[Vote before reading this chapter]
Tak pernah absen mendapat surat-surat ancaman, bukanya takut Stefy malah mencari tahu siapa yang menerornya dengan memberi balasan disetiap pesan yang dikirim kepadanya sekitar jam 12 malam. Pada jam-jam itu, cewek ini selalu menunggu surat yang akan dikirimkan dengan berbagai cara di balkon kamarnya.
Seperti pada malam-malam sebelumnya, Stefy belum akan tidur jika belum mendapat surat dari pelaku peneorannya.
Brak...
Suara batu yang dilempar ke arah balkonya dengan secarik surat. Stefy memungutnya lalu membacanya. "Pergi ke jalan cemara nomer 05. Besok jam 3 sore. Sendiri." Stefy membacanya dengan lirih takut kalau Surya akan mendengarnya. "Jalan cemara? Okelah, sekarang waktunya tidur."
Stefy tidak memberi balasan malam ini, karena apa yang dirinya mau sudah akan terpenuhi besok sore. Ngomong-ngomong, kedua orang tua Stefy sudah kembali hari ini dan kemungkinan besok kedua orang tuanya akan beristirahat sepanjang hari setelah perjalanan yang panjang. Vina juga tengah sibuk mengurusi wisudanya serta pertunanganya dengan sang kekasih sebentar lagi. Jadi, aman pikir Stefy untuk pergi mengendap-endap sendiri ke tempat itu.
Setelah merebahkan dirinya di ranjang dengan sprei hitam yang nemiliki sedikit corak abu-abu itu, mata Stefy masih enggan terpejam dan perutnya berbunyi bak orang kelaparan. Padahal gadis itu baru makan 1 jam yang lalu dengan porsi yang lumayan banyak.
Stefy tidak pernah takut makan di malam hari hanya karena gendut. Tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi Stefy mau itu makan jam berapapun dan sebanyak apapun. Kuncinya hanya ada pada olahraga yang ia lakukan setiap minggunya.
Setelah melakukan joging, biasanya akan Stefy sambung dengan senam lantai untuk lebih fokus membentuk otot-ototnya. Meski memang dirinya bukan atlet seperti David, Ferdy, Chiko ataupun Erik, Stefy masih tetap ingin memiliki tubuh yang sedikit berotot.
Dengan kaos oversize putih dan celana sebatas paha berwarna hitam, Stefy menuruni satu persatu anak tangga dan menuju dapur untuk memasak mie atau apapun yang biasa cewek itu masak. Mengingat makanan tadi sore sudah habis, tentunya di habiskan cewek itu satu jam yang lalu.
"Masak apa ya? Hmm..." Cewek itu berpikir sambil memandangi semua stok mie yang ada di lemari penyimpanan. Telalu banyak sampai membuatnya bingung. "Ini aja deh. Ramen."
Setelah menimang-nimang cukup lama, akhirnya Stefy memilih memasak ramen instant. Sebelum memasak, cewek itu sudah mengecek tanggan kadaluarsa mie nya dan ternyata mie itu masih layak di konsumsi sampai tahun depan.
Sambil bersenandung kecil, Stefy memasak mie instant tersebut dengan bergembira tentunya tanpa memikirkan apapun selain rasa lapar yang akan terganti dengan kenyang. Selagi menunggu mie nya matang dengan sempurna, Stefy membuat susu yang biasa ia minum sebelum tidur dan saat sarapan pagi bersama roti.
Meskipun suara masak Stefy tidak terlalu mengganggu, Surya selalu terbangun untung sekedar mengecek apa yang dilakukan putrinya. "Hei, udah malem. Masih aja kebiasaan laper jamnya orang tidur yah." Ucapnya diselingi tawa, suara Suryapun suara khas orang bangun tidur.
"Ih, Papah juga masih kebiasaan bangun waktu Stefy laper jam segini. Emang berisik banget yah?"
Surya berlajan mendekati Stefy lalu duduk di kursi pantry mengamati setiap gerakan putri bungsunya itu. "Engga berisik sih, Cuma kayak suara maling amatir."
"Sama aja berisik dong." Bapak dua anak itu kembali tertawa. "Pah, di pipi Papah ada ilernya tuh."
Stefy memang terbiasa meledek papahnya, tapi tetap saja Surya sangat sering menganggap ledekan Stefy sebagai kenyataan. "Beneran? Masa Papah masih ngiler si? Berarti mamah kamu juga kena iler papah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[SDS#1]Senja Ingkar Janji
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] .... Bukan kisah cinta, hanya cerita biasa yang dirangkai dengan berbagai rasa. Kisah sekumpulan remaja yang sedang menikmati masanya bermain namun harus didewasakan oleh keadaan dengan munculnya sekelompok orang yang memili...