16. OH, MY HEART!

32 6 0
                                    

[Vote before reading this chapter]

Di dalam ruang bawah tanah, dengan sedikit pencahayaan kini ada beberapa orang yang nampak seperti bos dan anak buah yang sedang berdiskusi atau semacamnya.

"Gimana?"

"Berjalan sesuai rencana bos. Ini kami dapet fotonya waktu di rumah sakit." Seorang laki-laki yang terlihat seperti bodyguard dengan badan kekar dan berotot itu memberikan beberapa foto kepada orang yang mereka panggil 'bos' tersebut.

"Bagus, upah kalian sudah saya transfer. Tinggal lakuin tugas kalian yang lain." Setelah yang berkuasa berkata demikian, 3 orang laki-laki berbadan kekar itu pergi dari ruangan bawah tanah yang sumpek dan sempit dengan sedikit senyum mengembang di masing-masing wajah pria itu. "Tunggu tanggal mainya."

Orang itu masih memandang kosong kearah depanya dengan simrk yang tidak terlepas dari wajahnya. Setelahnya, orang itu juga ikut keluar dari ruangan yang bisa dibilang ruang rahasia itu.

**********

Keadaan Stefy setelah dibawa ke rumah sakit masih belum baik-baik saja. Masa kritis memang sudah dia lewati, namun saat ini gadis itu masih belum sadar dari pingsanya ditambah Stefy kehilangan banyak darah tadi. Dengan selang infus dan darah yang bersamaan menancap di tanganya, Stefy terbaring pucat di atas ranjang putih rumah sakit. Jangan lupakan selang oksigen di hidungnya.

Sedari tadi Ayla tak henti-hentinya meneteskan air mata melihat kondisi putri bungsunya seperti saat ini. Surya kini tengah menyelidiki penyebab putrinya terbaring pingsan ditambah muntah darah dan mimisan. Semuanya terjadi begitu cepat, ada kejanggalan di sini.

"Stef, bangun yuk. Makan dulu, Mamah suapin." Ucapnya sambil menggenggam telapak tangan kanan Stefy dan mengelus surai halus putrinya lalu pengecup kening Stefy dengan penuh kasih sayang.

Untuk sahabat-sahabat Stefy, mereka sudah kembali ke sekolah dan mungkin sekarang sudah jam pulang. Sebenarnya merekapun tidak mengikuti pelajaran karena masih terlalu memikirkan Stefy. Apalagi baju David, Nita dan Chaca terkena darah Stefy. Mereka ber-enam memilih duduk di gazebo bagian belakang sekolah yang jarang ada guru berkeliling kesana.

Meskipun duduk di gazebo, mereka semua tidak ada yang memulai pembicaraan. Sibuk dengan pikiran masing-masing. David yang tiduran lalu lengan atasnya ia gunakan untuk menutupi mukanya, baju cowok itu juga sudah ia ganti dengan hoodie hitam. Lalu Chaca yang merebahkan dirinya di paha sang kembaran dengan tatapan kosong ke atas. Chiko yang paham dengan kondisi sang adik hanya bisa mengelus surai Chaca dengan kasih sayang.

Begitu juga dengan Ferdy yang sibuk memainkan rumput yang tumbuh di sekitar gazebo tersebut dengan pikiran entah kemana. Dan pemandangan unik terjadi disini, Nita bersender di bahu seorang Erik Mahendra dan tangannya merangkul lengan atas Erik dengan posesif.

"Kak Stefy pasti kuat Nit." Ucap cowok itu sambil membenarkan poni Nita yang menutupi matanya ke belakang telinga dengan tangan kiri.

Pandangan Nita kosong bahkan saat menjawab kata-kata Erik. "Stefy kuat?" Erik menganggukinya dan lengelus puncak kepala Nita dengan lembut. Tak disangka Nita malah mendongokkan kepalanya dan menatapnya memohon. "Gue pengen liat Stefy, Rik. Sekarang kita kesana ya, lagian kita gak ngapa-ngapain disini."

Untuk kali ini Erik menggeleng, ditangkupnya kedua pipi Nita lalu memandang kedua bola mata cewek itu dengan teduh. "Lo harus nurut kata-katanya Om Surya Nit. Kita disini sampe jam pulang, habis itu lo boleh seharian sama Stefy. Sepuas lo, pasti sekarang dia udah sadar dan lagi istirahat. Kalo lo ganggu dia istirahat kapan dia sembuhnya."

[SDS#1]Senja Ingkar JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang