9. BLOOD

37 6 0
                                    

[Vote before reading this chapter]

"Hei!" Cowok itu berusaha menyadarkan Stefy dari lamunanya. "Gue tau lo gak bakal nerima gue semudah lo nerima orang lain nantinya. Tapi gue bakal buktiin kalo gue gak seburuk yang lo pikirin selama ini."

Percayalah, Stefy mendengarkan setiap kata yang terucap dari bibir cowok itu. Namun badan dan mulutnya enggan bereaksi apapun untuk saat ini. Mencoba mengalihkan topik pembicaraan adalah hal yang Stefy pilih agar Hilmi tidak membahas perasaanya untuk sementara waktu. "M-makan, d-dimakan dulu masakan gue. Bentar gue ambilin minum."

Sekeras apapun hari itu Stefy mengalihkan pembicaraan, Hilmi tetaplah Hilmi yang biasa, enggan terkalahkan. "Udahlah Stef, gue gak minta lo ngebales perasaan gue sekarang. Gue kasih waktu sebisa lo sampe lo mau nerima gue. Dan soal minum, lo udah bawa tadi."

"Berarti gue gak bisa nolak lo, gitu?"

"Betul." Jawabnya sambil mengembangkan senyum licik. "Gue kasih lo pilihan iya atau iya. Bukan iya atau enggak."

********************

Seorang gadis sedang berusaha mengatur napasnya setelah berlari cukup jauh agar tidak telat masuk sekolah. Namun usahanya itu gagal, gerbang masuk sekolah sudah ditutup 5 menit lalu. "Pak, tolong bukain dong pak! Saya kan Cuma telat sebentar doang pak." Cewek dengan seragam yang sepertinya sengaja diketatkan itu mencoba membujuk sang security sekolah.

"5 menit gak sebentar ya mba. Saya Cuma menjalankan tugas saya saja, mending mba nya tunggu aja diluar sampai guru BK datang." Tentu saja siapapun akan mendapat penolakan yang serupa jika menyangkut tentang telat datang kesekolah.

Gadis itu memilih menjauh dari gerbang masuk dan mengikuti salah seorang siswa yang juga terlambat sepertinya. Dirinya berjalan diam-diam seperti seorang penguntit, sampai sudah mereka di tembok samping sekolah. "Weh!" Berniat menegur tapi justru mengagetkan seorang David Angga Danendra dan langsung diberi tatapan tajam oleh cowok itu.

"E-em, bantuin gue masuk juga dong Vid." Ucapnya gugup karena ditatap seperti itu oleh David. Sedangkan David memandang seorang Tivany Putri dari ujung rambut sampai ujung kakinya dengan tatapan tajamnya. "Napa si lo liatin gue kayak gitu? Bagus ya cat rambut gue yang baru? Atau sepatunya yang bagus. Jelas lah style gue bagus gak kayak-"

Alih-alih mendengarkan sampai akhir perkataan Putri, cowok itu sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan nya dengan cara melompati pagar yang menjulang tinggi itu. Padahal, tangan kiri David masih menggunakan arm sling yang artinya tangan kirinya itu belumm pulih total. "Gak usah bandingin diri lo sama Stefy. Jelas...lo kalah jauh." Ucap cowok itu setelah menapakkan kakinya kembali ke tanah diselingi tawa remeh.

Cewek ini adalah cewek yang sama yang dibicarakan Ferdy dan Nita pada saat di puncak kala itu. Inilah alasan Nita tidak menyukai Putri selain sifatnya itu. Putri adalah salah satu dari sekian orang yang mengidolakan David, namun cara mengidolakan cewek ini berbeda. Sebut saja Putri terlalu berambisi untuk memiliki David atau kata ambisi itu kita ganti dengan obsesi.

Beda tipis memang diantara kedua kata tersebut, dan Putri terletak diantara keduanya. Di bilang ambis, caranya sudah lebih dari definisinya. Dan dibilang obsesi, belum separah itu. Kalian dapat menyimpulkan sendiri kedepannya.

Pernah satu kali cewek ini nekat menyebar rumor buruk tentang Stefy. mengapa Stefy? karena cewek ini merupakan cewek paling dekat dengan David selama Putri mengenalnya. Rumor itu tentang kedekatan Stefy dengan laki-laki dewasa. Hanya dengan melihat Stefy berada di suatu taman bersama Lukman, Putri menjadikan itu sebuah berita yang sempat menggemparkan sekolah.

Kedekatan Stefy dengan para anak buah Surya memang tidak dapat dipungkiri, setiap hari mereka bertemu namun Stefy menganggap mereka layaknya kelarganya sendiri. Contohnya Lukman, supir pribadi keluarganya itu sudah ia anggap seperti om nya sendiri.

[SDS#1]Senja Ingkar JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang