Epilog

43 6 0
                                    

~Menunggu dipertemukan di waktu terbaik menurut takdir~

Duduk di pinggir kolam renang setelah berenang cukup lama, Stefy kini tengah menikmati secangkir kopi hangat yang disiapkan bibi. Ya, selama di Bandung keluarga Stefy mempunyai satu ART yang tugasnya hanya untuk memasak. Sedangkan tugas bersih-bersih akan Stefy kerjakan sendiri.

Cewek itu kini jarang sekali menginjakkan kakinya di lantai dapur setelah hampir 1 tahun kejadian yang lalu berlalu. Entah apa alasanya, hanya memang cewek ini enggan menginjakkan kakinya di tempat yang dulu bisa dibilang kamar keduanya.

"Non, ini ada telpon dari neng Nita." Ucap Bi Inem sambil memeberikan hp Stefy yang tadi bergetar tak jauh dari Dapur.

"Eh, makasih Bi." Cewek itu tersenyum lalu mengambil hpnya lalu memencet tombol hijau agar telonya tersambung. "Hallo Nit. Ada apa?"

"Gue Cuma kangen kok. Gak ada lo, gak ada Chaca kayak kurang di hidup gue."

"Halah, mulut lo kang ngibul."

"Beneran ih, eh btw gimana sekolah di Bandung? Ada yang beda gak?"

"Beda orangnya aja si. Sama aja, tetep ada aja pelajaran guru sejarah yang nyebelin." Terdengar Nita yang terkekeh di seberang sana. "Udahan dulu ya Nit, ntar gue telpon lagi. Gue masih basah kuyup abis renang."

"Lo lagi banyak pikiran hah. Cer—" Stefy memutus panggilannya sepihak. Ia meruntuki dirinya sendiri yang bodoh telah megatakan bahwa dirinya habis berenang. Berenang adalah salah satu cara Stefy untuk menghilangkan stres yang ia alami.

Beralih dari cewek ini, David. Apa kabar cowok itu setelah hampir satu tahun mengidap amnesia? Belum banyak yang berubah, David hanya baru mengingat beberapa orang saja. Seperti keluarga dan sahabat-sahabatnya, untuk sahabat cowok itu baru mengingat sedikit. Belum banyak.

David sedang memikirkan sesosok wanita yang terus datang ke mimpinya setiap malam. Di mimpi David, wanita itu menangis dan terus meminta maaf, sayangnya wajah wanita itu tidak jelas.

Semakin David memikirkan mimpinya, kepalanya semakin pusing. Disaat seperti ini penolong pusingnya hanya kopi kemasan kesukaan Stefy. David belum bisa mengingatnya, namun dia punya rasa tersendiri kepada benda satu ini.

David sendiri selalu menyibukan diri dengan bermain basket atau keluar bersama Ferdy, Nita, dan Erik. Berkeliling kota menggunakan motor juga kerap kali dilakukan David setelah mendapat SIM.

Singkatnya, David dan Stefy yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Pemikiran lebih dewasa, sikap dan tingkah laku juga lebih dewasa tentunya. Kapankah takdir mempertemukan mereka kembali? Biar waktu yang menjawabnya.

 Kapankah takdir mempertemukan mereka kembali? Biar waktu yang menjawabnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Nita~"Makasih readers yang dah baca sampe chapter ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Nita~
"Makasih readers yang dah baca sampe chapter ini. Lope you so much. Endingnya jauh dari ekspektasi? Emang authornya gaje guys. Sekian dulu dari saya. Bye-bye!"

[SDS#1]Senja Ingkar JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang