48. PERUBAHAN

31 6 0
                                    

Mereka yang dipertemukan namun tidak untuk disatukan.
~dwyaanrbti~

[Vote before reading this chapter]

Benar memang apa yang dikatakan David, tidak mungkin tidak ada perasaan lebih diantara dua sahabat yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Entah yang satu menaruh harapan atau keduanya sama-sama berharap tapi takut untuk mengungkapkan. Takut persahabatan yang mereka jalin menjadi hancur hanya karena cinta semata.

Lain kisah untuk Ferdy dan Chaca, keduanya memiliki perasaan yang sama. Namun ada satu dinding besar nan kokoh yang menghalangi keduanya. Sejak hari dimana keduanya ketahuan saling memiliki rasa, nampak sekali Ferdy yang lebih diam jika berhadapan dengan Chaca.

Namun hari ini berbeda, Ferdy memberanikan diri mengajak Nita mengobrol hanya berdua di caffe yang sama namun tempatnya kini lebih tertutup. Ada sedikit kecanggungan diantara keduanya yang selalu nampak saling mengejek di hari-hari yang lalu.

"Emm...sorry banget gue buang-buang waktu lo sore ini. Gue ngajak lo kesini Cuma pengen ngomong, jangan jauhin gue Cuma karena perasaan gue. Iya, gue tau diri kok buat gak ngerebut lo dari tuhan lo. Tapi tolong anggep gue sahabat terbaik lo, mulai saat ini."

Chaca nampak mendengarkan setiap kata yang terucap dari bibir cowok di hadapannya itu. Dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan selama Ferdy berbicara, Chaca menarik telapak tangan Ferdy yang terkepal menahan rasa canggung dan mengusap telapak tangan cowok itu dengan lembut.

"Gue bakal nganggep lo sahabat terbaik gue sampai kapanpun. Gue janji." Chaca tersenyum manis tangan gadis itu pun masih bertaut dengan Ferdy jika kalian lupa.

Di bibir, keduanya bisa saja mengucap janji untuk tetap menjadi sahabat. Namun dihati? Pasti masih saja tersimpan secercah rasa yang mampu mereka bangkitkan kapan saja.

*******************

Hari-hari berlalu begitu saja tanpa terasa. Ujian akhir mereka sudah dimulai dan hari ini adalah hari terakhir mereka melaksanakan ujian nasional. Sungguh mereka semua tidak merasa waktu berjalan begitu cepatnya.

"Gak nyangka kita udah selesai ngerjain UN. Tinggal nunggu hasilnya." Ucap Nita yang saat itu tengah berjalan menggandeng tangan Stefy dan Chaca sekaligus menuju parkiran. Bersamaan dengan para cowok yang berlajan di belakang mereka.

"Btw, OSIS jadi ngadain prom gak si?"

"Gue denger si gak jadi, tapi diganti acaranya yang tadinya prom night jadi acara pelepasan." Suara itu berasal dari Chiko yang mendengar pertanyaan dari Stefy.

"Cuma ganti nama doang elah. Sok-sok an banget." Cibir Nita.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, OSIS SMP Berliant pasti akan mengadakan suatu acara kelulusan yang hanya akan dihadiri oleh siswa saja dan dilaksanakan di malam hari. Untuk tahun ini, acara tersebut diadakan disuatu gedung yang disewa menggunakan uang patungan siswa yang bersedia mengikuti acara ini.

Biasanya di acara ini hanya akan mengobrol dan menyanyi bagi yang di perkenankan mengisis acara. Lalu setelahnya mereka akan pulang. Awalnya Stefy tidak berminat mengikuti acara yang kurang bermanfaat ini, namun dengan bujukan Nita dan Chaca akhirnya cewek itu mau ikut dan berpartisipasi.

"Gue duluan ya Bang, Kak!" Ucap Erik saat sudah sampai di gerbang dan mendapati jemputan disana. Ada sedikit perubahan pada cowok itu, ia tidak seterbuka dulu. Erik akan diam saja ketika tengah berkumpul, sudah jarang cowok itu melawak dan mencairkan suasana bersama Ferdy dan Chiko.

"Hati-hati." Ucapan Stefy mendapat dua jempol dari Erik yang sudah berlari menghampiri jemputannya.

Satu persatau sahabatnya mulai pulang, menyisakan dirinya dan David yang belum dijemput sampai saat ini. Mereka berdua memilih duduk di bangku yang ada di sekitar gerbang keluar yang letaknya dibawah pohon rindang sambil menunggu jemputannya.

