewek itu juga basah akibat peluh.

"Copot aja jaketnya." Ferdy ikutan risih dan gerah melihat keringat Stefy sebanyak itu. Tanpa persetujuan Stefy, Nita menarik jaket kakak sepupunya itu dengan paksa sampai terlepas. Hal ini juga yang mengakibatkan luka jahitan di tangan kanan Stefy sedikit berdarah.

Keterkejutan ditunjukan Ferdy dan yang lainya saat perban yang melilit tengan Stefy nampak mengeluarkan sedikit darah. Bukanya kesakitan atau meminta pertolongan, cewek itu hanya menatap sekilas lukanya lalu kembali meminum es jeruk pesananya. "T-tangan lo kenapa Stef?"

"Hmm." Stefy kembali menghela napas pasrah, dirinya hanya tidak ingin membuat teman-temanya khawatir saja. "Gini nih, makanya gue gak pernah ceritain apapun ke kalian akhir-akhir ini. Pleas jangan salah paham. Gue gak bermaksud nyembunyiin tapi gue gak suka kalo lo pada khawatir sama gue."

"Ya makanya cerita lah!"

"Tangan gue kena panah semalem. Gak tahu siapa yang manah." Tidak ada penekanan dalam intonasi bicara cewek itu. Tenang, seperti air sungai yang mengalir tanpa penghalang bebatuan. "Makanya tadi pagi gue pake jaket sama pake masker, Papah takut ada penyerangan lagi."

Sahabat-sahabatnya masih mencerna setiap kata yang terucap dari bibir cewek itu. Hari ini mereka tahu kalu Stefy sering mendapat surat ancaman dan hal-hal aneh yang dinamakan teror. Bagaimana bisa Stefy menyembunyikan itu sendirian? Dan sangat rapih sampai sahabat-sahabatnya tidak tahu masalah apa yang dialami gadis satu ini.

Semua teror itu dimulai tepat di hari ulang tahunya yang ke 15, beberapa bulan lalu. Tidak ada acara khusus yang diadakan, hanya makan malam bersama keenam sahabat dan para orang tua sahabatnya. Stefy mendapat banyak kado dari orang-orang yang ia sayangi.

[SDS#1]Senja Ingkar JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang