[Vote before reading this chapter]
Cowok dengan outfit andalan, serba hitam, tak lagi melanjutkan langkahnya kala cewek di belakangnya berucap. "Gue minta maaf. Sorry banget buat semuanya." Kerutan langsung tercipta pada dahi laki-laki tersebut.
"Walaupun maaf gue gak bakal nyembuhin sakit hati lo. Tapi gue mohon maafin gue." David masih membiarkan cewek di belakangnya itu bersuara, semau cewek itu lah intinya. "Maaf karena udah bikin lo kecewa, maaf karena udah bikin lo sakit hati, dan maaf karena g-gue b-belum bisa b-bales perasaan lo."
Stefy, gadis itu menunduk dan mulai menitihkan air mata dari matanya. Entah mengapa ia begitu cengeng sekarang. Ia sendiri juga tidak paham. Masih dengan menunduk sambil menangis, samar-samar Stefy melihat dari ujung pelupuk matanya David kembali meletakan cangkir berisi cokelat hangat itu di meja sampingnya. Gadis itu juga dapat melihat David berdiri tepat di sebelahnya sambil memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana training pendek nya.
"Udah? Gitu doang nangis? Cengeng lu." Bukannya berhenti menangis, Stefy justru semakin kencang mengeluarkan air matanya sambil terus terisak. David berjongkok menyetarakan posisinya dengan Stefy, hingga dapat ia lihat wajah putih Stefy yang berubah merah karena menangis. "Kenapa nangis? Baru tau gue kalo lo itu cengeng."
"Gak tau...pengen nangis ajaa...huaaa..." Ingin rasanya David tertawa sekencang kencangnya melihat Stefy sekonyol ini. Namun cowok itu masih berusaha coll di hadapan Stefy yang masih terisak.
David mengusap punggung Stefy yang bergetar karena tangis, sedetik kemudian David membawa Stefy ke pelukannya. Dipeluknya Stefy dengan erat, mengisyaratkan tak ada siapapun yang boleh mengambil gadis itu darinya. Namun kenyataan yang tidak memihak mereka berdua. "Udah, gak usah nangis. Lo lagi sakit."
Dapat ditebak dari suaranya, Stefy sepertinya akan mengalami radang tenggorokan karena kejadian siang tadi.
Gadis itu juga membalas pelukan David tak kalah erat. "Gue udah maafin lo kok, jadi lo gak perlu nangis-nangis gini lagi." Tangan David tak tinggal diam, ia terus mengelus surai hitam Stefy yang sudah mulai panjang dan bisa diikat sekarang. "Gue tau cara biar lo gak nangis lagi."
"Apa?" Tanya Stefy dengan sisa isakkannya.
"Gue ada hadiah buat lo."
*****************
"Gembul banget, lo kasi makan apaan bisa mengembang kayak gini?" David hanya mengidikkan bahu acuh tak acuh pada Stefy saat ini. "Pantes nama nya mochi. Jadi pengen."
Saat ini Stefy sedang berada di sebuah ruangan di lantai bawah yang selama ini Stefy tidak tahu. Ruangan ini terletak persis di bawah tangga menuju lantai dua. Ada seperti ruangan kecil yang ditujukan untuk Si Mochi, kucing milik Nurul.
Kucing berwarna abu-abu dengan beberapa bagian bulunya juga berwarna putih itu mulai di adopsi keluarga Danendra sebulan lalu. Tepat seminggu sebelum David bertanding dan berakhir marahan dengan Stefy.
"Pengen apa lo?" Tanya David dari sofa yang cukup jauh dari jangkauan Stefy.
"Pengen kucing lah. Tapi gak mungkin sih, kakak gue aja alergi bulu kucing." Tak ada jawaban lagi dari David. Stefy kira karena terlalu serius bermain hp sehingga David tak lagi merespon, namun nyatanya. Cowok itu tepar di atas sofa, memejamkan mata menuju alam mimpi dengan posisi duduk.
Stefy masih belum menyadarinya sampai saat dimana Mochi turun dari atas pangkuannya dan berlari menuju ruang TV yang ada David di sana. Sepertinya hal ini sudah biasa di lakukan Mochi ketika David terlelap, kucing itu akan ikut merebahkan dirinya di samping David sambil terus mengibas-ibaskan ekornya sampai dirinya ikut terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SDS#1]Senja Ingkar Janji
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] .... Bukan kisah cinta, hanya cerita biasa yang dirangkai dengan berbagai rasa. Kisah sekumpulan remaja yang sedang menikmati masanya bermain namun harus didewasakan oleh keadaan dengan munculnya sekelompok orang yang memili...