"Tadi susah gak ngerjain B. Ing nya?" Tanya Stefy kepada cowok itu. Cowok itu menggeleng, dengan tiba-tiba David merebahkan dirinya di bangku panjang tersebut dan tertidur dengan bantal paha dari Stefy Winata. "Eh-eh, apa-apaan lo?"

"Shut! Diem! Gue ngantuk."

Ngantuk? Kenapa tidur disini. Sebegitu beratkah rasa kantuknya? Tidak bisakah ia menunggu sampai dirumah saja? Interaksi keduanya ini tak luput dari pandangan teman satu angkatan mereka.

Bagaimana tidak? Bangku yang mereka duduki itu letaknya bersebelahan langsung dengan gerbang keluar, maka dari itu tidak ada yang tidak melihat bahwa saat ini David angga Danendra tengah memejamkan matanya di pangkuan Stefy Winata.

Dibawah rindangnya pohon, David nampak begitu menimkati posisinya yang tengah terlelap di atas pangkuan ceweknya sendiri. Stefy yang awalnya terus mengomel kini sudah diam, cewek itu memilih untuk menjelajahi wajah David. Ada satu bagian wajah yang sangat menarik perhatiannya.

Alis. Alis cowok itu memang tebal dan hitam, jangan lupakan bulu matanya yang juga lentik bak diberi maskara. Stefy saja minder melihatnya. "Lo pake minyak apa Vid? Atau emang aslinya?"

"Asli."

Selalu singkat, padat dan jelas. Ya, Stefy memaklumi, memang itu sifat asli David yang tidak dapat diubah. Namun ada sedikit perbedaan dengan David yang ia kenal dulu. Stefy merasa kalau cowo yang sudah hampir setengah tahun menjadi pacarnya ini ternyata memiliki sifat manja.

Terbukti saat David melepas benang jahit yang ada di pelipisnya beberapa bulan lalu. Cowok itu meminta ditemani oleh sang Bunda, namun karena ada sesuatu yang tidak bisa Nurul tinggal akhirnya David pergi ke dokter bersama Stefy.

Begitu memasuki ruangan Dokter Meira—dokter yang menangani David, wajah cowok itu berubah tegang dan juga gelisah. David memang takut semua yang berbau rumah sakit dan jarum suntik. Big no untuknya.

"Jangan tegang dong, masa dilepas benang jahitannya doang udah takut." Ledek Dokter Meira sesaat sebelum ia memulai tugasnya. Stefy yang duduk di sebelah kiri David hanya bisa menahan tawa melihat ekspresi cowok itu.

"Nih deh, gue kasi sesuatu biar gak tegang." Ucap Stefy sambil mengulurkan tangannya. Dengan gerakan kilat, David meraih tangan itu dan menggenggamnya dengan erat, sangat erat sampai Stefy merasa kesakitan.

Untung saja proses itu tidak berlangsung lama, kurang dari 5 menit benang jahitan David sudah terlepas. "Kasihan tuh Stefy. Tangannya sampe merah. Padahal gak sakit."

"Tau, lebay emang dok anaknya." Betul memang, tidak sakit. Hanya rasa takut David saja yang terlalu besar.

Sedang asyik mengingat hari dimana David merasa seperti bocil dimanatanya, Stefy dikejutkan dengan kedatangan Nurul Azahra yang langsung menjewer putranya sendiri. "Kamu yah! Udah Bunda telfonin gak diangkat malah enak-enakan tidur disini."

"Aw-aw, sakit bun!"

Nurul langsung melepaskan jewerannya dan beralih menatap Stefy. "Kalo lain kali dia gini lagi, tendang pantatnya aja Stef. Oh iya, kamu pulang sama Bunda. Tadi Papah kamu yang minta tolong langsung."

"Sama anak kandung kasar, sama anak orang baik. Siapa lagi kalo bukan Bunda Nurul Azahra." Sindir David, setelah menyindir mamahnya. Cowok itu langsung bergegas pergi ke dalam mobil sang mamah sebelum mendapat amukan yang lebih.

"Awas kamu ya!"

Stefy lagi-lagi hanya bisa terkekeh melihatnya.

Stefy lagi-lagi hanya bisa terkekeh melihatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai-hai!!!

Hari ini 4× up
Semoga suka!

See you again!

Happy reading for the next chapter❤
Pai

dwyaanrbti

[SDS#1]Senja Ingkar JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang